Bahasa Bali Jarang Digunakan Anak Muda Karena Tidak Memberi Manfaat
Selama ini pelestarian bahasa Bali telah dilakukan dengan baik, sementara pemanfaatannya sendiri belum maksimal.
Laporan wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Selama ini pelestarian bahasa Bali telah dilakukan dengan baik, sementara pemanfaatannya sendiri belum maksimal.
Kesan saat ini, Bahasa Bali kurang diminati generasi muda karena dia dipandang tidak memberi manfaat.
"Oke bahasa Bali mengajegkan budaya, itu pelestarian namanya. (Sementara) pemanfaatannya belum," kata Prof. I Nyoman Suarka, saat ditemui oleh awak media di Wantilan Kantor DPRD Provinsi Bali, Minggu, (07/10/2018) usai acara pertemuan antara para penyuluh bahasa Bali dengan DPRD Bali.
Oleh karena itu, kata Prof. Suarka, perlu dirancang pemanfaatan-pemanfaatan bahasa Bali.
"Banyak ekonomi kreatif bisa kita kembangkan dari aksara. Desain juga bisa kok. Dengan aksara itu kita bisa desain model batik, bisa kan. Itu bisa dikembangkan semua. Lukisan dinding dan apapun bisa," terangnya.
Dirinya juga ingin dalam pengembangannya, bahasa Bali juga diberi harga.
"Misalnya nanti dalam konferensi internasional IMF, ada ngga pembawa acara berbahasa Bali disana dan mereka harus dibayar sama dengan (pembawa) bahasa Inggris," tegasnya lagi.
Baginya pemanfaatan bahasa Bali bukan hanya untuk orang Bali semata, melainkan juga untuk dunia.
Sehingga penggunaan bahasa Bali harus dilaksanakan secara masif, baik bagi fasilitas umum seperti bandara dan hotel-hotel yang ada.
"Tidak hanya di sekolah, di mana saja, di (daerah) pariwisata terutama," tegasnya.
Prof. Suarka mengusulkan, di setiap daerah pariwisata terutama hotel bisa diisi dengan departemen budaya atau sudut-sudut budaya yang dapat diisi oleh SDN budaya.
"Sehingga dia nanti terjadi kesulitan, kan bisa tidak kemana-mana. Sudah ada sumber budaya yang menjelaskan," paparnya lagi.
Baginya, hal ini sebagai upaya agar bahasa Bali dapat menjadi ikon di daerah yang adi budaya. (*)