Mengenal Tradisi Matigtig di Desa Bebandem Karangasem, Wujud Sifat Kesatria Pelindung Desa
Satu sama lain saling nigtig (memukul) punggung dengan papah biu hingga luka. Bagi krama, matigtig adalah bentuk ngayah kepada leluhur.
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, KARANGASEM - Krama Desa Adat Bebandem, Kecamatan Bebandem, Karangasem berkumpul di pertigaan Pasar Bebandem, Jumat (18/10/2019) sore.
Berpakaian adat namun bertelanjang dada, mereka membawa papah biu (pelepah pisang) sebagai senjata 'perang'.
Tradisi ini bernama matigtig.
Digelar setelah Ida Bhatara Alit tedun dan mengelilingi wilayah Desa Adat Bebandem.
Satu sama lain saling nigtig (memukul) punggung dengan papah biu hingga luka. Bagi krama, matigtig adalah bentuk ngayah kepada leluhur.
Pemangku Pura Puseh, Jro Mangku Sunadra mengungkapkan, tradisi matigtig digelar tiap dua tahun sekali pada sasih kapat.
Tradisi ini dipercayai mengusir mara bahaya seperti gering (sakit), merana (hama), dan bahaya-bahaya lainnya dari Desa Bebandem.
"Setelah matigtig nantinya mereka diberikan obat untuk menghilangkan luka," ungkap Jro Mangku Sunadra saat ditemui di Bale Agung Desa Adat Bebandem.
Sementara itu, Bandesa Adat Bebandem, Wayan Dana mengatakan, tradisi matigtig adalah representasi sifat-sifat kesatria.
Di mana, warga Bebandem sebagai penyungsung Ida Bhatara Alit menunjukan jati diri kesatria untuk menjaga Desa Bebandem dari mara bahaya.
Matigtig sekaligus menjadi salah satu rangkaian Upacara Nangluk Panca Baya.
Puncak acaranya, Kamis (17/10/2019), bertepatan Kajeng Kliwon Uwudan, Sasih Kapat.
Bagi masyarakat setempat, tradisi Nangluk Panca Baya diyakini sebagai ritual memohon keselamatan dari lima bahaya seperti angin, banjir, kebakaran, merana, dan gering.
Rangkaian Nangluk Panca Baya telah dimulai pada Rabu (16/10/2019). Dimulai dari nunas tirta di sejumlah pura di Desa Adat Bebandem.
• Desa Bebandem Gelar Ritual Nangluk Panca Baya Hari Ini, Mohon Perlindungan dari Lima Bahaya
Setelahnya tirta yang dibawa jero mangku disimpan di Bale Agung Desa Adat Bebandem.
Tirta dibawa ke Pura Dalem keesokan harfinya. Setelah itu krama langsung menggelar persembahyangan. Krama memohon anugrah dari Bhatara Siwa di Pura Dalem agar dilimpahkan perlindungan.
Upacara dilanjutkan nunas tirta, nasi tawur, dan benang tridatu. Tirta, nasi tawur, serta benang yang diambil di Pura Dalem akan dibagikan ke krama.
Nantinya pemberian tersebut akan digunakan untuk maturan di Sangah Kemulan dan areal perumahan. Ini untuk menetralisir energi negatif. (*)