Dharma Wacana

Manfaat Melukat

Melukat adalah tradisi agama Hindu yang tertuang dalam sad acara.Sebenarnya pengelukatan ini bukan hanya tradisi Hindu di Bali, tetapi berlaku umum

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN BALI
Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda 

Oleh Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda

TRIBUN-BALI.COM, -- Melukat adalah tradisi agama Hindu yang tertuang dalam sad acara.

Sebenarnya pengelukatan ini bukan hanya tradisi Hindu di Bali, tetapi berlaku umum di Nusantara terutama yang masih memegang tradisi leluhur, disebut ‘murwakola’.

Tujuannya tidak lain untuk meayu-ayuning sarira. Dalam ajaran agama Hindu, kita hidup tidak terlepas dari papa atau sengsara.

Dengan demikian, harus dibersihkan.

Dalam konsep agama Hindu dijelaskan, kalau tubuh kotor dibersihkan dengan air, kalau pikiran kotor dibersihkan dengan kebenaran, dan membersihkan atman dilakukan dengan kebijaksanaan.

Bagaimana kaitannya dengan kebersihan badan? Sebagaimana kebersihan tentang atman, pikiran, maka di sinilah peran tirta atau air biasa yang disucikan oleh sulinggih melalui pemujaan.

Tirta yang dihasilkan dari pemujaan disebut tirta weda’a. Tirta dari Sang Sulinggih ini, penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan manusia.

Jika dia meruwat, pasti yang dibutuhkan adalah tirta sudhamala, astapungku, panca gni dan sebagainya.

Selain tirta weda’a, ada juga tirta dari sumber mata air. Misalnya tirta empul, tirta silukat dan sebagainya itu disebut dengan tirta widhi.

Tirta widhi  adalah tirta yang telah disajikan di tempat suci.

Di sini, masyarakat memiliki keyakinan, tirta ini datang dari pura, sehingga umat beramai-ramai hadir di  tempat itu, misalnya tirta sudalama di Bangli.

Nilai spiritual dari tirta tidak dibangun oleh sulinggih, tetapi oleh tempat suci yang telah disucikan dengan cara-cara suci.

Sejak dahulu kala, petirthan itu digunakan untuk pembersihan diri secara rohani. Hal ini diwarisi secara turun-temurun.

Tapi membersihkan rohani dengan tirta ini baru sebatas pembersihan eksternal.  P

enyucian yang lebih penting adalah membangkitkan amertha di dalam diri.

Rajin melukat saja belumlah cukup, jika datang dari melukat, pikirannya kembali ke hal-hal yang negatif. Apalagi kita melukat di tirta yang dikomersilkan.

Perlu diketahui, ketika ada proses materialiasi pada spirit ketuhanan, maka air tersebut bukan lagi sebagai sarana kesucian tetapi sarana komersil.

Di sinilah dibutuhkan orang-orang yang mengelola petirthan tersebut memiliki mentalitas yang baik agar jangan sampai filosofi petirthan menjadi bias.  (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved