Serba Serbi

Ngeri! Ini tiga Jenis Cetik Berbahaya dan Sarana Pengobatannya

Masyarakat Bali pada umumnya percaya dengan keberadaan cetik atau racun tradisional Bali.

Penulis: Putu Supartika | Editor: Ady Sucipto
Net
Cetik kerikan gangsa 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Masyarakat Bali pada umumnya percaya dengan keberadaan cetik atau racun tradisional Bali.

Baik dari mulut ke mulut, atau lewat buku, maupun dari pendapat seseorang yang 'ahli' kata cetik ini menyebar dalam kehidupan masyarakat Bali.

Bahkan jika ada seseorang yang mengalami sakit keras, maka penyakitnya tersebut sering dihubung-hubungkan dengan cetik ini.

Terkena cetik, ada yang mengenai, terkena angin, begitulah biasanya kata orang terkait penyakit tersebut.

Dalam buku Leak Ngamah Leak karya I Wayan Yendra (Mangku Alit Pakandelan) dikatakan bahwa cetik biasanya dibuat dari bahan tunggal atau bahan campuran (ramuan).

Seseorang yang terkena racun (cetik), tanda-tandanya bisa dilihat salah satunya dari kukunya.

Menurut buku "Berbagai Cara Pengobatan Menurut Lontar Usadha Pengobatan Tradisional Bali" halaman 81 yang disusun I Ketut Suwidja, ada banyak tanda seseorang terkena racun bila dilihat dari kukunya.

Apabila kuku berwarna merah dan terlihat seperti mengkerut, itu pertanda terkena racun tanah gora.

Jika terkena racun tersebut, maka sarana pengobatannya yaitu dengan kelapa hijau yang sangat muda, kuning telur ayam lalu diminum.

Apabila terkena racun kembang rak, maka kuku akan berwarna keungu-unguan.

Untuk mengobatinya gunakan sarana pohon pisang yang busuk dan cacing tanah yang masih muda.

"Kuku berwarna kehijau-hijauan, kena air keras. Sarana ekstrak walis," tulis Suwidja dalam buku tersebut.

Dan apabila di tengah-tengah kuku berwarna putih, hal itu diakibatkan karena terkena racun yang menyerang jantung (papusuh).

Kuku terlihat seperti patah (lung) juga diakibatkan karena terkena racun.

Sementara itu, dalam kehidupan di Bali, masyarakat mempercayai ada banyak jenis cetik yang sangat mematikan.

Jika tidak ditangani dengan tepat mereka percaya bisa mengakibatkan kematian baik dalam waktu yang cepat maupun lama.

Berikut beberapa jenis cetik tersebut.

1. Cetik Crongcong Polo

Cetik ini merupakan cetik ramuan dan menyerang otak.

Menurut Jiwa Atmaja dalam bukunya Jejak Bhairawa di Pulau Bali, cetik crongcong polo ini merupakan cetik yang paling menakutkan dan dipersepsikan sebagai racun yang paling menyakitkan dan berbahaya.

"Persepsi ini tentu saja terbentuk dari pemaknaan kata crongcong polo yang diartikan racun yang menyerang otak," tulis Jiwa Atmaja dalam buku tersebut.

Ditambahkannya lagi, dalam lontar Usadha Cetik, crongcong polo hanya disebutkan tiga kali yakni pada bait ke-2, 112, dan 139.

"Menurut ketiga bait tersebut, crongcong polo memang menyerang otak dengan gejala-gejala mata merah, badan terasa panas (bait ke-2), telinga penderita terasa pecah, seperti diseruduk 'dilumbih beduda,' mata merah (bait ke-112) gejala-gejala yang sama juga disebutkan dalam bait ke-113," tulisnya lagi.

Selain itu dalam buku Leak Ngamah Leak juga dituliskan gejala-gejala orang terkena cetik crongcong polo yaitu sakit kepala berat sebelah atau seluruhnya, mata merah melotot, tetapi tidak sakit, benda-benda yang dilihatnya terasa berputar.

Cetik ini dianggap paling menakutkan dan mematikan oleh sebagian masyarakat.

Akan tetapi menurut beberapa sumber cetik jenis ini bisa diobati.

Dalam buku Leak Ngamah Leak disebutkan bahwa obatnya yaitu, ditutuh dengan bahan campuran kakul kraca, welirang bang dan madu klupa serta air jeruk.

Sementara dalam buku Berbagai Cara Pengobatan Menurut Lontar Usdha Pengobatan Tradisional Bali yang disusun oleh I Ketut Suwidja dituliskan bahwa obatnya siput kakaraci, madu klupa, air jeruk, belerang merah, lalu ditutuh pada bagian hidung.

Pengobatan ini juga dijelaskan dalam buku Jejak Bhairawa di Pulau Bali karya Jiwa Atmaja.

Berdasarkan lontar Usadha Cetik yang ia kutip, sarana penyembuhannya yaitu keong kraca, madu klupa (madu kental seperti menyan), air jeruk, belerang merah.

Sarana ini digunakan untuk metutuh atau diteteskan pada hidung.

"Dalam bait ke-139, barulah dijelaskan bahwa bahan-bahan berupa air basuhan belerang merah dimasak atau dikukus, ditambah dengan keong kraca, madu, air jeruk, minyak kelapa, lalu diteteskan pada hidung. Pada pelipis penderita lalu ditempelkan pada daun kelor dicampur dengan minyak ular," tulis Jiwa Atmaja.

Akan tetapi tidak dijelaskan apakah daun kelor tersebut diulek dan dicampur minyak ular baru ditempelkan di pelipis atau ditempelkan begitu saja di pelipis.

2. Cetik Kerikan Gangsa

Cetik kerikan gangsa adalah salah satu jenis cetik yang berkembang di masyarakat Bali yang digunakan oleh orang yang sifatnya kurang baik untuk mencelakai orang lain.

Racun kerikan gangsa ini dibuat dengan kerikan perunggu.

Dalam buku Berbagai Cara Pengobatan Menurut Lontar Usada Pengobatan Tradisional Bali, yang disusun oleh I Ketut Suwidja, halaman 79 dikatakan ciri-ciri orang terkena cetik kerikan gangsa yaitu sakit kuning pada mata, bulu-bulu melengkung, dan lama kelamaan menjadi batuk darah.

Adapun obat yang digunakan yaitu putih telur matang karena direbus, rumput lepas (padang lepas), temutis (Curcuma Purpurancens Bl. Zingiberaceae), jeruk, yang dijadikan loloh lalu diminum.

Selain itu, dalam buku Jejak Bhairawa di Pulau Bali pada halaman 80 dituliskan, cetik kerikan gangsa yang dicampur dengan tabu (waluh) memiliki gejala tenaga penderita sangat lemah atau disebut dengan sakit anglayung.

"Bahan-bahan obatnya adalah kunir yang tua, kapur bubuk, ditumbuk, diperas, dan disaring halus lalu diminun," tulis Jiwa Atmaja dalam bukunya.

Selain obat minum, dilengkapi juga dengan obat sembur (simbuh) dengan bahan-bahan ketela, gamongan, dan garam.

3. Cetik Reratusan

Selain crongcong polo, maupun kerikan gangsa, masih banyak cetik (racun) yang dikenal dalam masyarakat Bali.

Salah satunya adalah cetik reratusan.

Menurut buku Jejak Bhairawa di Pulau Bali, cetik jenis ini adalah cetik berbahaya kedua setelah crongcong polo.

"Tidak disebutkan pusat yanh diserang oleh cetik reratusan, tapi dapat diperkirakan bahwa perutlah yang duserang, jika dilihat dari bahan-bahan yang digunakan, yakni reratusan atau campuran," tulis Jiwa Atmaja.

Ciri-ciri orang terkena cetik ini yaitu perut penderita kembung dan muntah darah, batuk-batuk, merasa kedinginan, bila melihat pohon dirasakan bergerak-gerak, bingung seperti orang mabuk, kaki juga dingin, pucat tidak bertenaga, dan kekurangan darah.

Adapun sarana obat yang digunakan yaitu daun sirih tua, bawang dibakar, gula, air kelapa mulung yang muda, lalu diminum.

Sementara dalam buku Leak Ngamah Leak karya Mangku Alit Pakandelan (I Wayan Yendra) ciri-ciri terkena cetik reratusan yaitu tampak seperti orang bodoh, diam membisu (apatis).

Untuk mengobatinya menurut buku ini yaitu dengan minum campuran kembang sepatu putih, kelembak kasturi, sari kuning ditambah air, obat lulur dari daun mangga muda. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved