Teluk Benoa Tak Bisa Direklamasi, Menteri Susi Tetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim

Setelah lama menimbulkan polemik di masyarakat, akhirnya kawasan Teluk Benoa ditetapkan sebagai kawasan konservasi maritim (KKM).

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Rizal Fanany
Gubernur Bali, Wayan Koster menunjukkan peta kawasan Konservasi Teluk Benoa saat konferensi pers di Rumah dinas Jaya Sabha, Denpasar,Kamis (10/10/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Setelah lama menimbulkan polemik di masyarakat, akhirnya kawasan Teluk Benoa ditetapkan sebagai kawasan konservasi maritim (KKM).

Gubernur Bali, I Wayan Koster, pun menyebut Teluk Benoa sudah tak bisa direklamasi.

Penetapan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim (KKM)

berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 tentang Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa di Provinsi Bali tertanggal 4 Oktober 2019.

“Surat keputusan yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti ini berisi lima poin pokok,” kata Koster saat jumpa pers di Jayasabha Rumah Jabatan Gubernur Bali, Kamis (10/10).

Pertama, menetapkan Perairan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM) Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali.

Kedua, menyebutkan KKM Teluk Benoa dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim.

Ketiga, mengatur tentang luas daerah perlindungan budaya maritim keseluruhan mencapai 1.243,41 hektare yang meliputi zona inti sebanyak 15 titik koordinat masing-masing dengan radius kurang lebih 50 sentimeter (Sikut Bali/telung tampak ngandang) dan zona pemanfaatan terbatas.

Keempat, batas koordinat daerah perlindungan budaya maritim tercantum dalam lampiran I dan lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan menteri.

Dan kelima, Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjuk Pemprov Bali melakukan pengelolaan daerah perlindungan budaya maritim Teluk Benoa yang meliputi penunjukan organisasi pengelola, penyusunan, dan penetapan rencana pengelolaan dan peraturan zonasi KKM, penataan batas, serta melakukan sosialisasi dan pemantapan pengelolaan.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan ini juga mengatur batas koordinat KKM Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali dengan titik koordinat batas terluar kawasan sejumlah 234 titik peta.

Dengan penetapan sebagai KKM ini, Koster mengatakan reklamasi di kawasan Teluk Benoa sudah tidak dapat dijalankan.

Tak perlu lagi ada pencabutan Perpres 51 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan  (Sarbagita).

Saat ditanya Perpres yang posisinya di atas keputusan menteri, menurut Koster di situ ada kewenangan menteri yang khusus menangani tentang perairan Teluk Benoa.

“Kalau sudah ada keputusan menteri maka sudah tidak bisa (direklamasi),” kata Koster.

Mengenai tuntutan dari masyarakat agar Perpres dicabut, ia menyebut ini soal bagaimana Presiden Jokowi menghormati kebijakan Presiden sebelumnya.

“Tanpa dicabut pun gak akan jalan itu (reklamasi),” tandasnya.

Ia mengaku sudah mengirimkan surat kepada Presiden agar Perpres 51 dicabut.

“Beliau (Presiden) bilang  lihat aja setelah 5 tahun menjadi Presiden, berjalan apa nggak. Kan nggak,” ujarnya.

Lebih jauh, Koster menyampaikan keputusan menteri tersebut merupakan respon atas surat Gubernur Bali kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor: 523.32/1687/KL/Dislautkan tertanggal 11 September 2019 Perihal Usulan Penetapan KKM Teluk Benoa.

Dalam surat tersebut, Gubernur Bali mengusulkan agar Teluk Benoa ditetapkan sebagai KKM sesuai dengan hasil Konsultasi Publik pada tanggal 6 September 2019 yang dihadiri kelompok ahli, LSM/NGO, asosiasi, pemangku kepentingan, para sulinggih serta bendesa adat yang memanfaatkan Perairan Teluk Benoa.

Pada kesempatan itu, Gubernur Koster juga menyampaikan terima kasih kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia atas kebijakan yang berpihak kepada aspirasi masyarakat Bali.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh elemen masyarakat Bali, ForBali, Pasubayan Desa Adat, dan elemen masyarakat lainnya.

Terpisah, Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) Wayan Gendo Suardana menyampaikan penetapan Teluk Benoa sebagai KKM oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, bukan hal yang mengejutkan.

Sebab sebelumnya ForBali dan jaringannya telah terlibat aktif mendorong proses penetapan kawasan konservasi maritim Teluk Benoa di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

ForBali juga memberi kontribusi berupa data-data dan informasi yang digunakan sebagai dasar Penetapan Teluk Benoa sebagai KKM.

Data-data itu sebelumnya telah dikumpulkan ForBali selama 6 tahun lebih. Salah satu contohnya adalah Peta 71 titik suci di Kawasan Teluk Benoa.

Selanjutnya ForBali berpandangan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 tentang Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali ini belum cukup untuk sepenuhnya menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim.

“Bayang-Bayang Perpres No 51 th 2014 masih cukup kuat. Kami berpendapat bahwa masih dibutuhkan instrumen hukum yang mengkhusus dan/atau sederajat seperti Perpres yang mengatur Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional sebagai turunan dari Rencana Tata Ruang Laut/RTRL yang menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim,” imbuhnya.

Oleh karenanya, instrumen hukum tersebut dapat menjadi solusi untuk menggugurkan pemberlakuan Perpres Nomor 51 Tahun 2014.

Selanjutnya hal tersebut akan dapat menguatkan Perda RZWP3K yang saat ini sedang dalam pembahasan.

Sehingga, ia menilai masih dibutuhkan kerja keras dan perjuangan total seluruh elemen rakyat Bali untuk benar-benar memastikan Teluk Benoa kuat secara hukum sebagai kawasan konservasi maritim. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved