Serba Serbi
Mau Bangun Rumah? Perhatikan Aturan Berikut Agar Tidak Membahayakan
Dalam kepercayaan masyarakat Bali, sebelum seseorang membangun rumah perlu memperhatikan berbagai macam hal
Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Seseorang yang menempati karang seperti itu, tidak akan kekurangan makanan.
Kalau ada karang bet (rimbun pepohonan), akan tetapi, ketika dilihat terasa ngawang-ngawang (pusing), maupun sepi, Tri Bhuta Dengan yang menempati.
Orang yang menempatinya cepat menemukan bahaya.
Rumah berjajar tiga dan ketiga pemiliknya memiliki hubungan saudara, tunggal garis keturunan, namanya sandang tawang, ala dahat (sangat berbahaya).
“Yang menempati karang itu memada-mada Bhatara (menyamai Bhatara) karena hanya Ida Bhatara yang memiliki rong tiga. Di sanggah kan ada rong tiga, Brahma, Wisnu, Iswara. Kalau berjajar sangat berbahaya,” tambah Guna.
Oleh karena itu, sebelum membangun rumah atau tempat suci perlu melakukan pecaruan.
Kalau ada karang lingkuhin rurung (dikelilingi jalan setapak), sula nyupi namanya, berbahaya.
Karang apit rurung (jalan setapak) dan jalan besar namanya kuda kabanda (kuda yang diikat), berbahaya.
Kalau ada umah lebih, tetapi belum diatapi di depannya, juga berbahaya.
Karang saling suduk pagar, suduk angga namanya, berbahaya.
Jika seseorang bersaudara membuat rumah yang mengapit jalan besar, berbahaya.
Kalau ada rumah memiliki dua pintu keluar, berbahaya, boros wong namanya.
Guna menambahkan, ada beberapa karang yang tidak bisa ditempati atau dibanguni rumah, yaitu bekas pura, bekas pura ibu, karang wisma pebajangan, tempat beraktivitas brahmana, karang yang sempat dirusak warga (kelebon amuk), dan tempat orang bunuh diri.
“Ada sengker (peringatan), kalau tiga kali kelebon amuk tidak boleh dibanguni rumah, sangat berbahaya,” katanya.
Selain itu, ada juga asta kosali pengalihan karang untuk pekarangan rumah agar tidak kena penyakit.