WIKI BALI
TRIBUN WIKI - Ini Dia 3 Desa "Bali Aga" yang Namanya Sudah Mendunia karena Keunikan Tradisinya
Salah satu hal yang membuatnya begitu disegani karena budayanya yang begitu unik dan tidak dimiliki oleh daerah lain.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Desa Bali Aga atau yang juga disebut dengan masyarakat Bali Mula ialah penduduk asli dataran di pulau Bali ini sebelum adanya pengaruh kerajaan Majapahit.
Penduduk Desa Bali Aga pada umumnya bermukim di daerah pegunungan, sehingga dinamakan "Aga" dalam bahasa kawi yang berarti gunung.
Masyarakat Bali Aga mempunyai keunikan tersendiri karena pada sosial masyarakat mereka tidak mengenal istilah perbedaan kasta.
Oleh karena itu, di mata mereka semua sama dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
Mereka juga memiliki budaya menyembah nenek moyang yang dilandasi dengan rasa kebersamaan dan memegang sistem adat dengan sangat kuat.
Walaupun zaman telah bergulir ke modernisasi, mereka tetap menjaga warisan budaya leluhurnya.
Keberadaan masyarakat Bali Aga masih bisa kita temukan sekarang ini di beberapa wilayah.
Dari banyaknya desa Bali Aga, ada tiga desa yang namanya bahkan sudah terkenal di mata dunia.
Salah satu hal yang membuatnya begitu disegani karena budayanya yang begitu unik dan tidak dimiliki oleh daerah lain.
Dimana saja itu?
Berikut Tribun Bali sajikan tiga Desa Bali Aga yang namanya telah mendunia.
1. Desa Tenganan di Karangasem
Desa Tenganan menjadi salah satu desa Bali Aga atau desa tradisional.
Desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem yang lokasinya sangat dekat dengan Pantai Candi Dasa.
Perjalanan menuju desa ini sangat mudah dan bisa ditempuh sekitar 1,5 jam dari Bali Selatan.
Keunikan desa ini adalah ketatnya masyarakat setempat dalam melindungi dan melestarikan hutan adat.
Mereka memiliki awig-awig (hukum atau aturan adat) yang mengatur pengelolaan hutan termasuk pelarangan menebang pohon.
Selain itu, bentuk dan besar bangunan serta pekarangan, pengaturan letak bangunan, hingga letak Pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun mereka pertahankan.
Masyarakat Tenganan mengajarkan dan memegang teguh konsep Tri Hita Karana (konsep dalam ajaran Hindu) dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tri berarti tiga dan Hita Karana berarti penyebab kebahagiaan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan.
Tri Hita Karana terdiri dari Prahyangan (hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan manusia lainnya), dan Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya).
2. Desa Adat Penglipuran di Bangli
Desa Adat Penglipuran terletak di Kabupaten Bangli dan lokasinya hanya sekitar 3 km dari pusat kota Bangli.
Keunikan desa ini adalah tata desa yang begitu rapi dan cantik.
Bukan sekadar arsitektur khas Bali yang memang unik, tetapi rumah-rumah di desa ini diatur dengan seragam.
Pengunjung seakan terlempar ke dimensi lain dengan rumah-rumah berpagar sama hingga berpintu sama.
Rumah-rumah ini tertata di kanan dan kiri jalan utama yang berbatu selaras dengan pintu atap berbatu.
Jalanan ini menanjak ke atas dan membagi desa ke tiga bagian sesuai konsep Tri Hita Karana (hubungan manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan).
Tiga bagian desa ini biasa disebut dengan Tri Mandala yang terdiri dari utama mandala, madya mandala dan nista mandala.
Baca: Sebutan Bali Aga untuk Banjar Cekeng, Unik Tak Mengenal Upacara Pembakaran Mayat
Baca: TRIBUN WIKI: 15 Tradisi Unik di Karangasem, Ada yang Berebut Daging Ayam hingga Mengadu Telur
Baca: TRIBUN WIKI : Ini 8 Jenis Alat Musik Tradisional Khas Bali
Utama mandala adalah tempat yang paling suci dan berada di paling utara yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk menyembah para dewa
Madya mandala adalah zona untuk manusia.
Di sini masyarakat Desa penglipuran akan tinggal bersama dengan keluarganya di sebuah unit bangungan yang disebut sebagai “pekarangan”.
Nista mandala berada di paling selatan dan merupakan zona yang dianggap paling tidak suci.
Oleh karena itu, zona ini berisikan kuburan desa dan Pura Dalem atau tempat pemuja Dewa Siwa (dewa pelebur).
Tak hanya itu, Desa Penglipuran juga memiliki arsitektur yang khas dan penduduknya yang sangat ramah.
Mereka tak segan-segan menawari pengunjung untuk mampir dan masuk ke dalam rumah.
3. Desa Trunyan di Bangli
Desa Trunyan berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Letaknya berada di timur Danau Batur dan Untuk mencapai desa ini, Anda harus naik perahu dengan menyeberangi danau tersebut.
Ciri khas keunikan desa ini adalah upacara kematiannya yang berbeda dengan tempat lain di Bali.
Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda.
Apabila salah seorang warga Trunyan meninggal secara wajar, mayatnya ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan di sebuah lokasi bernama Sema Wayah.
Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas.
Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda (Rumah Miarta Yasa). (*)