Smart Woman
Putu Ayu Sutaningrat Puspa Dewi: Semangat Menempuh dan Membangun Pendidikan
Ia telah mencoba beasiswa sejak 2012 dan sudah lima kali menghadapi kegagalan. Hingga akhirnya upaya keenam di tahun 2018 berhasil
Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Widyartha Suryawan
Ia pun menceritakan momen yang sangat berkesan saat interview beasiswa Chevening.
“Saya kira teman mengobrol saya di lobi adalah sesama kandidat beasiswa, ternyata beliau alumni yang menjadi interviewer pada pergantian sesi setelah makan siang. Saya sempat bingung karena seukuran kandidat, hampir semua pegawai Kedubes Inggris yang lewat di lobi menyapa beliau. Usai interview saya bertanya pada salah satu pegawai disana, ternyata beliau adalah alumni Chevening yang menjabat sebagai Asisten Deputi Kantor Eksekutif Presiden Republik Indonesia. Wah, saya langsung mati gaya,” tuturnya.
Skala Prioritas dan Pahami Batas
Sebagai perempuan yang sudah berkeluarga dan kini masih menempuh studi, Puspa harus pandai betul mengatur waktunya.
Ia meyakini perempuan pada umumnya dihadapkan pada banyak peran, dengan keseimbangan ini, seseorang memiliki neraca untuk menakar tantangan dan kesempatan.
Di samping meningkatkan logika, baginya penting mengasah intuisi. Ia percaya banyak keputusan-keputusan terbaik lahir dari keseimbangan mengelola pikiran dan hati. Hal ini menstimulasi kesadaran, kedewasaan, dan kejernihan dalam memutuskan.
Ia pun terus melatih kemampuan menyusun skala prioritas dan berusaha memahami batasnya.
“Semua hal itu perlu energi, waktu, dan biaya. Dalam pelaksanaan, biasanya saya membedakan mana yang harus saya kerjakan sendiri dan mana yang bisa didelegasikan, mana yang harus disegerakan mana yang bisa dikerjakan belakangan. Ada juga kalanya kita harus tahu batas
"Kapan untuk berkata cukup atau bahkan tidak. Saya masih terus belajar untuk hal ini, karena keterampilan hidup seperti ini perlu dilatih. Utamanya saat bertemu medan masalah yang menghadapkan kita pada pilihan. Tetapi paling tidak kita punya konsep untuk bekal pertimbangan,” tuturnya.
Sebagai perempuan Bali, baginya yang terpenting adalah harus tetap berkarya dan menjalani kodratnya dengan bahagia.
Hanya perempuan-perempuan yang “selesai” dengan dirinya yang punya kapasitas dan ruang untuk keluarga dan orang-orang di sekitarnya. (*)