Melarat di Pulau Surga

Mengaku Keluarga Berada di Biaung-Tabanan, Luh Ariani: Bilangnya Benci Sama Saya

Sama seperti seorang wanita pada umumnya, meski fisiknya tak bisa digerakkan dengan baik, Luh Ariani tetap memasak dan meracik makanannya sendiri.

Penulis: Noviana Windri | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Noviana Windri
Luh Ariani, wanita yang tinggal dalam sebuah rumah batu di kaki Gunung Batu, Jalan Pendakian Gunung Batur, Kintamani, Bangli, Bali, Sabtu (13/4/2019). 

Ruang kedua berada di sisi kiri yang berfungsi sebagai ruang tidur.

Namun, di ruangan yang ia anggap sebagai ruang tidur tersebut tidak terlihat dipan, kasur, bantal, selimut atau perabotan tidur lainnya. Hanya terlihat beberapa karung beras bekas di tanah dan di dekat pembatas ruangan.

"Itu buat alas saya tidur. Kalau hujan ya banjir. Terus saya tidur pindah ke dapur sini. Soalnya kalau di kamar itu pasti bocor. Kalau di dapur ya tidak terlalu banyak air," ujar Luh Ariani sambil menunjuk atap terpal yang sudah mengembung karena menampung air hujan.

Mandi Saat Hujan Turun

Di sekitar rumah batu Luh Ariani tak ditemukan area khusus untuk tempat mandi, cuci dan kakus (MCK).

Saat Tribun Bali menanyakan bagaimana cara ia mandi, ia mengaku mandi hanya ketika hujan.

"Saya mandi kalau hujan saja. Kalau tidak hujan ya tidak mandi. Tapi kadang saya pergi ke danau. Tidak ada yang nganter, saya jalan ke danau sendirian. Karena jauh saya tidak kuat kalau sering ke danau, makanya mandi kalau hujan saja," ceritanya.

Sedangkan untuk keperluan air sehari-hari, ia menggunakan air hujan yang ia tampung dalam 2 buah bak plastik berukuran sedang.  

Luh Ariani juga hanya memiliki beberapa potong pakaian. Satu pasang pakaian yang melekat pada tubuh yang ia kenakan saat ditemui Tribun Bali.

Dan, beberapa helai kain yang ia jemur di depan rumah batu. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved