Serba Serbi
6 Kala Ini Hadir di Jum'at Wuku Medangsia, Lihat Ala Ayuning Dewasanya
Dalam susunan kalender Bali dikenal istilah ala ayuning dewasa yang berarti baik-buruknya suatu hari dalam melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam susunan kalender Bali dikenal istilah ala ayuning dewasa yang berarti baik-buruknya suatu hari dalam melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu.
Dewasa atau padewasan yang biasa disebut ilmu wariga ini, seperti yang dijelaskan dalam buku Ala Ayuning Dewasa Ketut Bangbang Gede Rawi yang ditulis oleh Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga, adalah cara untuk mengidentifikasi hari yang baik dan hari yang jelek (buruk).
"Jelasnya (padewasan itu adalah) pengetahuan untuk menentukan hari baik dan hari jelek," tulisnya.
Cakupan mengenai ala ayuning dewasa ini sangatlah luas dengan menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia melalui perhitungan parameter tertentu.
Perhitungan yang dimaksud berupa pawintangan yang ditetapkan berdasarkan letak bintang dalam mengelilingi matahari; sasih yang berhubungan dengan penentuan musim berdasarkan peredaran gerak semu matahari dan juga bulan yang mengelilingi bumi; dan wuku tentang ilmu ruas-ruas kumpulan binatang tertentu yang berporos di bumi.
Selain itu juga berpedoman pada wawaran yakni tentang nama-nama hari dan dedaunan yang dipakai sebagai ilmu pembagian waktu dalam satu hari.
Menurut Ida Pandita Empu Yogiswara di Griya Manik Uma Jati, dalam ala ayuning dewasa ini memang tidak terlepas dari adanya wariga-wariga seperti wuku, ingkel dan di dalamnya terdapat larangan-larangan.
Ida Pandita pun menjelaskan bahwa ala ayuning dewasa ini juga tidak terlepas dari adanya ala ayuning dina (hari), ala ayuning sasih (bulan) dan ada ala ayuning nyet (pikiran).Jadinya, meski ada larangan-larangan namun jika pelaksana kegiatan memiliki pemikiran yang positif maka hal tersebut boleh dilakukan.
"Sekarang ada ala ayuning nyet. Nyet itu pikiran. Kalau kita memang pikiran itu hening dan tidak akan kena apapun yang namanya musibah itu, itu boleh karena kita yakin," jelasnya.
Kemudian dijelaskan lagi dalam buku yang ditulis Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga tersebut, bahwa pada sistem ala ayuning dewasa ini juga dikenal istilah pangkakalan, yakni munculnya kala-kala tertentu yang dijadikan pembanding untuk menentukan baik-buruknya dewasa.
Karena seringkali terjadi ketika padewasan berdasakan wuku, wewaran, penanggal-panglong dan sasih sudah baik, namun pada sistem pangkakalannya jelek.
Pada Jumat (Sukra), (18/1/2019) Wuku Medangsia seperti tertulis dalam kalender yang disusun oleh Alm. I Ketut Bangbang Gede Rawi dan putra-putranya bahwa terdapat Kala Sudangastra, Kala Suwung, Kala Temah, Kala Buingrahu, Kala Beser, dan Semut Sedulur.
Kembali dalam buku Ala Ayuning Dewasa Ketut Bambang Gede Rawi yang ditulis oleh Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga menjelaskan kehadiran Kala Suwung, Kala Temah, Kala Buingrahu, Kala Beser, dan Semut Sedulur.
Sementara Kala Sudangastra Tribun Bali melansir dari laman kalenderbali org.
1. Kala Sudangastra
Kala Sudangastra yang biasanya hadir pada Redute Wuku Prangbakat, Anggara Wuku Kelawu, Budha Wuku Landep dan Kuningan, Wrepati Wuku Tambir dan Saniscara Wuku Gumbreg adalah sebagai hari baik untuk membuat alat-alat yang runcing.
2. Kala Suwung
Kala ini membawa padewasan yang jelek untuk segala jenis kegiatan dan upacara (Panca Yadnya).Kala Suwung muncul pada Soma Wuku Landep dan Wayang; Anggara Wuku Warigadean, Sungsang dan Menahil; Budha Wuku Tolu, Gumbreg, Pahang dan Merakih; Sukra Wuku Kelawu dan Watugunung; serta Saniscara Wuku Dungulan, Langkir dan Medangsia.
Tidak dijelaskan kala ini muncul pada Sukra Wuku Medangsia.
3. Kala Temah
Kala Temah sendiri dipercayai sebagai hari yang tidak baik untuk dewasa ayu. Kehadirannya lumayan sering dalam sistem padewasan yakni pada Redite Wuku Medangsia, Pujut, Kulawu dan Dukut; Soma Wuku Sinta, Landep, Tolu, Wariga, Warigadean, Julungwangi, Langkir, Pahang, Medangkungan, Menail, Watugunung; Anggara Wuku Ukir, Sungsang, Kuningan, Krulut, Tambir; Budha Wuku Kulantir, dan Dunggulan.
Selain itu hadir pula pada Wraspati Wuku Ukir, Tolu, Sungsang, Kuningan, Krulut, Tambir; Sukra Wuku Ukir, Tolu, Julungwangi, Langkir, Pahang, Medangkungan, Menail, Watugunung; serta Saniscara Wuku Ukir, Medangsia, Pujut dan Dukut.
4. Kala Buingrahu
Kemunculan Kala Buingrahu membawa padewasan jelek untuk mengatapi bangunan.
Meski kurang baik untuk kegiatan mengatapi bangunan, kemunculan Kala Buingrahu baik untuk membakar citakan (bakalan bata dan genting).
Kala Buingrahu ini muncul pada Redite Wuku Warigadean, Medangsia, Uye dan Watugunung; Soma Wuku Kelurut dan Bala; Anggara Wuku Wariga Langkir, Matal, dan Dukut; Budha Wuku Wariga, Langkir dan Matal.
Selain itu muncul pada Wrespati Wuku Ukir, Kerulut, dan Bala; Sukra Wuku Gumbreg, Warigadean, Kuningan, Medangkungan, Uye, Bala, Kelau dan Watugunung; serta Saniscara Wuku Kilantir, Ugu, dan Landep.
5. Kala Beser
kemunculan Kala Beser sebagai pantangan untuk membuat bendungan, empang, kolam, terusan sungai dan sebagainya.
Namun kehadiran Kala Beser baik untuk membuat atau mengasah taji, membuat senjata perang dan lain-lain.
Kehadiran Kala Beser, selain pada Anggara Sungsa juga hadir pada Minggu (Redite) Wuku Bala; Senin (Soma) Wuku Kulantir, Langkir dan Merakih; Anggara Wuku Sinta, Tolu, dan Dungulan; Rabu (Budha) Wuku Kelawu; Kamis (Wrespasti) Wuku Landep dan Matal; Jum'at (Sukra) Wuku Wariga, Medangsya, dan Watugunung; serta Sabtu (Saniscara) Wuku Sinta.
6. Semut Sedulur (Kala Sadulur)
Berdasarkan konvensi Wariga, Kala Katututan yang lebih lumrah disebut dengan Semut Sadulur, muncul dalam gabungan Wewaran Panca Wara dan Sapta Wara apabila urip (neptu) gabungannya menunjukan jumlah 13 berturut-turut.
Kemunculan Kala Katututan (semut Sadulur) ini tidak baik untuk upacara Pitra Yadnya (atiwa-tiwa), sedangkan baik untuk mulai usaha, berdagang dan sebagainya yang berhubungan dengan perekonomian.
Semut sedulur jatuh pada Sukra Pon (7+6=13, Sukra Wage (4+9=13) dan Redite Kliwon (8+5=13). (*)