Liputan Khusus

WASPADA! Masih Marak Penipuan via Ponsel di Bali, Dua Korban Ini Mengaku Seperti Dihipnotis  

Namun, hingga saat ini aneka modus penipuan via ponsel yang merugikan masyarakat hingga jutaan rupiah, masih sulit diungkap

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Surya
Ilustrasi penipuan lewat telepon 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Meskipun pemerintah telah menerapkan kebijakan pemblokiran terhadap kartu seluler (SIM Card) yang belum melakukan validasi hingga 28 Februari 2018, namun penipuan menggunakan telepon seluler (ponsel) masih marak terjadi.

Padahal, setelah registrasi itu, sistem kartu seluler tervalidasi dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK). Artinya, semestinya tidak ada kartu seluler yang tak bisa dilacak kepemilikannya oleh pemerintah jika terjadi masalah hukum.

Namun, hingga saat ini aneka modus penipuan via ponsel yang merugikan masyarakat hingga jutaan rupiah, masih sulit diungkap pihak kepolisian.

Awal Mei lalu, misalnya, warga Banjar Kaja, Desa Serangan, Wayan Sania dan saudaranya I Made Kariaka (42) mengalami kasus penipuan lewat telepon. Akibatnya, seluruh isi ATM mereka ludes.

Kerugian yang dialami nelayan Serangan itu tidak main-main, yakni sebesar Rp 27 juta. Duit itu pun adalah merupakan pinjaman dari saudara-saudaranya di Serangan.

Meski sudah sebulan lamanya, pihak Polresta Denpasar yang menangani kasus tersebut belum berhasil menguak siapa pelaku penipuan tersebut. Sania dan Kariaka cuma bisa pasrah.

“Sampai saat ini belum ada proses apa-apa lagi. Saya sudah dipanggil dua kali. Terakhir tiga minggu lalu dipanggil. Belum ditemukan pelakunya dan uang belum kembali,” kata Kariaka, kepada Tribun Bali, pekan lalu.

Aka, sapaan akrab Kariaka, mengaku baru-baru ini bisa mengembalikan duit pinjaman itu. Ia mengaku harus menjual sebagian perlengkapannya sehari-hari sebagai nelayan.

“Terpaksa alat mancingnya saya jual semua. Biar bisa  mengembalikan uangnya. Sebab, saya yang bertanggung jawab, karena saya yang meminjam uang itu,” tutur Aka.

Aka berharap pihak kepolisian segera menemukan pelaku penipuan tersebut, karena ponsel telah terigistrasi.

Aka pun menceritakan kronologi bagaimana dirinya dan saudaranya bisa tertipu sampai Rp 27 juta pada awal Mei lalu. Ia mendapat telepon dari seseorang yang tidak dikenalnya.

Orang ini mengaku sebagai pelanggan yang akan menyewa sebuah boat milik bosnya Aka. Nama orang itu Darmawan, yang diduga sebagai nama samaran. Dalam komunikasi telepon itu, Darmawan bilang bahwa boat akan digunakannya pada tanggal 11 dan 12 Mei.

"Selama komunikasi telepon itu, saya tidak menaruh kecurigaan. Saya anggap memang pelanggan bisa saja seperti itu. Dan dia akan sewa dua hari, sehingga Rp 24 juta. Tapi dia menawar, dan setelah saya ngomong ke bos, diberi potongan Rp 2 juta sehingga sewa jadi Rp 22 juta," tuturnya.

Darmawan pun mengiyakan harga tersebut. Sampai saat itu, Aka masih tidak curiga sedikit pun.

"Saat telepon lagi, Darmawan mengatakan akan bayar DP (uang muka pembayaran) untuk sewa boat. Dia bilang akan bayar DP Rp 11 juta lewat transfer ke rekening bank," ungkap Aka.

Aka lantas menawarkan rekening adiknya, karena Aka tak punya rekening bank. Percakapan telepon selesai, dan Darmawan mengisyaratkan segera transfer DP uang sewa ke rekening adiknya yakni Wayan Sania.

Darmawan kemudian menelepon kembali dan menyatakan sudah mentransfer uang ke rekening adiknya. Aka dan adiknya menuju BNI Sanur di dekat markas Polsek Denpasar Selatan untuk mengecek transferan. Setelah dilihat di ATM, ternyata tidak ada transfer yang masuk, dan Aka pun menelepon Darmawan. Ketika Darmawan ditanya, ia ngotot bahwa dananya sudah ditransfer.

Darmawan kemudian meminta Aka memberikan nomor telepon adiknya. Darmawan berkomunikasi dengan adiknya Aka. Dalam komunikasi itu, Wayan Sania dituntun Darmawan untuk melakukan transaksi.

"Anehnya, adik saya nurut saja dengan apapun yang dibilang oleh Darmawan. Di mesin ATM, adik saya pencet-pencet saja ngikuti perintah Darmawan lewat telepon,” papar Made Aka.

Atas perintah Darmawan, Sania melakukan transfer dua kali, pertama sekitar Rp 7,9 juta dan kedua Rp 19,9 juta.

Setelah dua kali Sania tuntas lakukan transfer yang dituntun Darmawan, Aka dan Sania belum sadar bahwa uang di rekening Sania sudah dikuras Darmawan.

Perbuatan Darmawan baru terkuak saat Sania akan transfer dana pelunasan cicilan motor di ATM esok harinya. Saat akan transfer dana ke pihak kreditur motor, transfer selalu gagal dan gagal lagi. Akhirnya, Sania mengecek menu saldo di mesin ATM itu. Saat itulah baru Sania kaget dan lemas karena tertulis di layar ATM bahwa saldonya kosong. Saldo di rekeningnya yang sebelumnya masih berisi uang Rp 27.947.610 tak tersisa sedikitpun.

"Saat kami telepon lagi Darmawan, nomornya tidak bisa dihubungi. Sebelumnya Darmawan itu sempat minta ke Sania agar struk bukti transfer disobek. Beruntung adik saya tidak menyobeknya. Bukti itu kini jadi barang bukti untuk laporan ke polisi,” kata Aka.

Pengalaman ditipu lewat ponsel juga dialami oleh Kadek Rahyuni. Warga Kelurahan Beng, Kabupaten Gianyar, ini saat penampahan Galungan pada 8 Juni lalu terkuras sisa gajinya karena tak sadar telah mentransfer sejumlah uang ke pelaku penipuan yang mengatasnamakan pihak perbankan.

“Saya ditelepon orang tak dikenal. Pertama saya angkat, bilangnya dari sebuah bank, trus saya langsung matikan, karena tahu itu penipuan. Tapi dia menelepon terus, dan akhirnya saya angkat. Gak tahu terasa seperti dihipnotis, saya nurut saja,” tutur Rahyuni.

Total kerugian yang dialami Rahyuni sebesar Rp 400 ribu. Untungnya beberapa hari sebelumnya Rahyuni sudah menarik uang Rp 1 juta di rekeningnya, sehingga yang tersisa di ATM tinggal Rp 400 ribu.

Awalnya ia tidak percaya terhadap orang yang tiba-tiba menghubunginya. Namun karena rayuan yang berulang-ulang, akhirnya Rahyuni pun tergiur hadiah ‘undian bank’ yang disebutkan penelepon. Rahyuni pun menuruti semua yang diucapkan penelepon untuk transfer duit.

“Saya ikuti semua perintahnya, setelah 5 menit saya baru sadar kena tipu,” tutur Rahyuni.

Sempat dia menghubungi pihak bank yang disebut penelepon, namun ternyata tidak bisa diproses. Saat Rahyuni menghubungi penipu, nomornya selalu dimatikan.

Rahyuni sebetulnya berniat melaporkan kasusnya ke polisi agar tak ada korban-korban lain. Namun, orangtuanya tidak mengizinkan.

Staf Marketing Communacation Indosat Bali, Nengah Soma Jaya mengatakan, penipuan lewat ponsel terjadi, karena belum rapinya sistem digital yang dikelola masing-masing pihak operator atau provider seluler.

Kalau sudah teregistrasi, seharusnya nomor atau SIM Card mendapat jaminan keamanan. Tak hanya itu, penipu lewat telepon seharusnya juga mudah dideteksi. 

Dijelaskan Soma, yang sering dialami masyarakat adalah menerima SMS ‘undian berhadiah’. Pengirim SMS menyertakan website untuk membuat penerima percaya. 

"Biasanya mereka pakai wordpress dan blogspot bukan website resmi," jelas Soma, Rabu (6/6) lalu. 

Pihak Indosat menyarankan masyarakat untuk mengkroscek kevalidan SMS ‘hadiah undian’ ke operator seluler resmi agar tak tertipu. 

"Kami punya call center dan gerai di sejumlah wilayah. Jangan terpancing. Sebaiknya cek dulu ke operator seluler,” kata Soma.

Staf Humas XL, Ibnu Syahban mengakui bahwa modus-modus penipuan lewat SMS atau ponsel masih terjadi, kendati sudah ada registrasi SIM Card.

"Kami mengimbau kepada pelanggan yang menerima SMS yang terindikasi penipuan, mohon untuk bisa melaporkan langsung kepada pihak yang berwajib untuk penanganan lebih lanjut. Melaporkan adalah salah satu bentuk partisipasi mencegah tindak pidana,” kata Ibnu Syahban kepada Tribun Bali pekan lalu.(win/zan) 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved