Perempuan Ini Bekap Bayinya di Kamar Mandi Hingga Tak Bernyawa, Tissa Pingsan Dituntut 10 Tahun
Tubuh Tissa Agustin Sanger (19) langsung roboh usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan pidana 10 tahun penjara, Senin (25/2).
Penulis: Putu Candra | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tubuh Tissa Agustin Sanger (19) langsung roboh usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan pidana 10 tahun penjara, Senin (25/2).
Perempuan muda ini pingsan, dan tak pelak suasana ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menjadi riuh.
Jaksa serta beberapa pengunjung ruang sidang pun bergegas membantu mengangkat tubuh Tissa.
Perempuan berkacamata ini dituntut 10 tahun penjara, lantaran dinilai terbukti melakukan pembunuhan bayi yang dikandungnya sendiri.
Ia tega membunuh bayinya yang baru lahir di kamar mandi.
Sementara dalam surat tuntutan, Jaksa Ni Wayan Erawati Susina menyatakan, terdakwa Tissa terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar Pasal 80 ayat 4 Undang-Undang RI No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun. Dan pidana denda sebesar Rp.20 juta subsidair empat bulan penjara," tegasnya di hadapan majelis hakim pimpinan Dewa Budi Watsara.
Adapun dalam surat tuntutan, jaksa mengurai hal memberatkan dan hal meringankan yang menjadi pertimbangan mengajukan tuntutan.
Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa menyebabkan bayi yang dilahirkan meninggal dunia.
Perbuatan terdakwa, meresahkan masyarakat dan tidak berprikemanusiaan.
"Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan. Belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan usianya masih muda sehingga masih ada kesempatan memperbaiki diri," papar Jaksa Erawati.
Di sisi lain, tuntutan yang diajukan jaksa disayangkan oleh tim penasehat hukum terdakwa, Ni Made Ari Astuti dan GA Agung Yuli Marhaeningsih dari LBH Apik.
Dikatakannya, tuntutan jaksa mengabaikan beberapa poin dari keterangan ahli forensik maupun saksi ahli psikiater dari RSUP Sanglah.
"Kami akan mengajukan pembelaan tertulis. salah satu pertimbangannya terdakwa mengalami gangguan jiwa. Dia (terdakwa) IQ rendah, selama sekolah sering dibantu. Makanya ketika kejadian ini dia kebinggungan," kata Ari Astuti ditemui usai sidang.
Sebagaimana terungkap dalam surat dakwaan jaksa, kasus ini berawal dari ditemukannya mayat orok di perumahan sekitaran Padangsambian, Denpasar Barat, Kamis, 13 September 2018.