Koster Usul Legalkan Arak Bali : Masak Bir Boleh, Arak Gak Boleh
“Yang bener aja, masak minum bir boleh, minum arak gak boleh. Yang punya kita tidak boleh dipakai, yang dari sana (luar) boleh dipakai.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - “Yang bener aja, masak minum bir boleh, minum arak gak boleh. Yang punya kita tidak boleh dipakai, yang dari sana (luar) boleh dipakai. Cerita dari mana?” ujar Gubernur Bali, Wayan Koster, dengan nada suara meninggi di hadapan anggota dewan pada rapat paripurna di Kantor DPRD Bali, Senin (11/2).
Karena itu, Koster menegaskan akan melegalkan pembuatan dan peredaran arak Bali.
Diharapkan minuman tradisional Bali yang sudah menjadi branding Pulau Bali ini bisa tumbuh bersama dengan industrinya.
Rencana Koster tak main-main. Saat ini pihaknya dalam proses sedang mengajukan surat kepada Menteri Perindustrian untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) yang berkenaan dengan negative list, termasuk di dalamnya adalah arak Bali.
“Arak ini akan saya legalkan. Ini bagaimana ya, masak miras boleh di-import tapi araknya tidak boleh berjalan di sini. Ini logika regulasi dari mana, saya kira yang menyusun ini yang salah. Jadi kita mau legalkan aja (arak) ini,” kata mantan anggota DPR RI ini.
Jika usulan revisi tersebut tidak disetujui, maka nanti pihaknya akan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk mengatur tentang arak Bali.
Namun di sisi lain, nanti akan diperbaiki industri olahannya supaya kadar alkoholnya bisa dikurangi.
Koster menyebutkan produsen arak Bali banyak jumlahnya yang berada di Kabupaten Karangasem dan Buleleng. Menurutnya, mereka sangat terampil karena penyulingannya masih dilakukan dengan cara tradisional.
“Saya sudah perhatikan betul. Ini belum difasilitasi oleh pemerintah daerah, hasilnya cukup bagus. Sekarang per botol arak ilegal dijual Rp 100 ribu, kalau ini difasilitasi dengan teknologi pengolahan yang lebih bagus, saya kira kualitasnya akan lebih baik lagi,” tutur Ketua DPD PDIP Bali ini.
Selain arak Bali, kata Koster, juga akan dibangun industri pengolahan gabah di Tabanan, industri pengolahan ikan di Jembrana, industri pengolahan buah-buahan di Bangli, Karangasem, Klungkung, Tabanan, dan Buleleng.
“Sedang kami petakan ini dan kami akan menggunakan pelaku usaha lokal Bali. Semua produknya adalah produk branding Bali,” tandasnya.
Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta, setuju dengan rencana melegalkan arak tersebut.
“Ya kami setuju. Kalau arak itu dalam Perda sudah diatur tentang minuman beralkohol. Kami setuju arak dilegalkan agar industri rakyat Bali ini tidak dilakukan kriminalisasi sehingga dia harus disahkan,” kata Parta di Kantor DPRD Bali.
Menurutnya tujuan dilegalkannya arak Bali agar jangan sampai mengkriminalisasi industri rakyat yang sudah diwariskan secara turun temurun, dan itu juga menjadi satu-satunya pilihan pembuat arak untuk bertahan hidup.
Sementara yang harus dilakukan pemerintah adalah membenahi tata kelola produksinya.
“Kalau alkoholnya terlalu tinggi, maka bisa dilakukan penurunan. Jika higienisitasnya menjadi persoalan, agar dilakukan pelatihan supaya lebih sehat dan higienis. Jika tampilannya kurang bagus, agar dibantu untuk pengemasannya,” tutur anggota dewan asal Desa Guwang, Gianyar, ini.
Ide Bagus
Bak gayung bersambut, rencana Koster melegalkan arak mendapat dukungan dari pengusaha minuman lokal Bali.
Salah satunya Hatten Wine. Owner Hatten Wine, Ida Bagus Rai Budarsa, menyebut ide Gubernur Bali ini sangat bagus.
“Menurut saya, ide Gubernur Bali untuk melegalkan arak, sehingga bisa meningkatkan pendapatan petani arak itu bagus sekali,” katanya saat dihubungi Tribun Bali, tadi malam.
Akan tetapi, perlu dicermati dan dipelajari bagaimana mekanisme produksinya. Perlu dicari alternatif terbaik, agar penghasilan petani meningkat dan kualitas arak juga meningkat.
“Kalau dari pengamatan saya, cara terbaik adalah dengan mensentralisasi proses destilasinya dan petani arak yang memasok tuaknya,” ungkap Rai Budarsa.
Ia pun mengingatkan produk arak ini sangat berbahaya jika diproduksi dengan cara yang tidak benar. Produksi arak sangat mudah disubstitusi dengan etanol.
“Kalau permintaan bertambah dan produksi tidak mencukupi, apakah tahan tidak mencampur dengan etanol, dan kalau belinya salah, belinya methanol, akibatnya sangat berbahaya dan nama arak Bali akan hancur di mata dunia,” tegasnya.
Turis pun ke Bali, kata dia, akan dilarang untuk minum arak, seperti beberapa tahun yang lalu.
“Kalau tidak salah, sampai sekarang peringatan minum arak masih ada di area kedatangan airport I Gusti Ngurah Rai. Siapa yang menjamin pengawasan produksi kepada begitu banyak petani arak. Untuk itu, menurut saya karena visi Gubernur Bali sudah bagus, sebaiknya kita duduk bersama untuk mencari alternatif terbaik agar petani mendapatkan tambahan penghasilan dan arak Bali yang dihasilkan ditingkatkan kualitasnya menjadi produk unggulan dan bisa diekspor ke luar negeri,” ujarnya.
Asisten Sales Manajer Horeca Hatten Wine, Ida Bagus Teja Praditya, secara pribadi juga sangat mendukung kebijakan Gubernur Bali. Alasannya, ini dapat meningkatkan taraf hidup petani arak lokal.
“Akan tetapi tetap dikontrol atau monitoring proses pembuatannya agar tetap sesuai dengan standar tradisional maupun modern,” katanya saat dihubungi secara terpisah.
Menurutnya, Bali sebagai daerah tujuan pariwisata harus menunjukkan authentic beverage di Pulau Dewata.
“Bagaimana arak bisa menjadi ikon beverage kita di Bali, untuk saat ini lokal domestik kita sangat appreciate dengan adanya arak Bali,” katanya.
Baginya, peran pemerintah sangat penting dan utama mengarahkan petani arak, khususnya untuk mempunyai mindset membuat kualitas arak yang lebih bagus.
“Semakin banyak daerah produksi arak, semakin memajukan SDM lokal kita sendiri,” imbuhnya.
Hatten Wine pun memiliki produk arak Bali yang sudah terkenal, yakni arak Dewi Sri.
Produk Dewi Sri sudah dipercaya di beberapa hotel bintang lima dan restoran terkemuka di Bali.
Hal itu lantaran produk Dewi Sri sudah memiliki legalitas mulai dari BPOM dan bea cukai.
“Pemasaran arak Dewi Sri hampir di seluruh tempat industri, seperti hotel, restoran, kafe, dan retail seluruh Bali serta beberapa daerah di Indonesia,” tutur Gus Teja. (wem/ask)