Prof Windia Dorong Pemkot Denpasar Hentikan Pengurukan Jalur Hijau di Sedap Malam
Puluhan truk setiap hari hilir mudik mengangkut limestone untuk menguruk lahan yang seharusnya terlarang untuk dibangun itu
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Prof Windia Dorong Pemkot Denpasar Hentikan Pengurukan Jalur Hijau di Sedap Malam
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Polemik pengurukan jalur hijau di Jalan Sedap Malam, Gang Titibatu, tepatnya di wilayah Lingkungan Gumi Kebonkuri, Desa Adat Kesiman, Denpasar, Bali, terus berlanjut.
Meski begitu, sampai saat ini nampaknya belum ada upaya penghentian dari aparat berwenang sehingga pengurukan terus berlanjut.
Hal itu bisa diketahui dari situasi di lapangan, di mana pihak pengembang masih terus melakukan aktivitas pengurukan setiap hari.
Puluhan truk setiap hari hilir mudik mengangkut limestone untuk menguruk lahan yang seharusnya terlarang untuk dibangun itu.
Situasi ini mendapatkan tanggapan dari Ketua Pusat Penelitian (Puslit) Subak Universitas Udayana (Unud) Prof Wayan Windia.
Dirinya menyoroti belum adanya tindakan penghentian pengurukan dari aparat, dalam hal ini Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar.
Prof Windia mengatakan, seharusnya Pemkot Denpasar bisa bertindak tegas terkait permasalahan tersebut.
"Jangan bikin malu, terkesan ada pembiaran dan semakin lama pemerintah bisa diduga ikut berkompromi," kata Prof Windia saat ditemui di Denpasar, Rabu (13/11/2019).
"Ini sederhana, sudah jelas pelanggaran. Harusnya Pemkot tinggal mengirim Satpol PP untuk menghentikan kegiatan karena sudah melanggar Perda. Pemkot memiliki aparat untuk melakukan itu," singgungnya.
• Sebagian Wilayah Bali Cerah, Suhu Tertinggi 34 Derajat Celsius di Denpasar dan Amlapura
• Cuaca Bali Hari Ini Diprakirakan Cerah Berawan, Suhu di Dua Kota Ini Tembus 34 Derajat Celsius
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (FP Unud) itu mengatakan, pengurukan lahan jalur hijau berupa gubangan besar (jurang) bisa berdampak sistemik terhadap eksistensi persawahan (subak).
Menurut Prof Windia, gubangan besar atau jurang kalau dilihat dari topologinya merupakan bagian dari sistem outlet sebagai drainase subak.
"Artinya ada inlet sistem masuknya air subak, dan outlet atau pembuangan. Makanya, kalau ini diuruk, maka jelas merusak sistem. Sawah ada di hilirnya juga akan mati. Karena pangkung besar tersebut selain sebagai pembuangan juga sebagai pemasok kebutuhan air sawah," terangnya.
Sementara itu, Wakil Bendesa Adat Kesiman I Wayan Sukana menegaskan, pihaknya sama sekali tidak pernah dilibatkan dalam persoalan ini.
Padahal, masalah ini bersinggungan dengan palemahan yakni kewenangan adat mengatur lingkungan adat.
Dikatakan, palemahan dari Pemerintahan Desa Adat Kesiman mencakup tiga kelurahan/desa, yakni Kelurahan Kesiman, Desa Kesiman Petilan dan Desa Kertalangu.
Terlebih lagi, dirinya mendengar akan diselenggarakan Peparuman Agung pada 15 November 2019 untuk mencari solusi permasalahan tersebut, yang mana Peparuman itu identiknya dengan forum rapat Pemerintahan Desa Adat.
Namun dirinya mengakui bahwa pihak Pemerintah Adat, dalam hal ini Bendesa maupun Wakil Bendesa, tidak ada diberitahu apalagi diundang.
• Kecelakaan Maut di Tol Cikopo Bus Sinar Jaya vs Bus Arimbi 7 Orang Tewas, Begini Kata Suyitno
• Video Detik-detik Pelaku Bom Bunuh Diri Masuk ke Polrestabes Medan dan Meledakkan Diri
Ia kemudian mempertanyakan apakah forum yang dikatakan Peparuman Agung ini adalah lembaga legal yang ada di Gumi Kebonkuri.
Apabila tidak, tentu keputusan yang dihasilkan nanti tidak memiliki keabsahan.
Senada dengan Prof Windia, ia berharap mestinya ada tindakan yang cepat dari Pemkot Denpasar.
"Kalau sudah jelas itu melanggar Perda, yakni melanggar jalur hijau, harapannya pemerintah (Pemkot Denpasar) dapat mengambil tindakan cepat untuk menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut menjadi polemik," ujarnya.
Perlu diketahui, sebelumnya Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Denpasar, Nyoman Ngurah Jimmy Sidharta membenarkan bahwa pengurukan jalur hijau yang ada di wilayah lingkungan Gumi Kebonkuri, Denpasar Timur tersebut tidak memiliki izin.
Ia juga mengatakan masalah ini sudah ada sejak lama, kini kembali mencuat ke publik dan menjadi polemik yang diwarnai dengan aksi saling tuding.
“Ini sudah dimediasi, dirapatkan, dari kelurahan sudah, dari kecamatan juga sudah, dan sepakat untuk menghentikan sementara,” kata dia, Selasa (12/11/2019) lalu.
“Terkait dengan aktivitas akan dihentikan sementara. Dan kami tegaskan, dari kami belum ada izin dalam bentuk apapun, belum ada rekomendasi apapun terkait aktivitas di lokasi pengurukan tersebut,” paparnya.
(*)