Arta Cuti Kerja Demi Pendidikan Anaknya, PPDB Jalur Zonasi dan Suka Duka Orangtua
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2019-2020 dengan sistem zonasi menorehkan kisah tersendiri bagi para orangtua di Denpasar
Penulis: Meika Pestaria Tumanggor | Editor: Irma Budiarti
Arta Cuti Kerja Demi Pendidikan Anaknya, PPDB Jalur Zonasi dan Suka Duka Orangtua
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Suka duka dialami orangtua pada masa Penerimaan Peserta Didik Baru tahun 2019 ini. Ada yang harus cuti kerja dan diomeli atasannya.
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2019-2020 dengan sistem zonasi menorehkan kisah tersendiri bagi para orangtua di Denpasar.
Berbagai upaya mereka lakukan demi kelanjutan pendidikan sang anak.
Sejak PPDB tingkat SMA jalur zonasi dibuka pada 28 Juni 2019, orangtua calon peserta didik memadati sekolah yang dituju di wilayah Denpasar.
Arta, salah seorang orangtua siswa telah berada di SMA Negeri 4 Denpasar sejak pagi.
"Dari (jam) setengah tujuh sudah ramai di sini untuk ambil nomor antrean," katanya, Sabtu (29/6/2019).
"Saya ngambil nomor antreannya kemarin (Jumat, 28/6/2019). Dapat nomor dua ratusan, tapi baru hari ini (Sabtu, 29/6/2019) dapat giliran untuk verifikasi berkasnya," tambah Arta.
Untuk mengurus PPDB anaknya, Arta mengaku harus cuti dari tempat ia bekerja selama dua hari.
Baca: Wali Kota Tambah Kuota Jalur Zona Kawasan, Tak Lagi Sistem Cepat-Cepatan, Tapi Pakai NEM
Baca: Coret Siswa Bertato dan Bertindik, PPDB SMKN 1 Denpasar Wajibkan Peserta Tak Buta Warna
"Mau nggak mau harus ngurus cuti. Dari pagi sudah di sini mana bisa ini ditinggal," katanya.
Orangtua harus ada saat verifikasi berkas peserta didik.
"Apalagi ini sistem baru, nggak cukup anak sendiri yang datang (mendaftar ke sekolah). Waktu verifikasi berkas harus ada orangtua untuk tanda tangan," tambah Arta.
Meski letak rumahnya ke SMA Negeri 4 Denpasar berjarak 1,4 kilometer, Arta belum mengetahui apakah anaknya dapat diterima sekolah tersebut.
"Sudah ngantre kayak semua. Kita nggak tahu anak kita bisa lulus atau enggak. Kalau dulu kan pakai NEM, jadi kita bisa tahu peluangnya. Kalau ini kita nggak tahu berapa jarak terdekat. Kalau nggak lulus zonasi di negeri ya ke swasta. Rasanya akan lebih ikhlas kalau siswa boleh memilih sekolah yang ada di kawasannya tapi diurut berdasarkan NEM, bukan jarak. Kalau rumahnya jauh dari sekolah, maka sudah pasti dia nggak diterima di sekolah negeri," demikian Arta.
Suka duka mengurus PPDB pun dirasakan orangtua yang anaknya hendak melanjutkan ke SMP.
Pada hari pertama pendaftaran, Senin (24/6/2019) lalu, sempat terjadi penundaan sebanyak dua kali. Ini sungguh bikin repot mereka.
Baca: Bali United vs Perseru Badak Lampung FC, Teco Senang Stadion Penuh: Bagus Untuk Semangat Kedua Tim
Baca: 39 Toko Modern Belum Urus Izin, Satpol PP Badung Ancam Tutup Paksa Toko Bodong
Pendaftaran sedianya dilaksanakan pukul 08.00 Wita ditunda ke pukul 12.00 Wita, dan beberapa menit sebelum pukul 12.00 Wita, muncul pemberitahuan lagi bahwa pendaftaran baru dimulai pukul 13.00 Wita.
Hal itu membuat orangtua siswa kelimpungan. Apalagi siswa yang sudah mendaftar pada pagi harinya. Kerepotan itu antara lain dialami Putu Artha Adiputra.
Adiputra mengatakan, Senin siang sewaktu ia masih bekerja, anaknya menelepon sambil menangis mengabarkan harus mendaftar ulang pukul 13.00 Wita.
Dia harus minta izin lagi kepada atasannya. Sang bos pun sempat marah-mrah.
"Saya permisi kerja, tadinya tidak dikasih saya bilang ke bos saya lebih baik dipecat daripada anak saya tidak dapat sekolah. Gimana rasanya coba perhitungkan lagi. Sudah daftar di-reset, bos sampai marah-marah," katanya sambil memperlihatkan bukti pendaftaran kala itu.
Adiputra khawatir anaknya tidak dapat sekolah.
"Saya tinggal di Jalan Subur, daftar di SMPN 7 Denpasar dan jarak dari rumah 520 meter," katanya saat itu. (mei/sup)