Kisah Mistis Dalang Calonarang Bali Kerap Ada “Ngetes”, Setelah Pentas yang Ngerjai Berakhir Begini

Karena berani ngundang leak, para dalang ini pun tak jarang “dites” oleh orang-orang memiliki ilmu hitam.

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Kolase Tribun Bali/FB
Dalang Calonarang Dug Byor I Putu Gede Sartika yang akrab disapa Sangar. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Pengalaman mistis sering dialami dalang calonarang saat atau sesudah pementasan.

Karena berani ngundang leak, para dalang ini pun tak jarang “dites” oleh orang-orang memiliki ilmu hitam.

Seperti pengalaman yang pernah dialami dalang calonarang Ida Bagus Sudiksa setelah mementaskan wayang calonarang di sejumlah tempat di Bali.

Dalang yang kini berusia 61 tahun ini sempat “dites” kala pentas di Karangasem beberapa tahun silam.

“Saat itu usia saya masih 30 tahunan. Kejadiannya di Karangasem. Setelah saya selesai mementaskan wayang calonarang, tiba-tiba ada yang berbisik ke saya akan dicelakai dari jauh,” ungkap dalang asal Banjar Jambe, Desa Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini.

Baca: Sangar Tak Takut Diserang Leak, Fenomena Dalang Calonarang Dug Byor Ngundang Leak

Tapi, bukannya Gus Sudiksa yang celaka. Justru orang yang niat mencelakainya meninggal dunia 42 hari setelah pementasan wayang calonarang di daerah tersebut.

Padahal, Gus Sudiksa tidak melakukan perlawanan dalam bentuk serangan balik dan sebagainya. Ihwal tersebut ia ketahui dari pesan mistis yang disampaikan oleh wayang yang ia punya.

“Waktu itu ada yang ngetes, terus wayang saya bilang kasih dia waktu 42 hari. Terus ada lagi yang tiga hari meninggal. Saya tidak berbuat apa-apa. Saya juga tidak bisa membunuh,” kata dalang di Sekaa Wayang Calonarang Griya Sakti Telaga ini.

Selain itu, banyak pengalaman mistis yang ia alami selama menjadi dalang calonarang.

Namun pengalaman mistis itu sulit ia ceritakan dan sebutkan karena sifatnya lebih ke rasa bukan dalam wujud fisik.

“Itu rasa. Seperti rasa tidak enak. Ini ada satu wayang saya yang tahu itu. Seperti mistiklah. Kalau pengen bukti sulit. Makanya namanya mistik. Mistik itu keliru. Kalau ya mana buktinya? Tidak bisa dibuktikan,” ungkap Gus Sudiksa.

Menurutnya, menjadi dalang calonarang harus siap dengan risiko baik itu dites oleh orang yang memang berniat buruk.

Namun demikian, hal itu hendaknya tidak menjadikan alasan seseorang untuk mengurungkan niat menjadi dalang calonarang.

“Pasti ada saja yang nyobak. Karena di dunia ini ada yang suka ada yang tidak. Tidak jadi dalang calonarang pun bisa ada yang nyobak juga. Tidur bisa mati. Apapun berisiko,” ungkap dalang yang sudah pernah pentas di seluruh kabupaten di Bali ini.

Bagi Gus Sudiksa, ilmu hitam dan ilmu putih itu beda tipis. Semua bergantung siapa yang menggunakan ilmu tersebut. Begitu pula ilmu pengeleakan. 

“Sama dengan senjata, kalau dipakai sembarangan bisa membahayakan orang.

Makanya polisi, dan aparat yang membawa. Kalau dipakai membunuh itu penjahat yang bawa,” jelasnya.

Gus Sudiksa sudah menjadi dalang calonarang sejak dirinya berusia 26 tahun.

Kesukaannya pada wayang calonarang barawal dari pengalamannya saat kecil yang sering ikut menonton pementasan tarian barong dan rangda.

Menurut Gus Sudiksa, dalam pementasan calonarang ada yang namanya penangkilan, ada perang, rebong, roman, menangis, gembira, dan ada juga ngundang leak.

Sebelum melakukan pementasan wayang calonarang, biasanya Gus Sudiksa selalu melakukan ritual khusus, seperti memohon secara mistis bahwa apa yang dipentaskan agar tidak ada yang tersinggung.

Ritual ia jalani dengan cara bersembahyang baik di sesuhunannya di rumah, di pura desa, dan di lokasi pementasan wayang calonarang.

Selama ini, Gus Sudiksa mengaku tidak menggunakan sesabukan saat mementaskan wayang calonarang di mana pun dan kapan pun.

Ia mempercayakan kepada sang penguasa yakni Tuhan Yang Maha Esa karena ia hanya ngayah.

“Saya mempercayakan kepada Yang Maha Kuasa. Karena apapun kehendak manusia, tapi kalau beliau menghendaki lain jadinya,” tutur Gus Sudiksa.

Sebagaimana yang dialami Ida Bagus Sudiksa, Dalang Calonarang Dug Byor, Putu Gede Sartika, juga pernah mengalami hal aneh selama ia menjadi dalang calonarang.

Salah satunya terjadi kala ia pentas di Petak, Gianyar.

Tiba-tiba saat sedang melakukan pementasan wayang calonarang ada seseorang yang datang membawa banten berisi pasepan.

Bukan hanya itu, setelah pementasan selesai, orang tersebut mengikutinya sampai di mobil.

“Pas saya mau masuk saya lihat dia, saya tanya dia apa sebenarnya tujuannya, terus dia belok kanan ke arah setra kemudian orang itu hilang,” ungkap pria berusia 37 tahun ini. 

I Putu Gede Sartika alias Sangar Dalang Calonarang Dug Byor Ngundang Leak
I Putu Gede Sartika alias Sangar Dalang Calonarang Dug Byor Ngundang Leak (Kolase Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara)

Sangar Tak Takut Diserang Leak

Leak Karangasem, Leak Klungkung, Leak Bangli, Leak Sanur, Leak Gianyar, Leak Ketewel, Leak Tegallalang, mai, mai, mai…… De anak sane ten ngelah pelih sakitine, ne dalange amah. Yen kanti buin telun dalange nu ngidang meangkian berarti sing ade leak dini (Leak, leak, leak datanglah, datanglah, datanglah. Jangan kau menyakiti orang yang tidak bersalah. Ini ada dalang, silakan makan. Kalau dalam tiga hari dalang ini masih hidup, berarti tidak ada leak di sini).”

Begitulah tantangan yang sering diungkapkan Dalang Calonarang Dug Byor setiap kali diundang untuk mementaskan wayang calonarang.

Ia tidak tanggung-tanggung mengundang dan menantang leak.

Bahkan, ia menyerahkan nyawanya untuk dijadikan tumbal saat pementasan.

Tidak hanya orang yang menguasai ilmu pengeleakan di daerah tempatnya pentas yang ia undang, tapi leak di seluruh Bali turut diundang untuk memakan dirinya.

Apakah dalang ini tak takut mati?

Selasa pekan lalu, Tribun Bali berkesempatan mewawancarai dalang calonarang yang sedang populer saat ini, yakni Dalang Calonarang Dug Byor, I Putu Gede Sartika, di rumahnya di Banjar Biya, Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar.

Sartika sebelumnya merupakan seniman bondres dengan nama Sangar, dan kini beralih profesi jadi dalang calonarang,

Pria berusia 37 tahun ini mengatakan bahwa momen ngundang leak saat pementasan wayang calonarang bukanlah ajang adu kesaktian.

Tetapi ia memiliki misi khusus untuk membuat masyarakat di tempatnya pentas lebih positive thinking terhadap keluarga, saudara, dan para tetangga.

“Makanya saya mengatakan dalam waktu tertentu kalau dalang masih hidup, berarti di daerah sana tidak ada leak. Sebab, zaman sekarang sedikit-sedikit orang sudah dicurigai bisa ngeleak. Pas kena masalah, ada tetangga melintas dicurigai bisa ngeleak, ada mertua melintas dicurigai bisa ngeleak. Jadi momen ngundang itu diharapkan bisa menghilangkan prasangka-prasangka buruk sehingga hubungan mereka baik antar saudara, dan masyarakat jadi harmonis,” tutur pria yang juga bernama Jro Mangku Dalang Samirana ini.

Sartika mengaku tidak pernah takut ketika suatu saat ada orang berilmu hitam yang ingin berbuat jahat atau jail.

Ia pun tak gentar mendapat serangan saat ngundang leak dalam pementasan.

Sebab, tujuannya adalah untuk ngayah dengan niat yang positif.

Menurutnya tidak menjadi dalang calonarang pun seseorang bisa mati, sebab kematian tersebut adalah pasti.

“Berbicara masalah kematian, walaupun tidak ngundang leak, kalau sudah takdir dan waktu sudah dipanggil oleh Sang Hyang Paramawisesa, ya kita harus ‘pulang’. Tidak mesti ngundang leak dalang itu meninggal. Sebenarnya ketakutan paranoid seperti itu kalau memang dasar ikhlas ngayah tidak ada rasa takut. Itu kalau saya pribadi,” ujar Sartika.

Dalam kehidupan masyarakat Bali, orang yang kebal santet, kebal cetik, dan segala ilmu hitam dianggap memiliki kesaktian tertentu, atau membawa bekal sesabukan, atau benda-benda keramat sebagai pelindung.

Lalu apakah Sang Dalang Calonarang Dug Byor ini membawa barang-barang tersebut?

Sartika mengaku tidak membawa sesabukan dan segala jenisnya saat mementaskan wayang calonarang.

Ia mengaku cuma bermodalkan doa kepada Tuhan dan meyakini kekuasaan Tuhan dalam ajaran Hindu disebut Tri Kona: Utpeti (Lahir), Stiti (hidup), Pralina (Mati).

“Maaf mengenai sesabukan, sesikepan, bebuntilan, dan lain sebagainya kalau saya pribadi mohon maaf saya tidak menggunakan itu. Keyakinan saya cuma satu Utpeti, Stiti, Pralina. Ya kita kembalikan ke Beliau. Dasarnya satu percaya pada Ida Sang Hyang Widhi cukup bagi saya. Sesabukan saya cuma nunas ica ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” jelasnya. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved