Terkait Supersemar, Ajudan Bung Karno Ini Beberkan Kebohongan Soeharto
Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret tahun 1966 atau yang lebih dikenal dengan Supersemar menjadi salah satu babak sejarah paling kontroversi
Mengapa Soekarno tidak mau membubarkan PKI?
Sebab, Soekarno ingin memegang teguh ajaran three in one-nya, yaitu Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme).
Soekarno konsisten sejak 1925 tentang Nasakom.
Dalam sebuah pidato, ia menegaskan bahwa "kom" tersebut bukanlah komunisme dalam pengertian sempit, melainkan marxisme atau tepatnya sosialisme.
Dalam kesempatan lain, Soekarno mensinyalir bahwa revolusi Indonesia telah dibelokkan ke kanan.
Padahal, menurut dia, revolusi Indonesia itu pada intinya adalah kiri.
Meskipun demikian, Soekarno bersaksi, "Saya bukan komunis."
Terkait kasus 1965, Soekarno mengetahui bahwa ada oknum PKI yang bersalah.
Namun, ia beranggapan kalau ada tikus yang memakan kue di dalam rumah, jangan sampai rumah itu yang dibakar.
Sidarto menuturkan, Soekarno masih memiliki peluang mengendalikan situasi pasca-Supersemar.
Ia menyebut posisi kekuatan ABRI saat itu masih 60:40 pro-Soekarno.
Masih banyak loyalis Soekarno di tubuh ABRI-Polri yang siap membela.
Para loyalis Soekarno itu di antaranya adalah Angkatan Udara di bawah KSAU Omar Dhani, Angkatan Laut di bawah KSAL Mulyadi, Polri di bawah Jenderal Pol Soetjipto Joedodiharhjo, dan Kodam Siliwangi di bawah Mayjen Ibrahim Ajie.
Kemudian, Korps KKA di bawah Letjen Hartono, Korps Brimob di bawah Anton Soedjarwo, dan sebagian besar pasukan Kodam Brawijaya yang setia membela Soekarno.
Namun, ketika para loyalis ini menyarankan untuk melawan, Soekarno menolaknya.