Smart Woman
Putu Ayu Sutaningrat Puspa Dewi: Semangat Menempuh dan Membangun Pendidikan
Ia telah mencoba beasiswa sejak 2012 dan sudah lima kali menghadapi kegagalan. Hingga akhirnya upaya keenam di tahun 2018 berhasil
Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Lahir di sebuah keluarga sangat sederhana di Desa Mengening, Buleleng, sejak usia empat tahun, Putu Ayu Sutaningrat Puspa Dewi menyaksikan perjuangan luar biasa ayah ibunya dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya.
Bersama kedua orangtuanya akhirnya Puspa pindah ke Denpasar.
“Sejak kecil saya dididik untuk tidak setengah-setengah. Optimal atau tidak usah sama sekali. Hal ini membuat saya selalu berupaya menyuguhkan yang terbaik pada apapun yang saya jalani,” kisah Puspa yang kini sedang berada di Inggris untuk menempuh studi S2 dengan beasiswa Chevening.
Menurutnya, prestasi dan perkara rejeki akan mengikuti seberapa besar upaya yang telah seseorang berikan. Bagi Puspa, orang tua memiliki peranan yang sangat besar hingga ia mampu pada pencapaian prestasinya kini.
Sedari dulu, ia juga sangat senang mapping and connecting people. Pada tahun 2014, ia mengundang Made Hery Santosa yang saat itu usai menunaikan S3 di Australia, Kadek Ridoi Rahayu setelah menempuh S2 di Amerika, dan I Kadek Swastika yang berhasil menuntaskan S2 di Inggris.
Tujuannya adalah untuk berbagi pengalaman mereka kepada pejuang pelamar beasiswa dalam acara yang dinamainya Clinical Workshop (CW).
Puspa mengaku program CW dilakukan dengan organik dan mengalir begitu saja. Hingga kini CW sudah mencapai yang ke-15.
Mereka roadshow ke kampus-kampus dan bahkan menerbitkan buku kumpulan kisah pejuang beasiswa.
“Saya merasa dunia pendidikan adalah panggilan jiwa saya. Saya cukup banyak mencoba berbagai bidang hingga akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa pendidikan adalah wadah yang tepat untuk saya mengaktualisasikan diri, berkarya, dan berbagi potensi yang saya miliki,” ungkapnya.
Begitu pula dalam menjalankan segala kesibukannya, jarang sekali ada rasa lelah dan bosan menghampirinya. Banyak guru dan dosen yang menginspirasi Puspa.
Dari merekalah ia belajar bagaimana membuka potensi terbaik seseorang melalui kepercayaan dan kesempatan untuk berproses dalam kegiatan belajar.
“Dalam menghadapi kegagalan beasiswa berkali-kali, saya juga diyakinkan dan didukung oleh Prof Dewa Komang Tantra untuk terus mencoba. Terinspirasi oleh guru-guru seperti ini saya ingin turut memberi warna pada pendidikan kita untuk kiranya terus berbagi dan memberi arti,” tegas Puspa yang kedua orang tuanya juga menempuh studi di Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
Ia telah mencoba beasiswa sejak 2012 dan sudah lima kali menghadapi kegagalan. Hingga akhirnya upaya keenam di tahun 2018 berhasil.
Ia percaya bahwa setiap kesempatan ada momentumnya.
“Tugas kita hanya berusaha dan berdoa. Jangan ngotot bila memang belum tiba waktunya. Karena saat kita benar-benar ingin tidak selalu berarti kita benar-benar telah siap,” ucapnya.