Cerita Poliandri Tinggal Satu Atap di Tibet, Leluasa Bicara Seks, Begini Kode untuk Urusan Ranjang
Suami-suami bisa saling bekerja sama untuk menafkahi keluarga, saling menghormati dan menjaga istri mereka.
Cerita Poliandri Tinggal Satu Atap, Leluasa Bicara Seks, Begini Kode untuk Urusan Ranjang
TRIBUN-BALI.COM – Kadang fakta soal poliandri (wanita memiliki suami lebih dari satu orang) tidak seperti yang ada di benak kita.
Malah keluarga yang melakukan poliandi ini lebih harmonis dibandingkan dengan mayoritas keluarga yang menganut monoandri (satu orang memiliki satu pasangan).
Seorang istri harus adil dalam mengurus makanan, pakaian, kesehatan hingga hubungan intim dengan suami-suaminya, meskipun tekanan sosial menghimpitnya.
Suami-suami bisa saling bekerja sama untuk menafkahi keluarga, saling menghormati dan menjaga istri mereka.
Ketika seorang wanita menikah dengan pria, normalnya akan membuat acara pernikahan yang mewah, dengan pengiring pengantin pria yang mungkin adalah saudara laki-lakinya.
Baca: Cinta dalam Jejak Poliandri Komang Ayu Wanita Asal Banyuatis Berujung Hukuman
Baca: VIDEO! Kondisi Suku Togutil Terekam Kamera Berteriak di Atas Tebing, Begini Penampilannya
Baca: Suku Primitif di Maluku Utara Serang 5 Pemburu, 3 Tewas Penuh Luka, Ada Panah, Parang, dan Tombak
Pada dasarnya, yang akan dipilih sebagai pengiring pengantin pria adalah laki-laki yang paling besar.
Ternyata, jika seorang kakak laki-laki tidak bisa hadir, maka dapat digantikan oleh adik laki-laki, atau bahkan digantikan oleh seorang ayah.
Singkat cerita, mengenai hal ini tidak ada yang pasti dan tergantung pada keadaan ketika itu.
Hubungan kehidupan rumah tangga dengan para suami harus ada persetujuan sebelumnya di antara mereka.
Seorang istri tidak bisa seenaknya melakukan hal yang disukai dan harus adil.
Orang-orang Tibet menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan antara pria dan wanita.
Perang dingin, pengkhianatan, dan perpisahan sangat dilarang di sana.
Setiap hari hidup bersama dalam satu atap sehingga tidak perlu lagi ada yang disembunyikan atau timbul rasa curiga.
Seorang istri mau bersama dengan suami yang mana, bisa dengan leluasa membicarakannya, bisa ketika makan, ketika berjalan, bahkan ketika pertemuan keluarga.
Biasanya, seorang suami yang berada di kamar yang sama dengan istrinya, akan menggantungkan sepasang sepatu mereka, sehingga orang lain yang melihatnya akan mengerti dan pergi.
Tentu saja, cara ini juga tidak mutlak.
Anak-anak yang lahir dirawat bersama oleh para suami, tidak ada yang mempermasalahkan sebenarnya anak tersebut dari suami yang mana.
Bagi mereka, anak tersebut adalah anak bersama.
Dalam memberi nama panggilan, ada keluarga yang membiarkan seorang pria yang lebih tua dipanggil ‘ayah’, dan saudara yang lain dipanggil ‘paman’.
Ada juga keluarga yang memanggil semua saudara sebagai ‘ayah’.
Tetapi tidak peduli bagaimanapun juga, di dalam hati seorang anak, semua ‘ayah’ sangat berharga.
Seiring perkembangan jaman selama ribuan tahun, bentuk pernikahan ini kemudian berubah, yang erat kaitannya dengan kehidupan dan produksivitas.
Sistem poliandri di Tibet adalah hasil dari keterbelakangan ekonomi dan budaya ketika itu.
Tapi karena perkembangan zaman dan pendidikan, membuat bentuk pernikahan seperti itu lama kelamaan menjadi hilang. (*)