Kisah Pilu Ayah Korban Penusukan di Denpasar, Putrinya Tewas & Pandu Bingung Bayar Utang Rp 22 Juta

Ayah korban, I Gusti Ngurah Pandu, selain kehilangan putrinya, juga harus menanggung utang biaya perawatan anaknya di RSUP Sanglah sebanyak Rp 22 juta

Penulis: eurazmy | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Ahmad Firizqi Irwan
Kanit PPA Polresta Denpasar bersama Wakasat Reskrim dan Kasubbag Humas menunjukkan tersangka dan barang bukti kasus penusukan di kos Jalan Gunung Sanghyang, Denpasar, Bali. Nekat Tusuk Istri Dipicu Postingan Facebook, Gede Ariasta Pernah Dilaporkan Polisi Karena KDRT 

''Sudah anak saya meninggal, lagi kami kena utang. Kalau gini kan harusnya saya limpahin ke dia (tersangka).

Bahkan sampai saat ini keluarga dia gak ada sama sekali ke kita, di hari penguburan anak saya pun mereka gak ada datang,'' ungkapnya kesal.

Pandu sempat melapor ke Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Denpasar dan dibantu oleh Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bali.

Ia mengetahui bahwa korban KDRT bisa ditanggung biaya pengobatannya melalui pihak berwenang yakni Pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Namun dari hasil koordinasi, pihak LPSK hanya bisa mengklaim tanggungan biaya sebesar Rp 3 juta saja dari total biaya Rp 22 juta.

Kepala P2TP2A Provinsi Bali, Ni Luh Anggraini menerangkan pihak LPSK tidak bisa menanggung biaya pengobatan lantaran terkendala aturan klaim.

LPSK beralasan ada aturan bahwa tidak bisa menanggung biaya korban selama hari sebelum kejadian dilaporkan. 

''Dan katanya mereka tetap tidak bisa mengklaim semua dan hanya bisa membayar Rp 3 juta dengan alasan status Ayu dinyatakan sebagai korban dihitung sejak dilaporkan, bukan sejak kejadian," jelasnya.

Kejadian yang menimpa korban dilaporkan ke LPSK pasca meninggal dunia yakni pada 31 Oktober 2019.

''Jadi yang bisa diklaim hanya segitu dan kami juga baru tahu ada aturan itu,'' ungkapnya dikonfirmasi, Kamis (14/11).

Anggraini menambahkan, berkaca dari kasus ini ia mengimbau agar masyarakat harus menggali banyak informasi terkait alur penanganan dan pelayanan kasus-kasus KDRT, baik secara bantuan hukum maupun bantuan biaya.

Bahwasanya ada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan advokasi terhadap korban kasus kekerasan yakni LPSK.

Kasus ini akan tetap dikonfrontir mengingat memang sosialisasi dari LPSK kepada masyarakat masih minim.

Ini sekaligus menjadi sosialisasi terhadap masyarakat terkait mana-mana saja yang bisa diklaim BPJS dan mana yang tidak.

Bahwasanya ternyata BPJS Kesehatan tidak menanggung kasus korban kekerasan, korban bencana, korban bullying dan korban teroris.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved