Jadi Identitas Sekaligus Kebanggan Bali, Garuda Wisnu Kencana Sebuah Harga Diri
Perjalanan panjang selama 28 tahun kini telah usai, patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) telah berdiri sempurna di puncak bukit Ungasan
Penulis: Eviera Paramita Sandi | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Perjalanan panjang selama 28 tahun kini telah usai, patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) telah berdiri sempurna di puncak bukit Ungasan.
Bagi umat Hindu, Wisnu adalah pelindung dan pemelihara segala ciptaan Brahma.
Garuda Wisnu Kencana kini diharapkan memberi kekuatan pada masyarakat Bali dalam memantapkan keyakinan, bahwa Wisnu selalu memberikan perlindungan pada kehidupan.
Patung berukuran 121 meter dengan 754 keping modul dan berat total sekitar 3000 ton ini ,menjulang tinggi di angkasa dan menjadi identitas sekaligus kebanggan orang Bali.
Bagaimana tidak, patung ini bahkan lebih tinggi daripada patung Liberty di New York, Amerika, yang tersohor sampai ke penjuru dunia itu.
Bertajuk "Swadharma Ning Pertiwi", sang maestro Nyoman Nuarta pada hari Sabtu (4/8/2018) dengan bangga mempersembahkan karya, yang susah payah dirintisnya selama 28 tahun sejak era presiden Soeharto hingga Jokowi.
Karyanya ini disebut sebagai persembahan bagi tanah kelahiran dan kado ulang tahun Republik Indonesia ke-73.
Selama pembangunan, ada banyak kendala dan hambatan yang telah dilewati Nuarta demi berdirinya karya yang disebutnya sebagai "harga diri" ini.
Di antaranya kendala sosial, budaya, bahkan persoalan kriminal.
Salah satu kendala yang sempat menjadi persoalan adalah letak patung GWK.
Letak Wisnu dipercaya seharusnya berada di utara, namun malah berada di selatan Bali.
Untuk menyeimbangkan, akhirnya dibangunlah patung Brahma di sisi selatan, sehingga posisi patung Wisnu saat ini berada di sebelah utara.
Dengan keyakinan penuh, patung ini akhirnya dirampungkan bersama-sama oleh 120 seniman, pekerja, dan penyokong dana dari lintas agama dan budaya, sehingga layak disebut sebagai perwujudan Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut Nuarta, ini adalah proyek kesungguhan hati yang melibatkan harga diri.
Ia mengingatkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai budaya yang luar biasa dan adiluhung.
Namun, realitanya kini sebagian dari kita berpaling ke budaya asing.
GWK harapnya bisa menjadi penyemangat untuk kembali ke budaya asli, dan bangsa Indonesia jangan jadi bangsa yang minder hingga mengekor budaya bangsa lain.
"Dignity atau martabat bangsa itu penting, kalau kita tidak punya harga diri kita akan ikut budaya orang," ujarnya.
Nuarta mengenang saat ia mulai menggarap pembangunan GWK sejak masih muda hingga kini sudah menjadi kakek.
Kini ia mengaku "plong" karena tanggungannya telah lunas, sehingga keturunannya kelak bisa melihat hasil kerja kerasnya.
Dari gedung berlantai 20 yang menjadi pondasi patung GWK, masyarakat dapat menyaksikan seluruh Bali dari ketinggian.
Tak hanya itu, bahkan Pulau Nusa Tenggara Barat dan Gunung Rinjani pun bisa terlihat.
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika mengatakan, GWK juga akan menjadi "must see destination" bagi wisatawan yang datang ke Bali.
Karena selain bisa menyaksikan patung raksasa yang menjadi ikon Pulau Dewata, lokasi ini juga akan menjadi taman budaya yang menyuguhkan seni dan kreativitas budaya Bali, seperti kidung, tarian, teater, dan lain sebagainya.
"Ini akan menjadi sesuatu yang baru yang akan membawa profit dan benefit bagi masyarakat Bali, khususnya dalam bidang pariwisata," harapnya. (*)