Menyeruput Secangkir Kopi di M. Aboe Thalib Tabanan, Kedai Legendaris Sejak 1940

Kedai M. Aboe Thalib di Jalan Gajah Mada, Tabanan, merupakan kedai legendaris yang tak pernah mati sejak 1940

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Made Prasetia Aryawan
Suasana di kedai M. Aboe Thalib di Jalan Gajah Mada, Tabanan, Rabu (15/5/2019). Sejumlah pengunjung saat menikmati kopi di kedai legendaris di Tabanan. 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN -  Kedai ini terletak di pertokoan Jalan Gajah Mada, Tabanan. Bangunannya yang klasik itu sudah tak asing lagi bagi masyarakat Tabanan.

Kedai ini tak pernah sepi, terlebih siang hari ketika jam istirahat.

Bahkan, emperan ruko-ruko sebelahnya pun akan dipenuhi para penikmat kopi ketika akhir pekan tiba.

Benar, namanya Kedai M Aboe Thalib.

Kedai yang sudah berdiri sejak 1940 ini tetap eksis dengan cita rasa kopi yang khas. 

Kebanyakan pengunjung di kedai ini memesan kopi saring atau kopi susu. Dua varian tersebut merupakan menu andalan dari kedai Kedai M Aboe Thalib.

Selain dua menu tersebut, Aboe Thalib juga menyediakan minuman lainnya seperti es susu, es kopi susu, es kunyit, dan lainnya.

Tak ketinggalan, aneka makanan ringan seperti kripik, kue, jajan bali, gorengan juga tersedia. Belakangan, kedai ini juga menjual nasi jinggo.

Generasi ketiga usaha kopi legendaris di Tabanan ini, Bagus Tri Waluyo (50) menuturkan, awalnya usaha kedai kopi ini dibangun oleh buyutnya yang bernama M Aboe Thalib.

Usaha ini dirintis sejak tahun 1940 silam, setelah beberapa tahun leluhurnya pindah dari Blora, Jawa Tengah, ke Kampung Jawa, Tabanan.

Suasana di kedai M. Aboe Thalib di Jalan Gajah Mada, Tabanan, Rabu (15/5/2019). Sejumlah pengunjung saat menikmati kopi di kedai legendaris di Tabanan.
Suasana di kedai M. Aboe Thalib di Jalan Gajah Mada, Tabanan, Rabu (15/5/2019). Sejumlah pengunjung saat menikmati kopi di kedai legendaris di Tabanan. (Tribun Bali/Made Prasetia Aryawan)

Saat itu, warung kopi ini menjadi tongkrongan para pekerja di zaman Belanda. Para meneer atau pejabat negara pada waktu itu pun kerap nongkrong di warung kopi ini. 

Menurut penuturan Tri Waluyo, wafatnya Aboe Talib kemudian dilanjutnya oleh ayahnya H. Supono.

Sekitar tahun 80 sampai 90-an, warung kopi Aboe Talib justru menjadi tongkorang bagi pensiunan TNI, Polri dan pegawai negeri sipil yang pensiuan.

Namun, pada awalnya hingga tahun 2000-an, yang nongkrong di tempat ini sebagian besar orang tua.

"Artinya dulu jarang anak muda kesini, paling beberapa orang. Kebanyakan orang tua yang ngopi di sini. Sekitar tahun 2010 ke atas baru mulai anak muda ramai datang kesini," ujar Tri Waluyo sembari melayani pembelinya.

Setidaknya 150-200 gelas perhari atau 5-10 kilogram kopi ludes diburu para penikmat kopi.

Tak hanya Tabanan, warga luar Tabanan pun kerap datang untuk sekadar mencicipi kopi legendaris ini.

"Tumben saya kesini, karena banyak temen juga yang bilang enak akhirnya mampir kesini," ujar Agus Adi Sanjaya, warga Jembrana sembari menyebutkan sengaja untuk datang ke M Aboe Thalib untuk mencicipi kopinya.

Menurut Agus Adi, cita rasa kopi di kedai ini  sangat khas. Apalagi, banyak menu makanan penunjang yang disediakan untuk para penikmat kopi.

"Karena tumben ke sini saya sudah habis dua gelas. Memang bikin ketagihan, kopinya enak dan khas," katanya.

Jaga Cita Rasa
Saat ini, budaya minum kopi di masyarakat tampaknya semakin menggeliat. Hal itu terbukti dengan menjamurnya kedai kopi di sudut-sudut kota hingga ke desa-desa.

Di tengah persaingan bisnis kopi itu, generasi ketiga Kedai M Aboe Thalib, Bagus Tri Waluyo mengatakan akan tetap menjaga cita rasa kopi yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu itu.

Biji kopi yang digunakan adalah kopi robusta lokal Tabanan.

"Kami tidak berani mengubah, karena itu menyangkut cita rasa juga. Di sini memang tetap menggunakan kopi lokal Tabanan saja," jelasnya.

Warung kopi ini mulai buka pukul 06.00 pagi hingga pukul 24.00 Wita.

Segelas kopi saring hanya merogoh kocek senilai Rp 5 ribu sedangkan Kopi susu Rp 7 ribu. Sedangkan untuk es kopi atau lainnya mulai Rp 8 ribu ke atas.

"Jika akhir pekan, tempat ini akan lebih dipenuhi oleh anak muda. Mereka lebih banyak akan menikmati es kopi susu atau es susu, terkadang juga es kunyit. Sedangkan, orang tua pasti akan mencicipi kopi saring (kopi hitam) atau kopi susu," ceritanya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved