Soal Kontribusi 10 Dolar Untuk Wisman yang ke Bali, Made Santha Klaim Dapat Restu 5 Kementrian
Rencana kontribusi 10 dolar dari para wisatawan asing yang datang ke Bali diklaim sudah mendapatkan restu dari lima kementerian.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Rencana kontribusi 10 dolar dari para wisatawan asing yang datang ke Bali diklaim sudah mendapatkan restu dari lima kementerian.
Lima kementrian itu adalah Kementerian Dalam Negeri, Keuangan, Pariwisata, Perhubungan, dan Menko Maritim.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Bali, Made Santha mengungkapkan Gubernur Bali, Wayan Koster melalui Sekda Bali mengundang 5 Kementerian dalam pembahasan Raperda tentang Kontribusi wisatawan untuk pelestarian lingkungan alam dan budaya Bali.
“Materi yang disampaikan oleh Bapak Gubernur terkait rancangan atau gagasan besar keberadaan Bali dalam rangka menyambung kepariwisataan Bali di masa sekarang maupun masa yang akan datang,” kata Santha usai mengikuti rapat di Kantor DPRD Bali, Selasa (29/1).
Undangan dari Gubernur Bali kepada 5 Kementerian bertujuan untuk memaparkan terkait materi Raperda dimaksud karena baru pertama kali Pemprov Bali mengundang Kementerian.
“Saya melihat semua pemikiran dari Kementerian yang hadir, prinsipnya semua yang hadir sangat mengapresiasi atas apa yang menjadi pemikiran Pemerintah Provinsi bersama DPRD Bali,” ujarnya.
Bali sudah saatnya mulai melakukan sesuai apa yang menjadi isi dalam Raperda itu.
Persoalan Bali sudah sangat serius baik dalam bidang persampahan, lingkungan, termasuk juga menjaga alam, budaya dan manusia Bali kedepan.
Disamping itu, kata dia, bila dilihat berdasarkan data ketika berbicara kunjungan wisatawan, bahwa 40 persen lebih kunjungan wisatawan yang dicanangkan Pemerintah pusat itu datangnya melalui Bali.
Sehingga memperhatikan kondisi tersebut, Bali merupakan pintu utama bagi wisatawan mancanegara maupun domestik.
Maka dari itu, ketika berbicara tentang pariwisata Bali berkelanjutan, maka perlu adanya pembenahan-pembenahan.
Kalau pembenahan perlu ada pembiayaan. Dari pembiayaan perlu dilihat kekuatan fiskal di daerah seperti apa.
“Maka ada lah pemikiran seperti ini. Untuk kita ini adalah barang baru, tapi secara internasional banyak negara yang sudah melakukan hal seperti ini,” tuturnya. Mengenai mekanisme pungutan kontribusi, Santha mengatakan perlu dilakukan koordinasi dengan dengan IATA (International Air Transport Association/Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional), otoritas bandara, maupun Kementerian Perhubungan.
“Semua itu dalam rangka mencari solusi. Memasukkan dalam tiket, merupakan salah satu solusi seperti dilihat di beberapa negara. Namun itu belum menjadi sebuah keputusan,” imbuhnya.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda tentang kontribusi wisatawan sekaligus Ketua Komisi II DPRD Bali, Ketut Suwandhi mengatakan tahapan yang dilalui untuk merampungkan Raperda masih panjang.
Pihaknya dalam waktu dekat akan berkonsultasi dan meminta masukan dari badan perwakilan maskapai asing di Indonesia atau Board of Airlines Representative in Indonesia (Barindo).
Setelah menemui Barindo dilanjutkan berkonsultasi ke IATA, INACA, otoritas Bandara, Kementerian Perhubungan dan terakhir ke Kementerian Dalam Negeri.
“Pesawat-pesawat nasional yang mempunyai link ke luar negeri itu juga kita mintakan masukan,” imbuhnya.
Secara spesifik yang akan dibicarakan dengan Barindo adalah terkait kontribusi ini.
“Kasarnya (kontribusi itu) nitip di tiket tapi tidak dimasukkan dalam poin-poin komponen tiket. Nilainya digabung tapi ini khusus itemnya,” jelasnya.
Menurutnya, kalau di negara lain banyak yang memakai tax karena payung hukumnya memungkinkan, sedangkan di Indonesia hal itu belum bisa dilakukan karena aturan yang belum memungkinkan.
“Semua ingin mensukseskan Raperda ini, namun masih dicarikan alternatif payung hukumnya,” tuturnya.
Ia menambahkan selanjutnya hal-hal lain yang akan dikonsultasikan ke Kementerian adalah terkait payung hukumnya, apakah memungkinkan untuk menggunakan undang-undang yang sudah ada.
Selain itu, yang masih perlu dibahas adalah dana yang dipungut tersebut apa dikelola Bapenda atau disalurkan ke masing-masing OPD terkait.
“Eksekutif masih mempersiapkan itu semua, teknisnya seperti apa dari koordinasi-koordinasi yang dilakukan selama ini. Nanti akan dilakukan presentasi saat ke Barindo dan otoritas bandara,” imbuhnya.
Dampaknya Kurangi Standar Pelayanan
Co General Manager Commercial Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai, Rahadian Yogi datang memenuhi undangan pansus memberikan masukan pada pansus.
Pihaknya menyarankan sebaiknya pungutan kontribusi disatukan melalui tiket dan tidak lagi membuka konter di terminal bandara.
Karena jika dibuka konter, akan mengurangi standar pelayanan bandara.
“Dunia sedang berlomba-lomba meningkatkan services di airport. Makanya kami sangat tidak menyarankan pembukaan konter selain pelayanan standar Bandar Udara karena akan mengurangi penilaian pelayanan,” kata Yogi saat ditemui usai mengikuti rapat di Kantor DPRD Provinsi Bali, Selasa (29/1/2019).
Menurutnya kalau konter itu ditambahkan lagi, maka pelayanan kebandar udaraan di Bandara Ngurah Rai tidak lagi masuk pada standar pelayanan internasional.
“Jadi akan mempengaruhi. Ada 33 task point. Ini yang dinilai secara global. Gak mungkin nambahain konter di situ, karena speed perjalanan wisatawan itu dihitung,” terangnya.
Sedangkan jika pungutan disatukan melalui tiket bukan merupakan kewenangan Angkasa Pura.
“Kami pun dengan airline business to business. Kami hanya memberi masukan saja mengenai mekanisme pungutan kontribusi itu,” ujarnya.
Pada Prinsipnya Angkasa Pura mendukung kalau bentuknya kontribusi pariwisata karena sudah semestinya Bali menerapkan itu.
“Kami dalam hal ini mendukung dan siap memberikan masukan-masukan. Nanti mengenai aturan bisa dikonsultasikan dengan Perhubungan Udara,” tuturnya.
(*)