Simpang Ring Banjar
Gong Sakral di Pura Batukaru, Hanya Boleh Ditabuh di Utama Mandala Pura oleh Trah Keluarga Kabayan
Banjar Kesiut Kawan Kaja, Desa Kesiut, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, memiliki sebuah gong sakral bernama Gong Luang
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Banjar Kesiut Kawan Kaja, Desa Kesiut, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, memiliki sebuah gong sakral bernama Gong Luang.
Seperangkat gong yang diyakini sudah ada sejak berdirinya Pura Luhur Batukaru, ini hanya boleh ditabuh di utama mandala pura oleh sekaa dari trah keluarga Kabayan.
Bahkan, Gong Luang ini sebelumnya bisa berbunyi sendiri, yang dipercaya memiliki pertanda akan ada orang yang jatuh sakit.
Kelian Gong Luang, Banjar Kesiut Kawan Kaja, I Wayan Mudiasa (61) menuturkan, Gong Luang akan ditabuh atau dimainkan saat pujawali di Pura Luhur Batukaru setiap 6 bulan sekali pada Buda Kliwon Pahang.
Tempat pentas Gong Luang pun harus di utama mandala pura, tidak boleh di madya mandala apalagi nista mandala.
Pada beberapa waktu lalu, sempat tak ditempatkan di utama mandala, lalu ada kejadian yang tak biasa.
Dari dulu, Gong Luang ini disimpan di Merajan Keluarga Kabayan Wangaya Gede di Desa Kesiut.
Gong Luang ini hanya bisa ditabuh saat upacara Dewa Yadnya dan hanya di Merajan Kabayan Wangaya Gede dan Pura Luhur Batukaru.
"Menurut penuturan para tetua kami di sini, gong ini memang disakralkan dan sudah menjadi warisan secara turun temurun, Gong Luang ini adalah bagian dari Pura Batukaru," ungkap Wayan Mudiasa saat dijumpai di Merajan Kabayan Wangaya Gede, Banjar Kesiut Kawan Kaja, Desa Kesiut, Jumat (12/10/2018) lalu.
Ia menyebutkan, pengempon dari Gong Luang yang sakral ini sebanyak 250 kepala keluarga (KK) dari beberapa wilayah, dan sebagian besar dari Kesiut namun masih trah keluarga Kabayan.
Dia menceritakan, orang pertama yang menemukan Gong Luang adalah Kiyang Gendrik.
Penemuan Gong Luang berawal dari kegagalan Kiyang Gendrik saat memancing.
Kecewa berat karena tidak mendapatkan ikan, saat mancing, Kiyang Gendrik kemudian menyusuri Tukad Campuhan di kawasan Desa Kesiut.
Tiba-tiba di tengah perjalanan menyusuri sungai, Kiyang Gendrik menemukan perangkat gambelan seperti terompong, reong, gong, kempur, dan gangsa jongkok.
Perangkat gambelan itu kemudian dibawa Kiyang Gendrik pulang dan disimpan di dalam rumahnya.
Namun, perangkat gambelan yang ditemukan tersebut justru kerap berbunyi sendiri saat tengah malam.
Setelah Gong Luang bersuara tengah malam, salah satu anggota keluarga Kiyang Gendrik malah jatuh sakit.
Atas kejadian tersebut, Kiyang Gendrik bersama keluarga akhirnya menggelar musyawarah dengan krama desa saat itu.
Pertemuan itu kemudian menyepakati Gong Luang dipindah tempat penyimpanannya dari rumah Kiyang Gendrik ke Pura Pemaksan, Desa Pakraman Kesiut Kawan.
Sejak dipindahkannya penyimpanan Gong Luang itu, keluarga Kiyang Gendrik merasa aman.
Wayan Mudiasa melanjutkan, seiring waktu berjalan ternyata Gong Luang yang ditemukan Kiyang Gendrik tersebut merupakan milik Pura Luhur Batukaru, yang sudah lama hilang.
Akhirnya Kiyang Gendrik bersama krama desa sepakat gong yang dipercaya sakral tersebut dikembalikan ke Pura Luhur Batukaru.
Setelah dikembalikan ke Pura Luhur Batukaru, keanehan kembali terjadi.
Perangkat Gong Luang tersebut justru kembali hilang.
Dan anehnya lagi, perangkat Gong Luang ditemukan kembali di Tukad Campuhan di mana Kiyang Gendrik menemukan sebelumnya.
"Konon, dulunya itu kejadian aneh tersebut sampai tiga kali terulang,” tutur Mudiasa sembari menunjukkan sebuah alat dalam gong tersebut.
Dari kejadian tersebut, lanjutnya, pangempon Pura Batukaru akhirnya memutuskan untuk mengembalikan Gong Luang ini ke Desa Kesiut.
Dengan catatan, sekaa Gong Luang ini harus ngayah dan nyejer di Pura Batukaru setiap kali ada Karya Pujawali di Pura Luhur Batukaru.
Bahkan, kepercayaan masyarakat, jika gong tersebut belum datang ke pura, segala prosesi upacara belum bisa dimulai.
“Dan sampai sekarang, tradisi tersebut tetap berjalan. Jika Gong Luang belum datang, maka upacara di Pura Batukaru tidak boleh mulai," kata Mudiasa.
Bende Bisa Bunyi Sendiri
Gong Luang yang disakralkan ini memiliki banyak “keunikan”.
Salah satu perangkat gong yang dikenal dengan nama Bende bisa berbunyi sendiri.
Jika Bende tersebut berbunyi sendiri, maka itu artinya ada pertanda akan ada orang yang jatuh sakit.
“Hal itu sudah sering terbukti, termasuk yang menimpa keluarga Kiyang Gendrik.Tapi, Bende tersebut sudah lama hilang karena dicuri orang. Sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya termasuk orang yang mencurinya.Tapi hingga saat ini kami masih terus mencari keberadaan Gong Bende yang hilang itu,” jelas Wayan Mudiasa.
Selain itu, imbuh Mudiasa, Gong Luang ini juga dipercaya bertuah karena bisa membuat anak balita lancar berbicara.
Kepercayaan tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan anak balita tipat gong dan telor gulung untuk banten Gong Luang kemudian dipersilakan untuk dikonsumsi.
Setelah itu balita dipercaya akan lancar berbicara.
“Kepercayaan kami, setelah balita yang bersangkutan mengkonsumsi tipat gong dan telur gulung, akan bisa lancar berbicara,” ujarnya. (*)