Simpang Ring Banjar

Napak Tilas Dang Hyang Dwijendra di Campuhan Palit Semal Tabanan

Tempat panglukatan yang dikenal dengan nama Campuhan Palit Semal konon memiliki jejak napak tilas dari Dang Hyang Dwijendra.

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Made Prasetia Aryawan
Banjar Tegal, Desa Kukuh, Marga, Tabanan memiliki sebuah tempat panglukatan yang dikenal dengan nama Campuhan Palit Semal. 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Setiap wilayah di Bali memiliki ciri khas atau keunikan masing-masing. Seperti di Banjar Tegal, Desa Kukuh, Marga, Tabanan, yang memiliki sebuah tempat panglukatan yang dikenal dengan nama Campuhan Palit Semal.

Pertemuan empat aliran air atau yang lebih diketahui dengan nama campuhan ini memiliki keunikan tersendiri.

Konon, campuhan ini memiliki jejak napak tilas dari Dang Hyang Dwijendra.

Menurut Mangku Pura Batan Jabon, Jro Mangku Wayan Dorni, sejarah Campuhan Palit Semal ini tak diketahui pasti.

Namun menurut purana pura setempat, Pura Luhur Dayang, tempat panglukatan ini dulunya merupakan napak tilas dari Dang Hyang Dwijendra.

Disebutkan, dulunya Dang Hyang Dwijendra sempat melintas di kawasan Marga mulai dari Puri Belayu, kemudian menelusuri Tukad Yeh Ge, dan kemudian beristirahat di Pura Batan Jabon.

Kemudian beliau melanjutkan perjalanan ke arah barat hingga tiba di tempat campuhan ini. Di tempat tersebut, cokor (kaki) beliau sempat tenggelam dan tak bisa diangkat.

Dang Hyang Dwijendra yang wikan (sakti), kemudian menggunakan bekas nginang-nya. Beliau melemparkan bekas nginang ke arah kakinya hingga akhirnya bisa terangkat. Lalu keluar air pancoran dari sela bebatuan.

Saat itu, beliau berharap dengan adanya pancoran ini nantinya digunakan sebagai tempat panglukatan bagi warga yang dekot (kotor).

Artinya tempat ini merupakan panglukatan pembersihan dan hingga saat ini masih dilestarikan oleh warga setempat.

"Itu cerita menurut purana di pura-pura di sini khususnya Pura Luhur Dayang," ucap Jro Mangku Dorni.

Campuhan Palit Semal di Banjar Tegal, Desa Kukuh, Marga, Tabanan.
Campuhan Palit Semal di Banjar Tegal, Desa Kukuh, Marga, Tabanan. (Tribun Bali/Made Prasetia Aryawan)

Warga yang datang untuk malukat di campuhan ini tidak hanya warga setempat. Tapi juga warga dari luar Desa Kukuh seperti Belayu dan tempat lainnya.

Mereka biasanya datang saat rainan Purnama atau Tilem, bahkan juga baik saat rainan Tumpek Wayang.

Warga yang datang biasanya kebanyakan karena usai opname atau rawat inap di rumah sakit, dan juga banyak warga yang sedang hamil datang untuk malukat untuk memohon pembersihan dan kerahayuan.

"Banyak juga warga yang habis opname di rumah sakit dan warga yang sedang mengandung (hamil) untuk memohon pembersihan dan keselamatan saat melahirkan," tuturnya.

Kelian Banjar Dinas Tegal, I Made Oka Suryawan juga menyampaikan hal senada. Campuhan ini dipercaya sebagai tempat pembersihan dan untuk panglukatan orang hamil.

Selain itu, warga juga kerap mengambil air dari campuhan ini untuk tirta penembak untuk orang meninggal.

"Yang jelas saat rerahinan terutama Purnama banyak yang ke sini untuk malukat. Dulunya dalam sekali. Sekarang karena debit air kecil sehingga jadi dangkal," ujarnya didampingi seorang warga, Wayan Bakti, sembari menunjukkan campuhan tersebut.

Upakara yang dihaturkan saat hendak malukat sama seperti pada umumnya yakni pras daksina.

Namun sebelum melaksanakan panglukatan, warga harus melakukan beberapa tahapan. Yakni memohon izin di Pura Luhur Dayang, lalu di Pura Beji Dayang, dan di lokasi.

"Setelah prosesi selesai, warga kemudian langsung melakukan panglukatan. Biasanya lebih banyak warga yang baru datang dari rumah sakit dan orang hamil," katanya.

Dan jika tidak bisa datang ke lokasi, kata dia, salah satu keluarga yang bersangkutan cukup datang ke lokasi dan meminta airnya untuk dibawa ke rumah masing-masing dan kemudian diberikan kepada orang yang sakit.

Dipercaya Dihuni Kakek Tua
Selain warga yang sedang mengandung atau selesai opname di rumah sakit untuk memohon pembersihan diri, tak jarang juga ada warga yang datang malukat atas dasar pawisik atau petunjuk niskala.

Mereka diminta agar malukat di Campuhan Palit Semal ini karena dianggap tempat sakral.

Selain adanya petunjuk atau pawisik, di campuhan ini juga sempat terjadi beberapa hal-hal mistis.

Seperti contohnya belum lama ini, saat anak-anak mandi di sungai campuhan ini sempat melihat seorang kakek dengan rambut terkerucut.

Karena mereka yang masih anak-anak, mereka pun mengajak kakek tersebut ikut mandi.

Namun dalam sekejap saja, kakek tersebut justru sudah berada di sungai bersama anak-anak lainnya.

"Nah kemungkinan di sana yang berstana adalah seorang kakek yang rambutnya dikerucut atau seperti pendeta pada umumnya di Bali," ujar Jro Mangku Dorni. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved