Simpang Ring Banjar
Suaranya Isyaratkan Sesuatu, Konservasi Burung Hantu Basmi Hama Tikus
Sejak enam bulan lalu, burung hantu jenis Tyto Alba mulai dikonservasi oleh Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan, Tabanan
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Sejak enam bulan lalu, burung hantu jenis Tyto Alba mulai dikonservasi oleh Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan, Tabanan.
Hewan yang aktif di malam hari atau nokturnal ini dimaanfatkan masyarakat setempat menjadi musuh alami hama tikus untuk wilayah pertanian di Desa Timpag yang luasnya mencapai 330,3 hektare.
Selain menjadi musuh alami hama tikus, warga setempat mempercayai burung hantu jenis Tyto Alba yang sudah ada sejak dahulu ini adalah burung sakral.
Sebab, saat seekor burung hantu ini bersuara akan mengisyaratkan bahwa akan terjadi sesuatu hal di Desa Timpag.
Selain itu, jika seekor burung hantu berukuran kecil bersuara, dipercaya di Desa Timpag ada wanita yang sedang hamil.
Tokoh desa adat setempat, I Gusti Wayan Sukawahana menuturkan, sejarah keberadaan burung hantu di Desa Timpag tidak diketahui pasti.
Dulunya, mereka bersemayam di sebuah pohon besar bernama Pohon Bengkel yang terletak di Pura Batur Beranjingan di Banjar Delod Peken.
“Sudah dari dulu ada burung hantu jenis tyto alba ini, dan dulu mereka bersarang di sebuah Pohon Bengkel yang sangat besar di Pura Batur Beranjingan,” ujarnya.
Burung hantu ini dipercaya sebagai burung yang sakral.
Sebab, jika seekor burung hantu dewasa mengeluarkan suara yang begitu keras akan ada suatu pertanda entah itu positif maupun negatif.
Misalnya, beberapa waktu lalu, burung nokturnal tersebut mengeluarkan bunyi yang tak henti-henti.
Tak lama kemudian, ternyata suara tersebut mengisyaratkan bahwa salah satu warga ada yang meninggal dunia.
Kemudian, jika seekor burung hantu anak-anak berbunyi akan mengisyaratkan bahwa pasti ada seseorang perempuan yang tinggal di Desa Timpag ini sedang mengandung atau hamil.
“Kami warga disini percaya dengan hal itu, dua kemungkinan itu biasanya tepat terjadi,” katanya.
Selain dipercaya sakral, kata dia, manfaat dari adanya burung hantu ini adalah guna membantu petani dalam mengantisipasi hama tikus dan saat ini terbukti efektif.
Sehingga, seiring waktu berjalan atau tepat pada enam bulan yang lalu, Desa Timpag akhirnya memulai untuk mengkonservasi burung hantu jenis Tyto Alba.
Hal itu tak lepas dari sudah adanya keberadaan 10 ekor burung hantu yang bersemayam.
“Setelah kami belajar kepada yang ahli pada burung hantu, kami mulai berpikir untuk konservasi, terlebih Tyto Alba merupakan predator alami dari tikus yang sering kali menjadi hama. Sedangkan subak yang ada di Desa Timpag juga cukup luas," ungkapnya.
Setelah tercetus ide tersebut, untuk persiapan awal pihaknya membuat Rubuha (Rumah Burung Hantu) yang dipasang atau diletakan di subak.
Awlanya, dibuat sekitar 10 Rubuha yang dipasang dengan jarak sekitar 100 meter.
Terlebih lagi, konservasi ini akan mengarah ke pertanian organik, dimana Tyto Alba sebagai predator alami hama tikus, sehingga untuk mengantisipasi hama itu petani tidak perlu lagi menggunakan pestisida untuk membasmi hama khususnya tikus.
“Dulu sebelum ada burung hantu, petani kami biasanya merugi karena lahannya diserang hama tikus. Dan sekarang keadaan sudah berubah semenjak memanfaatkan predator alami ini,” katanya.
Tak lama kemudian, imbuh dia, Desa Timpag kini sudah memiliki sebuah penangkaran burung hantu yang ukurannya 5x8 meter dengan tinggi 4 meter.
Untuk sementara, ada 7 ekor burung hantu yang diletakkan dengan harapan beberapa waktu kedepan burung hantu ini bisa berkembang biak dengan baik.
"Kami harapkan, predator alami ini akan mampu melindungi lahan pertanian yang luasnya 330,3 hektare yang terdiri dari subak timpag, tangluk, sambean, penatih, subak meliling dan subak kesiut,” harapnya.
Sukawahana menambahkan, selain melakukan konservasi burung hantu, Desa Timpag rencanannya akan segera menuju Desa Wisata.
Segala persiapan sudah mulai dilakukan sejak saat ini.
Seperti menggali potensi-potensi desa yang ada di desa setempat seperti tracking, bersepeda, dan lain sebagainya.
Sehingga, setelah dimulai dengan konservasi burung hantu, Desa Timpag akan semakin dikenal lagi.
Kembangkan Keripik Gondo
Desa Timpag khususnya di Banjar Beluluk saat ini sedang mencoba mengembangkan Keripik Gondo.
Meskipun baru dicoba selama satu bulan, produksi Keripik Gondo ini sudah cukup diterima masyarakat khususnya di Kecamatan Kerambitan.
Proses pembuatan Keripik Gondo hampir sama dengan keripik lainnya, hanya saja memang dalam proses merebus sayur gondo ini, tingkat kelunakan sayur sangat dijaga agar tidak terlalu lembek.
“Sayur gondo harus benar-benar dijaga agar tekstur kripik tidak menjadi lembek,” ujar Tokoh desa adat setempat, I Gusti Wayan Sukawahana.
Ia mengakui, untuk produk keripik gondo ini memang masih sangat langka.
Namun mengingat potensi hortikultura gondo di Kabupaten Tabanan cukup banyak seperti di Kerambitan, Kediri dan Tabanan, pihaknya yakin produk asal Desa Timpag ini bisa diterima oleh masyarakat luas nantinya.
Apalagi banyak yang suka akan citarasa gondo.
“Kami yakin akan diterima masyarakat luas karena keripik ini kan masih langka. Kemudian bahan sayur gondo juga masih sangat banyak di Tabanan,” tandasnya. (*)