DPRD Bali Tindaklanjuti Aspirasi ke Presiden dan DPR, Adi Wiryatama: Saya Tidak Lari

Setelah ditunggu dua jam, Ketua DPRD Bali sementara, I Nyoman Adi Wiryatama, akhirnya menerima dan menandatangani tuntutan massa

Penulis: Ragil Armando | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Rizal Fanany
Seorang peserta aksi Bali Tidak Diam mengangkat poster saat demo di Kantor DPRD Bali, Renon, Denpasar, Senin (30/9/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah ditunggu dua jam, Ketua DPRD Bali sementara, I Nyoman Adi Wiryatama, akhirnya menerima dan menandatangani tuntutan massa yang menggeruduk Kantor DPRD Bali di Renon, Denpasar, Senin (30/9).

Adi Wiryatama pun membantah dirinya melarikan diri.

Politisi senior PDIP ini menyatakan dirinya tak ada niatan lari ataupun menghindar dari aksi massa.

Ia sejatinya telah menunggu kedatangan ratusan elemen masyarakat yang tergabung dalam aksi #BaliTidakDiam tersebut.

“Saya sudah menunggu, katanya tadi jam 10.00, tapi mundur jadi jam 12.00. Saya tunggu hingga jam setengah dua, karena adek-adek (masyarakat) itu terlambat. Saya tidak lari,” ujarnya di hadapan massa. 

Di samping itu, mantan Bupati Tabanan itu mengaku ada jadwal terapi usai operasi saraf kejepit.

Karenanya ia sempat meninggalkan Kantor DPRD Bali.

"Karena saya dapat jadwal terapi tadi, pakai mesin. Bukannya saya lari, tidak.

Saya tadi juga ngumpulin teman-teman (anggota DPRD) yang akan menerima teman-teman yang menyampaikan aspirasinya," kata dia.

Elemen masyarakat yang terdiri dari para mahasiswa dan masyarakat itu menyampaikan tujuh tuntutan ke Kantor DPRD Bali.

Pertama, menolak RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagaerjaan; Mendesak pembatalan UU KPK dan UU SDA, Mendesak disahkannya UU PKS, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Kedua, batalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR. Ketiga, tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil. Keempat, setop militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan Papua segera.

Kelima, usut pelaku kekerasan dan menghalang-halangi kerja jurnalis, hentikan intimidasi dan kriminalisasi jurnalis, penggiat HAM, dan aktivis.

Keenam, hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra yang dilakukan oleh Koorporas, dan dipidanakan Koorporasi Pembakar Hutan serta cabut izinnya.

Terakhir, tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan dan pulihkan hak-hak korban.

Kedatangan massa ke DPRD Bali awalnya diterima oleh Wakil Ketua I DPRD Bali sementara Nyoman Sugawa Korry, Wakil Ketua II DPRD Bali sementara Nyoman Suyasa, Bagus Alit Sucipta, Made Rai Warsa, Ketut Suryadi, Ketut Rochineng, AA Bagus Suyoga, Nyoman Adnyana, Gusti Putu Budiarta Nyoman Purwa Arsana, IGK Kresna Budi, dan Made Suparta.

Para mahasiswa kemudian meminta DPRD Bali untuk menandatangani tuntutan yang mereka sampaikan yang nantinya akan dikirimkan ke DPR RI di Jakarta.

Akan tetapi, saat akan ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD Bali sementara I Nyoman Suyasa, mereka menolak.

Massa meminta Ketua DPRD Bali langsung yang menandatangani tuntutan tersebut.

Para anggota dewan kemudian menghubungi Ketua DPRD Bali sementara Adi Wiryatama.

“Temen-temen dan adik-adik semuanya, sebentar lagi Pak Ketua Dewan akan segera hadir. Beliau sedang perjalanan ke sini. Jadi mohon ditunggu,” ujar Wakil Ketua DPRD Bali sementara I Nyoman Sugawa Korry menggunakan pengeras suara.

Berselang kurang lebih satu jam, Adi Wiryatama datang menggunakan mobil sedan hitam dan langsung menemui massa.

Dengan menggunakan pengeras suara, ia menerima aspirasi dan tuntutan massa. Permintaan untuk menandatangani tuntutan pun ia turuti.

Adi Wiryatama pun menyatakan akan menyampaikan tuntutan tersebut ke DPR RI dan Pemerintah Pusat.

“Kami wajib menindaklanjuti aspirasi masyarakat, siapapun dia dengan aturan yang berlaku,” akunya.

Baginya tuntutan masyarakat yang datang kali ini tidak jauh berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.

Ia pun mengatakan sejatinya DPR RI telah menunda sejumlah pengesahan perundang-undangan yang jadi viral tersebut.

Beberapa peraturan perundangan yang ditunda pengesahannya yakni RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Perkoperasian, dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan.

Selain itu, UU KPK hasil revisi yang telah disahkan oleh DPR RI juga sedang menjalani judical review hari ini.

"Kami juga tidak setuju jika undang-undang memperlemah KPK, kalau memperkuat kami pasti setuju," kata Ketua Dewan Pembina DPD PDIP Bali ini. 

BEM Undiksha Ditantang Lakukan Judicial Review ke MK

Sebanyak 13 anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Univesitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja mendatangi Kantor DPRD Buleleng, Senin (30/9) pukul 10.00 wita.

Kedatangannya untuk menyampaikan kajian yang sudah direview, terhadap Undang-undang KPK.

Kedatangan BEM Undiksha ini diterima Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Asisten Bidang Administrasu Umum Setda Buleleng Gede Suyasa, dan Kabag Ops Polres Buleleng Kompol Anak Agung Wiranata Kusuma, di ruang rapat gabungan komisi DPRD Buleleng.

Presiden Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha, I Made Ginastra mengatakan, berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap revisi UU KPK, BEM Undiksha menyatakan sikap mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menimbang judicial review terhadap hasil pengesahan revisi UU KPK mengingat adanya cacat formil.

Pihaknya juga mengingatkan dan mendesak DPR serta pemerintah untuk mengkaji kembali Pasal 1 ayat (3), Pasal 12B, Pasal 24, Pasal 37A, Pasal 37B, Pasal 37E, Pasal 40 dan Pasal 47.

"Kami juga mengajak seluruh civitas akademika dan masyarakat umum untuk bersatu dan terus melakukan penolakan terhadap setiap upaya dalam melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.

Sementara dalam audiensi ini, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supariatna mengatakan, pihaknya tidak dapat memberikan penjelasan lebih dalam terkait UU KPK, sebab yang menyusun UU tersebut ialah anggota di DPR RI.

Namun demikian, Supriatna berjanji akan  menyampaikan tuntutan BEM Undiksha ke pusat.

Supriatna juga menantang BEM Undiksha untuk melakukan judicial review UU KPK l ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sebagai orang yang berintelektual, mahasiswa Undiksha kami tantang untuk berani tarung melakukan judicial review ke MK. Dengan begitu bisa membuat nama baik Undiksha di tingkat nasional, dari pada teriak-teriak di jalan," jelasnya.

Terkait tantangan dari ketua DPRD Buleleng tersebut, Ginastra mengaku kajian yang sudah dibuat oleh pihaknya itu, akan ditandatangani terlebih dahulu oleh seluruh civitas akademika mulai dari mahasiswa hingga dosen di Undiksha sebagai bentuk penolakan terhadap setiap upaya dalam melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Kami akan sebar kajian ini ke masing-masing fakultas untuk ditandatangi, lalu dikumpulkan, dan dikirimkan ke MK," tutupnya. (gil/sui/rtu). 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved