Di Negara Maju, Para Milenial Punya Pendapatan Lebih Rendah dari Orangtua, Ini Sebabnya

Jumlah kelas menengah terus menurun di negara-negara maju di dunia, dan perubahan tersebut semakin terlihat di generasi yang lebih muda.

Ilustras/pexels.com/Fox
Ilustrasi generasi milenial 

TRIBUN-BALI.COM, NEW YORK - Jumlah kelas menengah terus menurun di negara-negara maju di dunia, dan perubahan tersebut semakin terlihat di generasi yang lebih muda.

Laporan yang dipublikasikan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menunjukkan, sebanyak 60 persen milenial (kelahiran tahun 1983-2002) di negara maju masuk dalam kategori kelas menengah.

Jumlah tersebut lebih rendah dari baby boomers (kelahiran tahun 1943-1964), yang mencapai 70 persen masuk dalam kategori penduduk kelas menengah.

Laporan bertajuk Under Pressure: The Squeezed Middle Class ini menunjukkan, jumlah populasi penduduk kelas menengah di negara-negara maju di dunia telah merosot dari sebesar 64 persen pada tahun 1980an menjadi hanya 61 persen saat ini.

Dikutip dari CNBC, Selasa (16/4/2019), laporan yang melakukan analisa di 36 negara perekonomian terbesar di dunia tersebut mendefinisikan kelas menengah sebagai mereka yang menghasilkan 25 persen hingga 200 persen dari median (titik) tengah dari jumlah penghasilan nasional.

Baca: Kelas Kreatif BUMN untuk Milenial, Generasi Muda Mesin Pencipta Kreativitas

Baca: Begini Saran Aktris Atiqah Hasiholan kepada Kaum Milenial Bila Hadapi Masalah Hidup

Jika di Amerika Serikat, mereka yang masuk dalam kategori kelas menengah adalah yang berpenghasilan 23.416 dollar AS hingga 62.442 dollar AS bagi orang-orang yang masih lajang.

Dalam laporan tersebut dijelaskan, adanya kesenjangan pendapatan merupakan salah satu faktor mengapa millenial menjadi semakin sulit untuk bisa menjadi bagian dari kelas menengah.

Rata-rata pertumbuhan pendapatan di negara maju dalam 30 tahun terakhir cenderung stagnan sementara biaya hidup semakin tinggi dan banyak pekerjaan yang cenderung tak stabil.

Pada saat yang bersamaan, rumah tangga kaya semakin banyak mengumpulkan kekayaannya.

"Penemuan saat ini memperlihatkan 10 persen dari orang-orang yang berada pada posisi atas pada distribusi pendapatan mendominasi hampir setengah dari total kekayaan, sedangkan 40 persen terbawah hanya menyumbang 3 persen," ujar laporan tersebut.

Baca: Bertani Kini Semakin Canggih, Kementan Dorong Generasi Milenial untuk Masuki Industri Pertanian 4.0

Baca: Gerakan Petani Milenial Digelar di Bali, Diisi Sosialisasi Pergub hingga Pemasaran Berbasis Online

Seiring dengan semakin kayanya orang kaya, dengan kata lain kelas menengah semakin tersisih.

Meskipun lebih dari separuh populasi dari negara maju merupakan kelas menengah, namun jumlahnya semakin sedikit.

Kenyataannya, sejak generasi baby boomer, pertumbuhan masyarakat kelas menengah kian sedikit begitu pula penerusnya.

Karena itulah, mereka yang usianya lebih muda akan menanggung beban utang yang kian besar.

Hal itu disebabkan oleh stagnasi pendapatan.

Pertumbuhan upah rata-rata hanya sebesar 0,3 persen per tahun pada 2007-2017.

Sementara pertengahan 1980 hingga 1990, pertumbuhan pendapatan bisa mencapai 3 kali lipat.

Sementara di sisi lain, biaya hidup terus meningkat, terutama ongkos perumahan yang telah tumbuh dua kali lebih cepat dari inflasi.

Baca: Milenial, Sudahkah Kamu Mengalokasikan Dana Darurat? Ini Porsi Ideal dari Pengeluarannya

Baca: Mona Ratuliu Bagikan Tips Mengasuh Anak Milenial di Banyuwangi

"Atau dua kali lebih cepat daripada pendapatan rata-rata rumah tangga," sebut laporan tersebut.

Perumahan juga jadi penyumbang lebih dari sepertiga dari pengeluaran keluarga, dibandingan dengan hanya seperempat pada 1995 lalu.

Biaya perawatan kesehatan dan pendidikan pun melampai inflasi, khususnya di Amerika Serikat.

Hal itu membuat banyak orang di kelas menengah harus berjuang untuk membayar tagihan mereka sehari-hari.

"Lebih dari 20 persen rumah tangga berpendapatan menengah menghabiskan lebih banyak dari yang mereka dapatkan," jelas laporan tersebut.

Orang dewasa berusia 18 hingga 29 tahun mungkin paling merasakan tekanan, berkat kombinasi kenaikan biaya dan upah rendah.

Faktor-faktor tersebut dapat mempersulit mereka untuk melunasi utang dan menabung untuk masa depan.

Mereka menabung lebih sedikit daripada di masa lalu semakin berisiko terlilit utang, yang membuat semakin banyak orang tersingkir dari kelas menengah.

"Keresahan pekerjaan juga meningkat, dengan satu dari enam pekerjaan saat ini berisiko terotomatisasi," jelas laporan tersebut.

Berkurangnya kelas menengah berarti bahwa lebih sedikit generasi milenial yang mampu mendapatkan peluang yang sama dengan yang dilakukan oleh baby boomer pada usia mereka, seperti memiliki rumah dan mengejar pendidikan tinggi.

“Kelas menengah dulu merupakan aspirasi. Bagi banyak generasi, itu berarti kepastian tinggal di rumah yang nyaman dan memberikan gaya hidup yang menyenangkan. Namun sekarang ada tanda-tanda bahwa fondasi demokrasi dan pertumbuhan ekonomi kita tidak stabil seperti di masa lalu,” demikian bunyi laporan itu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Milenial di Negara Maju Makin Miskin dari Orangtuanya, Kenapa?"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved