Gunakan Tanah Adat 420 Hektare, Bandara Bali Utara Disepakati di Darat
Pemerintah Kabupaten Buleleng, Pemerintah Provinsi, dan Kementerian Perhubungan RI sudah menyepakati Bandara Bali Utara akan dibangun di darat
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah Kabupaten Buleleng, Pemerintah Provinsi Bali, dan Kementerian Perhubungan RI sudah menyepakati Bandara Bali Utara akan dibangun di darat, tepatnya di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Pembangunan bandara menggunakan tanah adat seluas 420 hektare.
Hal itu disampaikan Gubernur Bali, Wayan Koster, usai menerima kunjungan kerja Komisi V DPR RI di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Renon, Denpasar, Kamis (1/11/2018).
Koster mengaku sudah dua kali menemui Menteri Perhubungan.
Saat ini tahapan pembangunan Bandara Bali Utara sudah sampai pada penyusunan FS (Feasibility Study).
Dari empat opsi lokasi, yang dipilih adalah di Kecamatan Kubutambahan.
Selanjutnya, di Kecamatan Kubutambahan ini terdapat dua pilihan, antara di laut dan di darat.
“Yang kami pilih bersama Pemerintah Kabupaten dan Kementerian Perhubungan, sudah ditetapkan di darat. Rencananya bandara akan dibangun di Desa Kubutambahan dan Desa Sanih,” kata Koster.
Rencananya bandara akan menggunakan tanah adat di Desa Kubutambahan seluas 370 hektare dan di Desa Sanih seluas 50 hektare.
Total 420 hektare.
Tanah yang akan digunakan tersebut merupakan tanah yang tidak produktif.
Adapun total lahan yang diperlukan secara keseluruhan mencapai 600 hektare.
Untuk penetapan lokasi (penlok), saat ini tinggal menunggu keputusan Gubernur Bali mengenai kondisi kesiapan lahannya agar tidak menjadi masalah di kemudian hari.
Koster menegaskan lahan milik desa adat tersebut tidak akan dijual, tetapi digunakan dalam penyertaan modal sehingga tidak perlu mengeluarkan uang banyak.
“Lahannya sudah siap. Targetnya di awal tahun 2019 penlok sudah bisa dikeluarkan,” imbuh gubernur asal Buleleng ini.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya meminta bantuan kepada Komisi V DPR RI yang menangani masalah infrastuktur, agar dicarikan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).