Liputan Khusus

Kisah Gek Mawar Hingga Akhirnya Memutuskan Jadi Transgender

PSK Waria ini juga menggunakan aplikasi line dan wechat untuk mendapatkan tamu

Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Irma Budiarti
Kompas.com
Ilustrasi 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gek Mawar (28) –bukan nama sebenarnya, tak hanya mencari pelanggan di tempatnya mangkal di Lumintang, Denpasar, PSK Waria ini juga menggunakan aplikasi line dan WeChat untuk mendapatkan tamu.

Gek Mawar menulis shemalebo di statusnya sehingga orang bisa langsung tahu bahwa dia transgender.

Baca: 4 Lokasi Mangkal Waria di Denpasar dan Pengakuan Sejumlah Waria Tentang Kehidupannya

Walau menurutnya tetap saja ada yang mengira dia perempuan asli.

Khusus untuk pelanggan tetap, biasanya akan langsung menelepon untuk booking.

“Jadi di sana kan bisa lihat people nearby. Dia akan deketin, ngobrol, tanya harga, kalau sudah cocok dan dia mau bayar di awal, langsung saya ajak ke kos,” ungkapnya saat ditemui Tribun Bali pukul 01.30 WITA, Rabu (17/10/2018).

Gek Mawar saat itu mengenakan celana panjang, baju merah mini, dan sandal high heel, serta tas bundar bambu bergambar bunga diselempangkan di pundak kirinya.

Biasanya Mawar datang ke Lapangan Lumintang pada pukul 01.00 hingga 04.00 WITA.

Mawar mengaku tidak pernah pilih-pilih klien, asalkan mereka mau bayar di awal.

Harga yang dipasang Rp 100 ribu.

Apabila kliennya merasa puas, biasanya mereka akan memberikan tipping.

Bayaran termahal yang pernah diterimanya untuk tamu lokal adalah Rp 300 ribu.

Sementara apabila bule, dia bisa dibayar Rp 1 juta.

Dalam sekali mangkal, saat sedang sepi, dia hanya mendapat dua tamu, dan paling ramai bisa lima klien.

“Apalagi kalau hari raya, sepi. Maksimal lima kalau ramai karena sudah kehabisan waktu, kan udah pagi, terang benderang, ga bisalah kerja,” katanya.

Mereka yang menggunakan jasanya berasal dari berbagai kalangan, mulai dari anak kuliahan hingga om-om.

Bahkan menurut pengakuannya, aparat keamanan juga pernah jadi pelanggannya.

“Rata-rata mereka karena tidak puas dengan istri atau pasangannya. Ada juga yang memang suka transgender. Tapi saya enggak pernah mau anak di bawah umur,” ungkap Mawar, yang sudah sembilan tahun menjadi waria.

Merasa Perempuan

Sebelum akhirnya memilih jalan transgender dan dunia malam, Mawar sempat merasakan gejolak batin yang luar biasa.

Meski lahir sebagai laki-laki, namun sejak kecil, Mawar sudah merasa dirinya adalah perempuan.

“Bahkan sejak lahir ya,” ucapnya.

Masa kecilnya dihabiskan bermain dengan kawan-kawan perempuan dan dia telah merasakan ketertarikan dengan laki-laki.

“Ini sama sekali bukan karena saya salah pergaulangan atau karena faktor lingkungan. Ini murni dari kecil saya sudah ngerasa perempuan,” terangnya.

Lama dia melawan gejolak batinnya dan tidak berani menunjukkan diri kepada keluarga maupun lingkungan sekitar.

Kerap juga dia sembunyi-sembunyi menggunakan pakaian perempuan, hingga kemudian suatu hari tetangganya memergoki dan melaporkan kepada orang tuanya.

Melihat perilaku Mawar, pernah ayahnya memukulnya dengan sepatu dan membakar semua pakaian-pakaian perempuannya.

Begitu pula dengan ibunya yang terus menerus mempertanyakan apa penyebab anak laki-laki sulungnya itu bisa jadi seperti itu.

Mawar yang memiliki dua adik, laki-laki dan perempuan, saat itu juga tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya, dia hanya tahu bahwa seutuh jiwanya adalah perempuan.

Hingga suatu hari akhirnya orang tuanya mengajak dia untuk melukat ke griya.

“Jadi mereka pingin tanya, kenapa sih anaknya bisa jadi kayak gini. Nah pas di sana, aku kira aku yang dimarahin, tapi ternyata Ida Pedanda marah ke orang tua. Katanya kalau aku dikekang terus, bisa bunuh diri. Kebetulan aku memang suka nari dari kecil, jadi katanya biar aku nerusin saja nari,” terangnya.

Orang tua dan saudara-saudaranya akhirnya perlahan mau menerima dia apa adanya, terlebih saat dia sudah mulai bergabung dengan sanggar tari dan rajin ngayah.

Sanggar tari yang diikutinya khusus untuk laki-laki.

Apabila sembahyang ke pura umum, Mawar menggunakan pakaian adat perempuan.

Sedang ke pura milik keluarga (merajan), dia memakai pakaian semi laki-laki.

“Ya, karena tidak enak dengan leluhur juga. Jadi para waria di Bali, rata-rata tidak ada juga yang ganti kelamin karena masih takut dan nanti diri kita sendiri yang bingung di sananya. Aku masih percaya dengan leluhur dan tradisi,” terangnya.

Aktif Menari

Hingga kini Mawar masih aktif menari di sanggar-sanggar dan di acara tertentu.

Ia juga sering diundang untuk menari joged.

Begitu pula jika ada upacara adat, dia rajin ngayah.

Mawar selama ini dikenal sangat jago membawakan tari Legong, yang klasik sekalipun.

“Syukurnya keluarga sudah bisa menerima aku apa adanya. Mereka melihat sisi positifnya aku sebagai penari. Kalau di masyarakat, memang masih ada yang pro dan kontra,” tambahnya.

Saat menerima job menari, biasanya dia diupah antara Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu.

Pekerjaan dunia malam yang dijalani Mawar ternyata bukan hanya sekadar untuk mendapatkan uang.

Karenanya, tak seorang pun dari keluarganya yang tahu dia mengambil jalan ini.

Sebagai transgender, dia merasa agak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan seksualitasnya.

Karenanya, hingga saat ini dia tetap menjalani pekerjaan ini.

Walau belakangan akhirnya dia menemukan pacar laki-laki.

“Setidaknya harus tetap ada yang positif itu, ya menari itu,” ucapnya.

Awal mula ikut mangkal adalah karena ajakan temannya.

Temannya itu juga yang mendorong dia untuk lebih berani menunjukkan jati diri, tidak sembunyi-sembunyi menjadi waria kaleng.

“Dulu sisiku memang masih cowok, tapi batinku sudah perempuan. Saat ketemu temanku ini, aku pikir, dia perempuan, ternyata sama. Lalu dia yang ngajarin makeup, minjemin pakaian perempuan dan diajak terjun ke dunia ini,” jelasnya.

Mawar lalu menyuntikkan hormon perempuan di sebuah bidan di Bali untuk membuat payudara.

“Jadi semacam suntik KB untuk cewek, dan aku suntik hormon cewek,” imbuhnya.

Sementara untuk perawatan kulit, dalam seminggu, dia menghabiskan sekitar Rp 250 ribu.

Mengingat hukum di Indonesia yang tidak memungkinkan terjadinya perkawinan sesama jenis maupun dengan transgender, Mawar sudah siap dengan risiko itu kalau dirinya tidak akan menikah seumur hidupnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved