Desa Adat Dianggarkan Rp 300 Juta, Langsung Ditransfer ke Rekening Desa Adat
Anggaran untuk setiap desa adat di Bali akan dinaikkan menjadi Rp 300 juta pada APBD tahun 2020 mendatang.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Anggaran untuk setiap desa adat di Bali akan dinaikkan menjadi Rp 300 juta pada APBD tahun 2020 mendatang, dari anggaran semula saat ini Rp 250 juta.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pun telah menganggarkan Rp 447,9 miliar untuk 1.493 desa adat di Bali.
“Besaran alokasi anggaran ini sesuai dengan apa yang saya janjikan pada kampanye Pemilu Pilgub 2018 lalu,” kata Gubernur Bali, I Wayan Koster, dalam sambutannya pada Rapat Paripurna ke-6 masa persidangan III Tahun Sidang 2019 DPRD Provinsi Bali di Gedung Dewan di Denpasar, Senin (18/11/2019).
Peningkatan anggaran bertujuan memperkuat peran dan fungsi desa adat.
Hal ini juga sesuai dengan Pergub Nomor 34 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan desa adat, maka alokasi anggarannya langsung ditransfer ke rekening desa adat, tidak lagi melalui BKK (Bantuan Keuangan Khusus) ke desa.
“Jadi sekarang simpel sudah, langsung ke rekening desa adat,” ujar Koster.
Pelaksanaan program dan penggunaan anggaran untuk desa adat selanjutnya akan diatur dengan petunjuk teknis dan dikoordinasikan oleh Dinas Pemajuan Masyarakat Adat.
Dinas ini akan khusus mengurusi terkait hal-hal berkaitan dengan tugas dan fungsi desa adat.
Pemberdayaan Desa Adat
Anggota Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Budiutama, mengatakan adanya kenaikan dana BKK untuk desa adat ini sudah menjadi wacana sejak masa kampanye pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, dan baru bisa terealisasi pada tahun anggaran 2020.
Menurutnya, peruntukan bantuan tersebut diharapkan tidak saja untuk kepentingan adat seperti membangun infrastruktur di desa adat.
Tapi juga bisa diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat desa adat itu sendiri.
“Nanti kan ada persentase, untuk infrastruktur berapa, untuk pemberdayaan berapa, untuk upacara berapa,” kata Budiutama saat ditemui di Kantor DPRD Bali, Senin (18/11/2019).
Menurut Budiutama, bantuan desa adat jika dipakai untuk pemberdayaan tentu dapat mengangkat derajat ekonomi masyarakat setempat.
Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mengurangi angka kemiskinan.
Pemberdayaan yang dimaksud bisa berupa pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan membuat banten ataupun penyuluhan pemangku.
Selain itu, peruntukan penggunaan dana bantuan desa adat lebih teknis sudah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 34 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan desa adat.
“Makanya nanti di Pergubnya itu akan kelihatan jelas, dana itu bisa digunakan untuk apa. Pasti ada dalam Pergub peruntukan dana Rp 300 juta itu,” ujarnya.
Setiap desa adat juga diwajibkan membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Adat (APBDes) karena dalam Perda Nomor 4 tahun 2019 sudah jelas mengamanatkan setiap desa adat harus mempunyai APBDes supaya jelas sumber dana dan penggunaan dananya.
Oleh karenanya, dewan mengusulkan desa adat perlu memiliki tenaga pendamping dalam menyusun APBDes.
Dalam waktu sementara jika dibolehkan, desa adat dapat memanfaatkan tenaga pendamping yang diperbantukan di desa dinas.
“Kita maklumlah desa adat di daerah-daerah yang terpencil, anggarannya besar, dan SDM Bendesanya kurang. Kalau disuruh membuat LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) pasti kesulitan. Makanya perlu ada pendamping,” terang Budiutama.
Selanjutnya, ia memastikan apabila pendapatan daerah terus bertambah apalagi untuk penguatan desa adat bisa saja anggaran untuk desa adat ini ditambah tahun depan.
“Kita lihat dulu pendapatannya seperti apa,” imbuh politisi asal Desa Sulahan, Susut, Kabupaten Bangli, ini. (*)