Cok Ace Kritisi Pasal 252 RKUHP yang Mengancam Pengobatan Alternatif di Bali, Begini Komentarnya
Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Cok Ace mengatakan, ketentuan pasal 252 RKUHP bisa mengancam keberadaan pengobatan alternatif di Bali.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
Cok Ace Kritisi Pasal 252 RKUHP Mengancam Pengobatan Alternatif:
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Cok Ace mengatakan, ketentuan pasal 252 RKUHP bisa mengancam keberadaan pengobatan alternatif di Bali.
Saat ini Pemerintah Provinsi Bali tengah menggalakkan pengobatan alternatif seperti loloh (jamu) dan obat herbal lainnya.
Penglingsir Puri Ubud ini mengatakan, jika pasal RKUHP ini disahkan, masyarakat Bali yang menekuni pengobatan alternatif bisa dipidana.
Apalagi, kata dia, banyak produk jamu herbal belum terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Ini terus terang menjadi hal yang penting. Di satu sisi kita mewujudkan (pengobatan alternatif) tapi di sisi lain mereka bingung nanti mengikuti aturan," ujarnya.
Cok Ace menjelaskan, pihaknya bersama para seniman juga berdiskusi bila terjadi kecelakaan menari akibat orang kerauhan (kerasukan), apakah bisa dipidana atau tidak.
"Nah ini sedang kita carikan solusinya. Nanti kalau pura-pura kerauhan rangda-nya ditusuk mati gimana?
(Bagaimana)pasal bisa mengatur soal ini karena kesengajaan atau betul-betul kerauhan," jelasnya.
Seperti diwartakan, RKUHP yang bakal dibahas pemerintah bersama DPR mengatur banyak pelanggaran pidana termasuk soal pidana santet.
Pasal ini mengancam para penekun ilmu leak dan aji ugig di Bali.
Siapa yang menyatakan diri memiliki ilmu pengeleakan untuk berbuat negatif baik itu menyakiti, membunuh atau menyantet orang lain maka ia bisa dipidana.
Selain itu, para balian yang menyatakan diri punya ilmu pengiwa baik itu ilmu aneluh, nesti, dan nerangjana juga bisa dipidana. Ancaman pidana mengenai santet atau ilmu pengiwa diatur dalam Pasal 252 RKUHP tersebut.
Dalam pasal itu disebutkan setiap orang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib, memberitahukan, memberi harapan, menawarkan atau memberi bantuan jasa ke orang lain hingga menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik dapat dipidana tiga tahun penjara atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Jika pasal tersebut nanti disahkan, maka mereka yang pasang iklan dukun (balian) dan sejenisnya yang mengklaim bisa menyakiti, menyantet atau membunuh orang dengan ilmu gaib bisa dipidana 3 tahun.
Bahkan yang menulis status di media sosial mampu menyantet pun bisa kena pasal ini.
Sejumlah balian di Bali menanggapi RKUHP yang pembahasannya ditunda atas permintaan Presiden Jokowi tersebut.
Satu di antaranya Jro Balian Putu Robinson. Meski mengaku bukan penekun ilmu pengiwa, Jro Putu Robinson menyatakan pasal santet bakal disulit diterapkan.
“Sulit itu dibawa ke hukum positif. Tidak bisa. Siapa yang mampu membuktikan kecuali hukum karma. Kecuali dia melakukan santet yang sifatnya material, bisa dibuktikan.
Misalnya dengan cetik minuman, dia menaruh cetik gangsa, terus terekam CCTV bisa dibuktikan,” kata pria yang terkenal dengan sebutan Balian Zaman Now ini.
Dalam pasal tersebut, kata esensialnya adalah adanya pengakuan atau pengklaiman diri, ajakan dan tawaran untuk menggunakan ilmu pengiwa atau ilmu santet yang dimiliki seseorang kepada calon pengguna.
Dalam hal ini, barang siapa yang menyatakan diri baik melalui selebaran, pamflet, iklan dan di ruang publik bahwa ia memiliki ilmu leak pengiwa, baik santet, anelus, anesti dan nerangjana, maka ia bisa saja dipidana.
Menurut Jro Putu Robinson, mustahil penekun ilmu pengiwa mau terang-terangan menyatakan bisa nyantet atau menyakiti orang, kecuali ilmu pengiwanya palsu.
Sebab, sepengetahuan Jro Robinson, penekun ilmu pengiwa dilarang keras menyatakan diri, apalagi publikasikan diri bisa nyantet.
Di tempat terpisah, balian asal tabanan, Jro Nyoman Dharmayuda setuju dibuat pasal santet dalam KUHP. Pria asal Desa Payangan, Kecamatan Marga, Tabanan ini mendukung upaya aturan hukum yang melindungi publik dari penipu yang mengatasnamakan dukun.
Sebab, selama ini banyak tipuan dilakukan oleh dukun palsu terhadap para pasien. “Dalam penerapannya nanti yang kena pidana bila ada brosur dan iklan santet. Kalau ada selebaran itu perlu ditindaklanjuti. Bagus itu biar orang tidak kena tipu,” kata Jro Balian Dharmayuda.
Panisepuh Perguruan Sandi Murthi I Gusti Ngurah Harta juga setuju adanya pasal pidana untuk dukun atau balian santet. Sebab, ilmu gaib bukan untuk diperjualbelikan, apalagi untuk menyakiti orang lain.
“Bagus itu. Supaya mengurangi egoisme yang menguasai ilmu begitu. Karena selama ini yang menguasai ilmu itu, egonya main jadinya ngawur,” katanya. (*)