Kesaksian Rahmat Yang Selamat Dari Tsunami Aceh & Palu, Dua Kali Terancam Dalam Bencana Mengerikan
Pria Aceh ini sedang berada di Palu, salah satu kawasan yang paling parah diterjang tsunami.
TRIBUN-BALI.COM – Terjebak saat terjadinya bencana besar adalah sebuah mimpi buruk bagi banyak orang.
Apalagi bila bencana tersebut menewaskan sampai ribuan orang dan menghancurkan segalanya.
Lolos dari maut adalah pengalaman langka dan luar biasa.
Namun bila maut itu datang dua kali dan orang itu menjadi satu diantara ribuan orang tewas, itulah yang terjadi pada Rahmat Saiful Bahri.
Ia selamat tanpa kurang suatu apapun.
Pria yang juga pernah menjadi penyintas bencana Tsunami di Aceh ini mengungkapkan kepada BBC News Indonesia.
Melansir dari laman BBC News Indonesia, inilah cerita lengkap Rahmat, pria yang selamat dari Tsunami Aceh dan Tsunami Palu :
Pada 2004, pria berusia 50 tahun itu selamat dari tsunami yang menerjang Aceh dan menewaskan 200.000 orang lebih.
Dan Jumat (28/9/2018) 2018 lalu, saat gempa-tsunami menghantam Sulawesi Tengah sehingga sejauh ini menewaskan lebih dari 1.500 orang, pria Aceh ini sedang berada di Palu, salah satu kawasan yang paling parah diterjang tsunami.
Ia kembali lolos dari maut yang sudah begitu dekat.
Rahmat yang menjabat sebagai Kepala Sekretariat Majelis Adat Kota Banda Aceh, berada di Palu untuk menghadiri lokakarya nasional best practice implementasi penguatan peran tokoh informal dan lembaga adat, sebuah acara tentang peran adat tradisional daerah dalam kebudayaan Indonesia
Ia tiba di Palu pada Kamis (27/8/2018), sehari sebelum pembukaan acara yang dijadwalkan berlangsung Jumat (28/8/2018), dan menginap di sebuah wisma dekat bandara.
Baru pada Jumat itu Rahmat pindah ke Swiss Belhotel tempat berlangsungnya acara. Setelah menyelesaikan registrasi sebagai peserta dan chek-in di hotel yang terletak tak jauh dari di tepi pantai Palu, ia pun masuk kamar.
"Baru masuk kamar mandi di kamar, tiba-tiba gempa mengguncang, sampai saya terbontang-banting di dalam kamar mandi," kata Rahmad Saiful Bahri, kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Pengalaman sebagai penyintas tsunami Aceh 2004, membuatnya bergerak cepat.