Pak Kumis, Pengawal Kapten Dipta yang Kian Terlupakan, Bolak-balik Masuk Rumah Sakit Akibat Demensia

I Wayan Tedja atau Pak Kumis merupakan satu dari empat orang kepercayaan tokoh pahlawan asli Gianyar, Kapten I Wayan Dipta

Penulis: eurazmy | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/M Ulul Azmy
I Wayan Tedja atau Pak Kumis, mantan veteran pengawal Kapten Wayan Dipta saat dirawat di RS Prima Medika, Denpasar. Pak Kumis menjadi satu-satunya veteran pejuang yang masih hidup di Gianyar, namun namanya kian terlupakan. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - I Wayan Tedja hanya bisa tergolek lemas tak berdaya di ranjangnya.

Pria renta yang kini genap berusia 92 tahun ini merupakan satu-satunya mantan veteran pejuang kemerdekaan yang masih hidup di Gianyar.

Semakin ke sini, pria kelahiran Gianyar 27 Maret 1927 ini semakin terlupakan.

Kondisinya kian memprihatinkan.

Selama 8 tahun, pria yang dikenal dengan nama Pak Kumis ini menghabiskan seluruh waktunya hanya di ranjang.

Ia yang sebelum sakit selalu berolahraga jogging ini kini bahkan tak bisa sedikitpun berjalan.

Kini, yang bisa dia lakukan hanya meracau tidak jelas, bicara, marah dan tertawa-tawa sendiri.

Menurut dokter, Pak Kumis mulai terserang penyakit demensia.

Baca: 125 Bonsai Dipamerkan dalam Pameran Bonsai Serangkaian HUT Kota Singaraja

Baca: Sering Diabaikan, Gejala Awal Serangan Jantung Mirip dengan Masuk Angin

Demensia adalah kondisi melemahnya fungsi otak mulai daya ingat hingga kemampuan berpikir.

Sindrom ini umumnya menyerang orang-orang lansia di atas 65 tahun.

Tak jarang ia harus dirujuk ke rumah sakit lantaran tubuhnya tiba-tiba melemas hingga tak sadarkan diri.

Kondisi ini tak hanya sekali, tapi seringkali terjadi.

Terakhir pada 13 Maret 2019 kemarin, Pak Kumis kembali dilarikan ke RS Prima Medika.

''Waktu itu malem tiba-tiba Bapak diem aja. Saya periksa nafas dan detak jantungnya kok tiba-tiba melemah. Langsung kami bawa ke rumah sakit,'' ujar Dr Sinarja, anak keempat dari 8 bersaudara saat ditemui di RS Prima Medika Denpasar, Minggu (17/3/2019).

Baca: Pertama Kali dalam Sejarah, Dua Kapal Pesiar Sandar di Pelabuhan Benoa

Baca: Dari Kesehatan Mata hingga Mencegah Kanker, 6 Manfaat Konsumsi Kacang Panjang yang Jarang Diketahui

Beruntung ia mendapatkan penanganan di waktu yang tepat sehingga kondisinya kini mulai berangsur pulih.

Saat Tribun Bali berkunjung, Pak Kumis tampak berbicara dan tertawa-tawa sendiri.

Senandung-senandung kecil selalu ia selipkan di tengah dialognya sembari tertawa-tawa setelahnya.

''Gak tau, kami juga gak paham apa yang Bapak bicarakan. Setiap hari emang gini dia, kadang juga marah-marah, nangis juga. Mungkin itu memori-memori masa lalu beliau,'' kata Sinarja.

Dikisahkan Sinarja, I Wayan Tedja merupakan satu dari empat orang kepercayaan tokoh pahlawan asli Gianyar, Kapten I Wayan Dipta.

Dulu saat masa perjuangan ada 4 pengawal yang sering terlihat bersama Kapten Dipta yakni Made Gulem (Alm), Nyoman Krebek (Alm), Nyoman Taweng (Alm) dan Wayan Tedja (Pak Kumis).

Baca: Manfaatkan Sampah di Rumah, Komunitas Go Green Deen Ajak IRT Buat Kompos

Baca: Tiga Hari ke Depan Wilayah Bali Diprediksi Dilanda Hujan Ringan-Sedang, Begini Imbauan BMKG

Sebagaimana diketahui, laskar Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang dikomandoi Kapten Dipta memutuskan berjuang mengusir kolonial Belanda meski ditentang oleh pemerintahan Gianyar sendiri.

Kalangan pemuda ini menilai pemerintah daerah saat itu terlalu berpihak kepada Belanda sehingga ketidakadilan kerap terjadi di depan mata.

Hingga meletuslah perang yang menyebabkan Kapten Dipta tertembak dan gugur pada1946 di usia belia 20 tahun.

Sebagai penghormatan atas jasanya, nama Kapten Dipta resmi dipakai sebagai nama stadion terbesar dan markas tim andalan baru, Bali United.

Beruntung Pak Kumis menjadi salah satu front pejuang yang masih selamat.

Setelah masa kemerdekaan, Pak Kumis dijadikan sebagai pegawai pemerintahan di Dinas Pertanian Bali hingga pensiun.

Baca: 2000 Orang Ikuti Colour Fun Run di Bajra Sandhi, Hidup Sehat dengan Cara Menyenangkan!

Baca: Pantai Suluban, Nikmati Keindahan Pantai yang Tersembunyi di Balik Gua Karang

Setelah pensiun, ia menghabiskan masa tuanya di kediamannya di Banjar Teges Kelod, Gianyar.

Selama itu, ia juga aktif tercatat sebagai anggota resmi DPC Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Gianyar.

Beberapa kali ia juga memperoleh piagam Satya Lencana LVRI dari presiden.

Namun seiring waktu, satu-persatu anggota LVRI Gianyar pun meninggal dunia.

Hingga saat ini, Pak Kumis menjadi satu-satunya pelaku dan saksi sejarah yang masih hidup di Gianyar.

Namun nama besar Laskar Pemuda Republik Indonesia itu kini makin redup dan seakan menjadi laskar tak berguna.

Baca: 6 Zodiak Ini Terkenal Rela Berkorban Apapun Demi Kekasih, Cinta Berada di Atas Daftar Prioritas!

Baca: BREAKING NEWS Gempa 5,8 SR Guncang Lombok Timur, Getaran Terasa hingga Bali

Sinarja mengungkapkan, ayahnya tersebut sudah lama mulai dilupakan Pemda Gianyar.

Tidak pernah ada lagi undangan menghadiri acara-acara kebangsaan mampir kepada beliau.

''Terakhir saat kepemimpinan Tjok Budi Suryawan era 80-an itu masih diundang, cerita-cerita sejarah lalu. Saat beliau sudah gak menjabat, sudah gak pernah ada lagi. Sekarang jadi 'Laskar Tak Berguna','' ucapnya.

''Beda dengan di Denpasar kan, veterannya masih sering dikunjungi, diperhatikan. Ini artinya generasi penerus bangsa bisa jadi sudah lupa sejarah bangsanya sendiri,'' tuturnya kecewa.

Ia sangat menyayangkan hal itu, terlebih pada pemerintah yang terkesan membiarkan ingatan-ingatan tentang perjuangan kemerdekaan pada generasi penerus bangsa semakim terkikis.

''Ya maksud harapan kami sih seperti itu. Bukan berarti butuh penghormatan atau apa. Bukan juga maksud butuh apa. Cuman itu aja yang kita sayangkan,'' ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved