Liputan Khusus

Dilema Penari Joged antara Permintaan Pasar dan Etika, Luh Mawar: Kalau Gak Hot, Gak Laku 

Luh Mawar (bukan nama sebenarnya) bersiap memasuki panggung. Penari joged ini meliak-liukkan pinggulnya ke kanan dan kiri.

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Bidik Layar Youtube
(Ilustrasi) Joged 

Sebetulnya Luh Mawar tak ingin menari dengan goyangan panas dan jaruh (erotis) seperti yang ia sering pentaskan.

Namun apa daya, para pengundang joged yang sudah membayar menuntut agar Luh Mawar tampil hot di panggung.

Meski nuraninya tidak sreg, namun Lun Mawar tetap menjalaninya untuk tetap eksis menjalankan hobinya dan untuk mencukupi kebutuhan hidup.

“Saya dalam hati sebenarnya berontak sih. Tapi dalam tanda kutip pembeli adalah raja. Gimana lagi, kami mau berbuat apa. Sementara kami pengen menghibur sekaligus tidak mengecewakan yang ngupah (yang membayar). Nah coba sikapi penampilan dalam situasi seperti ini. Saya sendiri bingung sebenarnya. Di satu sisi ini bertentangan dalam diri saya. Tidak pengen melakukan gerakan begitu. Tapi permintaannya seperti itu mau gimana,” kata Luh Mawar saat diwawancara usai pentas.

Dilarang Rekam

Sejatinya, perempuan ini adalah penari joged bumbung, yang ditekuninya sejak tahun 1998.

Ia menceritakan, awalnya dulu ia menari joged bumbung dengan pakem sebagaimana yang dikenal dalam tradisi. Ada gerakan ngegol ke kanan dan kiri.

Entah mengapa, lambat laun banyak warga masyarakat, terutama di desa-desa, menginginkan joged hot yang keluar pakem, dengan alasan untuk lebih menghibur penonton.

Luh Mawar pun mengaku, ia cuma memenuhi permintaan pengundang joged sehingga terpaksa harus menari joged dengan gerakan yang berisi goyang ngebor.

Karena keberaniannya menarikan joged yang hot di panggung, Luh Mawar pun terkenal di masyarakat. Ia sudah memiliki nama panggung yang khas, namun keberatan untuk dipublikasikan.

Luh Mawar juga cukup terkenal di kalangan pecinta seni joged bumbung.

“Saya benar-benar merasakan perbedaan dulu dengan sekarang. Sekarang kebanyakan permintaannya joged yang hot. Kalau gak hot, mereka gak mau nyari saya, nah di sinilah saya dilematis jadinya. Di satu sisi saya juga seneng menari joged, karena itu merupakan hobi saya, dan bisa menambah penghasilan dari saweran dan bayaran dari sekaa,“ ungkap wanita berusia 30-an tahun ini kepada Tribun Bali.

Luh Mawar mengaku kerap diundang menari joged saat acara-acara seremonial di desa-desa, seperti acara ulang tahun sekaa teruna, acara reuni, dan acara-acara non formal.

Undangan untuk menari joged yang kalem dan sesuai pakem, bisa dikatakan jarang yang meminta Luh Mawar dan sekaanya.

“Kalau yang joged biasa, paling-paling acaranya di upacara adat, odalan. Atau acara-acara resmi, misalnya di acara pejabat begitu. Atau acara tiga bulanan, kan banyak anak-anak jadi kami narinya biasa saja,” tutur Luh Mawar.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved