Jualan di Lapangan Puputan Dikenakan Tarif, Bagaimana Aturan Sebenarnya?
Lapangan Puputan Badung selalu ramai pengunjung, dan ini menjadi ladang rezeki bagi pedagang yang berjualan di sana
Penulis: M. Firdian Sani | Editor: Irma Budiarti
Jualan di Lapangan Puputan Dikenakan Tarif, Bagaimana Aturan Sebenarnya?
Laporan Wartawan Tribun Bali, M Firdian Sani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Lapangan Puputan Badung merupakan salah satu tempat rekreasi warga Denpasar untuk menghilangkan kejenuhan.
Lapangan itu biasanya dimanfaatkan warga untuk berolahraga, nongkrong dan kumpul komunitas.
Itu yang membuat Lapangan Puputan Badung selalu ramai pengunjung.
Hal itu dimanfaatkan sebagian orang untuk berbisnis. Seperti Putu Eka yang berjualan di pinggir lapangan, tepatnya di depan Pura Agung Jagatnatha.
Ia sudah lima tahun berjualan sate babi, lontong dan sayur.
"Saya jual dengan harga Rp 15 ribu, itu sudah dengan lontong. Kalau sayur Rp 5 ribu," kata Putu.
Ia mengungkapkan, jika ingin berjualan di sini maka harus membayar retribusi sebesar Rp 300 ribu.
"Kita kenanya Rp 300 ribu, itu kita bayar setiap bulan ke pecalang. Jadi itu udah aman dari Satpol PP," ujarnya.
Ia biasanya berjualan dari pukul 07.30 Wita sampai malam, tergantung kapan habisnya.
Lalu bagaimana aturan sebenarnya? Bolehkah pedagang berjualan di Lapangan Puputan Badung?
Tribun Bali menghubungi Dewa Sayoga selaku Ketua Satpol PP Denpasar.
Ia mengatakan sudah melakukan penertiban setiap hari di seputaran Lapangan Puputan Badung.
Hanya saja saat Kuningan tidak bisa melakukan penertiban karena keterbatasan personel.