Olah Sampah Jadi Berkah, TPST Buduk Budi Daya Maggot untuk Mengurai Sampah

Menurutnya, budi daya maggot dengan memanfaatkan sampah baru dan pertama kali ada di Indonesia.

Tribun Bali/I Komang Agus Aryanta
Adi Akhmad Amdillah saat memperlihatkan budi daya maggot di TPST Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Senin (21/10/2019) 

“Maggot itu butuh makan, kebetulan makanannya itu bersifat organik, baik itu limbah basah, limbah pasar, buah-buahan, sayur –sayuran,” katanya.

Kata dia, satu bidang budidaya dengan ukuran satu meter persegi maggot menghabiskan tujuh kilo sampah organik perhari. Jadi sampah organik tersebut menjadi kebutuhan di TPST Buduk.

Profil Nadiem Makarim, Wishnutama & Eugenia Tetty Paruntu yang Dipanggil Jadi Menteri Jokowi

Tak Selesaikan Studi di Sekolah, Ini Cara Swiss Jadi Negara dengan Tenaga Kerja Paling Terampil

“Bisanya kan dibuang (Sampah Organik basah) itu, seperti kulit pisang, mangga yang sudah busuk dan yang lain. Itu yang menyebabkan TPST akan menjadi bau, tapi di sini kita gunakan sebagai pakan maggot,” terangnya.

Siklus budidayanya, lanjut Adi, maggot berasal dari lalat BSF (Black soldier Fly). Jadi kata dia, telur lalat BSF  yang menjadi maggot.

Lalat BSF diperoleh dari maggot yang sudah tua atau yang disebut Prepupa.

“Maggot tersebut lah, yang membutuhkan makan banyak sementara lalatnya tidak perlu makan, usianya pun sangat pendek yakni berkisar tujuh hari. Lalat betina akan mati setelah bertelur, sementara yang jantan akan mati setelah kawin,” jelasnya.

Nah, sebelum menjadi lalat, maggot inilah yang butuh makan. Maggot yang sudah berusia 15 hari sudah bisa panen , untuk pakan ternak. Burung, ayam, lele, ikan dan lainnya. Juga ada untuk dijadikan lalat agar siklus tetap berjalan.

“Untuk jadi maggot, tulus atau telor lalat akan menetas selama lima hari. Lima hari, yang kemudian dipindahkan ke bidang budi daya. Setelah sepuluh hari baru kemudian bisa dipanen. Selama sepuluh hari itu maggot membutuhkan banyak makanan,” ucapnya.

Kalah Telak, Mungkinkah Pakem dan Strategi Teco Terbaca Coach Gomez?

Kabar Gembira dari Lilipaly! Pulih Cedera, Gabung Latihan Bali United Jelang Kontra Badak Lampung

“Bisa dibayangkan, semasa hidupnya dia (maggot) menghabiskan sampah, setelah di 15 hari dia panen, jadi pakan ternak. Itulah bio konversi, mengubah yang tidak bernilai menjadi sesuatu yang bermanfaat,” tambahnya.

Pria yang tinggal di Kabupaten Tabanan itu juga mengatakan, tidak ada yang terbuang dari sisa budi daya maggot.

Sampah sisa pakan maggot, lanjut Adi, tidak dibuang begitu saja melainkan dapat dijadikan pupuk yang bernama kasgot (bekas maggot).

“Sisanya bisa digunakan untuk pupuk. Jadi tidak ada yang terbuang alias total konversi,” ucapnya.

Salah seroang pengelola budidaya maggot, I Gede Sujiasa yang juga merupakan pengelola TPST Buduk mengatakan, budi daya maggot tidaklah susah.

Sering Dianggap Galak karena Wajah? Dokter Kecantikan Membagikan Cara Mengatasinya

Selain itu, maggot atau ulat yang dikembangkan berbeda dengan ulat yang membuat gatal bila tersentuh kulit.

“Ulatnya tidak gatal,” katanya Sujiasa yang saat itu sibuk memiliha sampah untuk pakan maggot.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved