Satu Keluarga Tewas Tertimpa Longsor di Buleleng, Ayah Peluk Putrinya, Ibu Peluk Putranya
Satu Keluarga Tewas Tertimpa Longsor di Buleleng, Ayah Peluk Putrinya, Ibu Peluk Putranya
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA- Air mata mengalir dari pipi Wayan Kasih (48).
Ia tak kuasa menahan sedih saat melihat adik ke delapannya tewas dalam insiden tanah longsor yang terjadi pada Selasa (29/1/2019) sekira pukul 04.00 wita.
Bencana itu bahkan tak hanya merenggut nyawa sang adik, ipar dan dua keponakannya juga turut menjadi korban.
Baca: Dua Siswi SMA Dirudapaksa Pria yang Dikenali via Facebook, Disebut Kekurangan Kasih Sayang
Tanah longsor ini terjadi di Banjar Dinas Sangker, Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng pada Selasa (29/1/2019) sekitar pukul 04.00 wita.
Satu keluarga dinyatakan tewas akibat insiden ini.
Mereka adalah Ketut Budi Kace (33) (adik Wayan Kasih,red), bersama istrinya, Luh Sentiani (27), dan dua anaknya
Putu Rikasih (9) dan Kadek Sutama(5).
Baca: Dua Bocah Kembar Dirudapaksa Paman Kandungnya, Siswi Kelas 6 SD Itu Teriak-teriak Saat Melahirkan
Keluarga malang ini tak sempat menyelamatkan diri.
Sebab saat musibah terjadi saat mereka sedang tertidur pulas.
Dari pantaun di rumah duka, Kasih terlihat beberapa kali membuka kain yang menutupi jenazah adiknya Ketut Budi Kace.
Ia membersihkan sisa-sisa tanah yang masih melekat di wajah almarhum.
Kepada awak media, Kasih mengaku sempat merasakan firasat buruk.
Sejak Senin malam, wanita yang tinggal di Dusun Kayuambua, Desa Tiga, Kecamatan Susut, Bangli ini merasakan was-was terhadap adik kesayangannya itu.
"Sejak Senin malam wilayah Bangli juga diguyur hujan lebat. Sempat muncul perasaan khawatir, karena adik saya ini tinggal di lereng gunung. Selasa pagi akhirnya saya mendapatkan kabar dari keluarga kalau Ketut Kace meninggal kena longsor. Sebulan sebelum kejadian adik saya ini juga beda. Dia sering menanyakan kabar saya. Biasanya dia cuek," ucap Kasih lirih.
Sementara Nyoman Dania (78) selaku ayah korban Ketut Budi Kace menuturkan, hujan deras mengguyur wilayah Banjar Dinas Sangker sekitar pukul 02.00 dinihari.
Ia pun sempat merasa khawatir, sebab lokasi kediaman anaknya berada tepat di bawah senderan rumahnya, yang tingginya mencapai delapan meter.
Kekhawatiran Dania itu rupanya terjadi.
Senderan rumahnya amblas hingga menimpa rumah sang anak.
"Saya sempat bangun sekitar jam 03.00 wita, memantau rumah anak saya di bawah. Saat hujan itu saya lihat anak saya tidak keluar rumah, jadi saya rasa aman-aman saja. Jam 04.00 wita saya masuk untuk tidur," jelas Dania.
"Pas jam 05.00 saya bangun, saya lihat rumah Ketut sudah rata. Tidak ada suara grudug-grudug atau tanah bergetar. Yang saya dengar hanya suara hujan yang lebat. Sempat saya panggil tapi tidak ada sahutan, firasat saya sudah meninggal. Akhirnya saya minta bantuan ke warga untuk dievakuasi," tambahnya.
Warga yang mengetahui kejadian ini pun bergegas melakukan evakuasi, bersama Tim Penanggulangan Bencana Desa Mengening.
Proses evakuasi dilakukan selama kurang lebih satu jam.
Warga menemukan posisi ke empat jenazah saling berpelukan, berada di atas kasur, tertimpa tanah, dinding batako, pohon jeruk, dan senderan rumah ayahnya Dania.
"Anak saya (Ketut Budi Kace,red) posisinya memeluk anak perempuannya (Putu Rikasih,red), istrinya ( Luh Sentiani, red) posisinya memeluk anak laki-lakinya (Kadek Sutama,red). Semuanya masih di atas ranjang," ungkap Dania lirih.
Dania pun menjelaskan, senderan rumahnya itu memang baru dibuat sekitar satu setengah bulan yang lalu.
Sementara anaknya, membangun rumah tersebut sekitar satu tahun yang lalu.
Ia pun mengaku sempat menegur sang anak yang nekat membangun rumah tepat di lereng gunung dan dibawah senderan rumahnya.
"Katanya dia ingin mandiri. Ingin tinggal di rumah sendiri. Dulu memang tinggal di rumah saya. Sekitar satu tahun yang lalu dia membangun rumah itu. Saya juga tidak bisa melarang dia memilih lokasi di situ, karena sisa lahan memang cuma di situ," jelasnya.
Bila tidak ada halangan, ke empat jenazah akan di makamkan di setra Desa Pakraman Mengening, pada Rabu (30/1/2018).
Sempat Izin Wali Kelas
Duka mendalam juga dirasakan oleh sejumlah guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Satra, Kecamatan Kintamani, Bangli. Mereka tampak mendatangi rumah duka, untuk melihat kondisi jenazah anak didiknya Putu Rikasih (9).
Sang wali kelas, Heni mengatakan, korban Putu Rikasih yang merupakan salah satu siswa kelas II di SDN 2 Satrra merupakan murid yang periang dan rajin.
Ia pun mengaku tidak menyangka jika peserta didiknya itu tewas mengenaskan dalam musibah tanah longsor.
Sehari sebelum kejadian, korban Putu Rikasih sempat meminta izin kepada Heni. Korban mengatakan tidak akan masuk sekolah jika hujan lebat mengguyur pada Selasa (29/1/2019).
Mengingat lokasi rumah korban Putu Rikasih berada tepat di lereng gunung, Heni pun mengizinkan.
"Kemarin sempat minta izin ke saya, katanya kalau Selasa huuan deras izin tidak masuk sekolah. Ya saya izinkan, untuk keselamatannya dia juga karena rumahnya di lereng gunung. Pagi tadi tiba-tiba dapat info dari Facebook kalau anak didik saya ini meninggal karen tertimpa longsor," ujar Heni. (*)