Inilah Sepak Terjang Gubernur Kepri Nurdin Basirun yang Terjaring dalam OTT KPK
Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun terjaring dalam operasi tangkap tangan ( OTT) yang dilakukan KPK
Wakil Ketua DPRD Kepri Husnizar Hood dan sejumlah tokoh masyarakat berpendapat Nurdin belum siap "ditinggalkan" Sani, sang guru yang pernah bersamanya memimpin Kabupaten Karimun.
"Nurdin harus fokus memimpin Kepri," ujar Huznizar yang juga menjabat Sekretaris DPD Partai Demokrat Kepri saat itu. Namun, selama setahun menjabat Gubernur, Nurdin sempat mengaku tidak kesulitan memimpin Kepri.
"Saya ikhlas memimpin Kepri. Hidup saya untuk masyarakat Kepri," kata Nurdin. Pada 2017 Nurdin juga mengeluarkan kebijakan kontroversial yang mengundang kemarahan ASN karena mutasi pejabat eselon II-IV Pemerintah Kepri yang dilaksanakan mendadak pada 7 November 2016.
Anggota legislatif pun merespons laporan itu dan melakukan investigasi. Sedikitnya ada sembilan ketentuan yang dilanggar Pemprov Kepri dalam melakukan mutasi tersebut.
Temuan pelanggaran ini yang menginisiasi 22 anggota legislatif untuk mengajukan hak interpelasi. Sejak Provinsi Kepulauan Riau dibentuk 2002, untuk pertama kali gubernur diinterpelasi oleh DPRD Kepri.
Pada waktu bersamaan, Mei 2017, masyarakat Kepri dikejutkan dengan pernyataan Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik yang mencatat pada triwulan I-2017, pertumbuhan ekonomi Kepri hanya 2,02 persen, jauh lebih buruk dibanding triwulan IV-2016 yang mencapai 5 persen.
BI mencatat, pertumbuhan ekonomi Kepri pada saat itu terburuk dalam sejarah di pemerintahan Kepri. Komunikasi Gubernur Kepri Nurdin Basirun dengan wali kota dan bupati dinilai tersendat sehingga akan menyulitkan pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Contoh yang diambil, ketika Gubernur Nurdin setuju tarif listrik di Batam naik, Wali Kota Batam Rudi malah tidak mengetahuinya, padahal Nurdin dan Rudi sama-sama dari Partai Nasdem. Permasalahan lain rencana reklamasi kawasan Teluk Keriting Tanjungpinang oleh Gubernur Nurdin.
Namun, Wali Kota Tanjungpinang menolaknya karena belum melihat secara terperinci konsep reklamasi dan tujuan dari reklamasi itu sampai 2017.
Pada Maret 2019, Nurdin juga mengeluarkan kebijakan yang menjadi perhatian publik, yaitu menerapkan fingerprint atau sidik jari saat shalat subuh berjemaah di masjid, khususnya untuk pejabat eselon II yang beragama Islam.
Kebijakan finger print tersebut berdasarkan SK sehinga berdampak pada kinerja kepala dinas. Shalat subuh berjemaah tidak dilaksanakan setiap hari, tetapi hanya pada Jumat.
Kebijakan tersebut untuk mendorong pejabat eselon II shalat berjamaah di masjid sekaligus untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
Namun, banyak pejabat yang enggan shalat subuh berjemaah mengikuti Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan memilih shalat subuh di masjid dekat rumahnya.
"Shalat itu urusan pribadi kita dengan Allah SWT, bukan karena fingerprint. Shalat tidak perlu ikut gubernur, karena jam kerja pegawai itu 8 jam, dimulai pada pagi hari, bukan subuh hari," kata salah seorang pejabat eselon II.
Penggemar laut yang suka dipanggil kapten