Simpang Ring Banjar

Tidak Bedakan Kasta dan Klan, Pembuatan Petulangan Banjar Bona Kelod Dilakukan Bersama

Puncak pengabenan di Banjar Bona Kelod, Desa Pakraman Bona secara umum akan digelar 7 Agustus 2018 ini

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Petulangan gajah mino dan lembu berjajar di depan bale kulkul, Kamis (2/8/2018). 

“Di sini bebas, kalau punya waktu pagi, bisa datang pagi. Sebab gotong royong di sini, dari pagi, siang, dan sore. Jika tidak bisa hadir, bisa ganti dengan dana punia. Tapi selama ini, tidak pernah ada masyarakat yang tak hadir sama sekali. Mereka sadar, suatu saat juga akan menggelar upacara seperti ini,” tandasnya.

Terapkan Ngaben Kolektif

Sebagai banjar yang memiliki kesatuan dinas sendiri, Banjar Bona Kelod, Desa Bona, Kecamatan Blahbatuh masih sangat mematuhi warisan adat leluhur.

Hal tersebut terlihat dari sistem Upacara Pitra Yadnya yang saat ini digelar krama setempat.

Dalam pengambilan suatu kebijakan, mereka sangat mematuhi kebijakan Desa Pakraman Bona, yang beranggotakan empat banjar adat dan enam banjar dinas.

Kelian Dinas Banjar Bona Kelod, Ngakan Ketut Wiradana, saat ditemui, Kamis (2/8/2018) pagi mengatakan, saat ini krama banjarnya tengah mempersiapkan upacara Pitra Yadnya atau ngaben kolektif.

Dalam kegiatannya, pembuatan setiap sarana upakara, baik itu bebantenan hingga sarana petulangan, tidak hanya melibatkan krama Banjar Bona Kelod.

Tetapi bekerja bersama-sama dengan semua krama dari semua banjar yang ada di Desa Pakraman Bona.

Menurut dia, di Desa Pakraman Bona, setiap kegiatan terkait warisan leluhur, seperti Piodalan hingga Pitra Yadnya, krama setempat tidak mengenal istilah kelompok banjar, kasta, klan, dan sebagainya.

“Jika ada kegiatan yang menyangkut warisan leluhur, kami kerjakan bersama-sama. Hal inilah, meskipun Desa Pakraman Bona terdiri dari banyak banjar, tapi hubungan krama banjar kami dan banjar lainnya sangat akur. Sebab sama-sama saling membutuhkan,” ujarnya.

Warisan adat secara turun-temurun di Desa Pakraman Bona adalah Pitra Yadnya dalam sistem kolektif.

Prosesi ini hanya digelar setiap tiga tahun sekali.

Masyarakat setempat, kecuali pendeta, sulinggih, dan manca (keluarga puri), dilarang untuk menggelar ngaben secara pribadi.

Menurut Ngakan Wiradana, larangan tersebut berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat tidak mampu sebab dengan ngaben kolektif ini, masyarakat yang perekonomiannya mapan, secara tidak langsung telah mensubsidi masyarakat kurang mampu.

Selain itu, kata dia, beban masyarakat kurang mampu semakin ringan lantaran peran prajuru Desa Pakraman Bona relatif besar.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved