Serba Serbi
Kehadiran Dua Kala Ini Tandai Hari Baik untuk Melakukan Hal Bersifat Kedyatmikan
Dalam susunan kalender Bali dikenal istilah ala ayuning dewasa yang berarti baik-buruknya suatu hari dalam melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam susunan kalender Bali dikenal istilah ala ayuning dewasa yang berarti baik-buruknya suatu hari dalam melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu.
Dewasa atau padewasan yang biasa disebut ilmu wariga ini, seperti yang dijelaskan dalam Ala Ayuning Dewasa Ketut Bambang Gede Rawi yang ditulis oleh Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga, adalah cara untuk mengidentifikasi hari yang baik dan hari yang jelek (buruk).
"Jelasnya (padewasan itu adalah) pengetahuan untuk menentukan hari baik dan hari jelek," tulisnya.
Cakupan mengenai ala ayuning dewasa ini sangatlah luas dengan menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia melalui perhitungan parameter tertentu.
Perhitungan yang dimaksud berupa pawintangan yang ditetapkan berdasarkan letak bintang dalam mengelilingi matahari; sasih yang berhubungan dengan penentuan musim berdasarkan peredaran gerak semu matahari dan juga bulan yang mengelilingi bumi; dan wuku tentang ilmu ruas-ruas kumpulan binatang tertentu yang berporos di bumi.
Selain itu, juga berpedoman pada wawaran yakni tentang nama-nama hari dan dedaunan yang dipakai sebagai ilmu pembagian waktu dalam satu hari.
Menurut Ida Pandita Empu Yogiswara di Griya Manik Uma Jati, dalam ala ayuning dewasa ini memang tidak terlepas dari adanya wariga-wariga seperti wuku, ingkel dan didalamnya terdapat larangan-larangan.
Ida Pandita pun menjelaskan bahwa ala ayuning dewasa ini juga tidak terlepas dari adanya ala ayuning dina (hari), ala ayuning sasih (bulan) dan ada ala ayuning nyet (pikiran).
Jadi, meski ada larangan-larangan namun jika pelaksana kegiatan memiliki pemikiran yang positif maka hal tersebut boleh dilakukan.
"Sekarang ada ala ayuning nyet. Nyet itu pikiran. Kalau memang pikiran itu hening dan tidak akan kena apapun yang namanya musibah itu, itu boleh karena kita yakin," jelasnya.
Kemudian dijelaskan lagi bahwa pada sistem ala ayuning dewasa ini juga dikenal istilah pangkakalan, yakni munculnya kala-kala tertentu yang dijadikan pembanding untuk menentukan baik-buruknya dewasa.
Karena seringkali terjadi ketika padewasan berdasakan wuku, wewaran, penanggal-panglong dan sasih sudah baik, namun pada sistem pangkakalannya jelek.
Pada Kamis (Wrespasti) (13/12/2018) Wuku Julungwangi ini, seperti yang ditulis dalam kalender karya Alm. Drs. I Nyoman Singgir Wikarman bahwa terdapat munculnya Kala Katemu, Tutur Mandi dan Kala Kaciran.
Perlu diketahui bahwa Alm. Drs. I Nyoman Singgir Wikarman semasih hidupnya sebagai anggota tim pengkaji wariga dan penyusunan kalender Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, dan kini kalendernya dilanjutkan oleh putra-putrinya, I Gede Sutarya beserta adik-adiknya.
Kembali dalam buku Ala Ayuning Dewasa Ketut Bambang Gede Rawi, dijelaskan bahwa Kala Katemu sebagai hari baik untuk menangkap ikan, berburu, mapikat (menangkap burung), memasang jerat, kungkungan, dan mangadakan pertemuan.
Kemunculan Kala Katemu, selain pada Wrespati Julungwangi, juga terjadi pada Minggu (Redite) Wuku Sinta, Julungwagi dan Pujut; Senin (Soma) Wuku Ukir, Tolu dan Krulut; dan Selasa (Anggara) Wuku Dunggulan, Pahang, Tambir dan Watugunung.
Selain itu, hadir juga pada Rabu (Budha) Wuku Tolu, Wariga, Langkir, Dukut; Wraspati Wuku Sinta,dan Pujut; Jum'at (Sukra) Wuku Ukir dan Krulut; serta Sabtu (Saniscara) Wuku Tolu, Dunggulan, Pahang, Tambir dan Wayang.
Sementara Tutur Mandi dipahami sebagai hari yang baik untuk melakukan upacara yang berhubungan dengan kawisesan (magis), baik untuk memberi petuah-petuah suci dan juga memberikan petunjuk dalam ilmu-ilmu batin.
Adapun ketetapan Tutur Mandi yakni hadir pada Redite Wuku Merakih, Ugu, Wayang, Kelawu dan Watugunung; Soma Wuku Warugadean, Julungwagi, dan Medangkungan; Anggara Wuku Sinta, Waruga dan Matal; Budha Wuku Landep, Kulantir, Tolu, Sungsang, Pujut, Tambir dan Bala.
Hadir pula pada Wrespati Wuku Gumbreg, Langkir, Kerulut, Uye dan Perangbakat; Sukra Wuku Ukir, Dungulan, Kuningan; serta Saniscara Wuku Kulantir, Wariga dan Tambir.
Sementara itu kehadiran Kala Kaciran seperti dilansir dari laman kalenderbali.org dianggap baik untuk melakukan hal yang bersifat gaib (kedyatmikan), memberikan petuah/nasihat.
Kehadirannya pada Redite Wuku Ugu, Wraspati Wuku Ukir, Julungwangi, Pujut, Medangkungan, Matal dan Prangbakat; Sukra Wuku Landep serta Saniscara Wuku Uye. (*)