Wayang Emas Majapahit Tedun di Purnama Kedasa Aura Magis Sangat Kuat

Pementasan wayang yang terbuat dari emas kuning dan putih menarik perhatian krama.

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN BALI/I WAYAN ERI GUNARTA
Jro Dalang, I Ketut Alit Sujaya, yang kerap mementaskan Wayang Emas Majapahit ini mengatakan, kesan dalam mementaskan wayang emas ini sangat berbeda dengan pementasan wayang pada biasanya. Kesan magis sangat kuat. 

Wayang Emas Majapahit Tedun di Purnama Kedasa Aura Magis Sangat Kuat. Pementasan wayang yang terbuat dari emas kuning dan putih menarik perhatian krama. Sebab tak banyak yang mengetahui bahwa di Bali ada Wayang Emas.

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Purnama Kedasa merupakan hari suci.

Banyak ritual agung digelar di Bali. Bahkan, Wayang Emas Majapahit pun tedun di hari sakral ini.

Wayang ini mesolah saat Karya Agung di Pura Kahyangan Tiga Desa Pakraman Perangsada, Blahbatuh, Gianyar, Rabu (20/3/2019) pagi.

Berdasarkan data dihimpun Tribun Bali, Wayang Emas ini dalam kesehariannya distanakan di Griya Peling, Desa Padangtegal, Ubud.

Jumlahnya mencapai 100 buat, yang terdiri dari tokoh-tokoh pewayangan Mahabharata dan Ramayana.

Baca: Biaya Upakara Bisa Dua Kali Lipat Jadi Alasan Warga Belum Mau Ambil Jenazah yang Dititipkan di RS

Baca: Lika-liku Kehidupan Kamis Kliwon Menaik, Cek di Sini

Baca: Begini Skema Polisi Ungkap Komplotan Rusia, Hanya Butuh 2 Jam, Senjata Serbu Masih Misteri

Baca: Gubernur Minta Minimal 10 Ribu Orang Harus Hadir, 2 Ribu Penari Akan Sambut Presiden di Pasar Badung

Keberadaan Wayang Emas di Geriya Peling ini bermula saat Ida Pedanda Geriya Peling, Ida Pedanda Gede Jungutan Manuaba, didatangi seorang warga Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada 2009 silam.

Warga tersebut dikatakan masih trah dari Kerajaan Majapahit, yang memiliki misi menyelamatkan benda-benda bersejarah warisan Kerajaan Majapahit.

Kepada Ida Pedanda, orang tersebut mengatakan menerima wangsit, supaya Wayang Emas yang disimpannya diwariskan pada Griya Peling.

Namun di Griya Peling, wayang tersebut tidak disimpan begitu saja.

Melainkan harus digunakan untuk meringankan beban masyarakat, khususnya dalam hal ritual keagamaan di Bali.

Karena itulah, setiap wayang dipentaskan, masyarakat tidak dikenakan sesari sepeser pun.

Lantaran berasal dari Kerajaan Mahajapahit, bentuk-bentuk wayangnya sangat berbeda dengan wayang pada umumnya di Bali. Nuansa Kejawen tampak lebih kental.

Biasanya wayang di Bali, memakai tokoh Tualen dan Merdah sebagai punakawan.

Sementara Wayang Emas memakai tokoh Semar.

Terkait keaslian emas tersebut, pihak griya tak menyangsikan.

Sebab keasliannya sudah pernah diteliti oleh penelusur warisan Majapahit, dengan cara melakukan tes satu persatu di sebuah kantor pegadaian di Gianyar.

Hasilnya, wayang ini terbukti terbuat dari emas murni, dengan kisaran 18 karat sampai 22 karat.

Jro Dalang, I Ketut Alit Sujaya, yang kerap mementaskan Wayang Emas Majapahit ini mengatakan, kesan dalam mementaskan wayang emas ini sangat berbeda dengan pementasan wayang pada biasanya. Kesan magis sangat kuat.

Bahkan dirinya seperti ada yang menjaga dan menuntun dalam setiap mementaskannya.

Selain itu, saat mengangkat wayang ini dalam keadaan tidak pentas, rasanya sangat berat.

Namun saat tengah pentas, meskipun dirinya sedang memegang banyak wayang. Namun wayang-wayang tersebut terasa ringan.

“Kesan magis sangat kental saat mementaskan wayang ini. Setiap melakukan pementasan, saya seperti ada yang melindungi dan menuntun, sehingga setiap pementasan bisa dilalui dengan lancar,” ujar pria asal Peliatan, Ubud, itu. (wayan eri gunarta)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved