Breaking News

Warga Selasih Lakukan Aksi Blokade

Begini Kronologi Status Tanah Konflik di Selasih Gianyar, Awalnya Dijual Pihak Puri

Terkait konflik sengketa tanah antara warga petani penggarap Banjar Selasih, Payangan, Gianyar dan PT Ubud Resort Duta Development (URDD) memiliki

Penulis: eurazmy | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN BALI/ I NYOMAN MAHAYASA
Dua unit eskavator sudah mulai bekerja mengeruk lahan warga Dusun Selasih, Desa Puhu, Payangan, Gianyar, Sabtu (23/11/2019) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terkait konflik sengketa tanah antara warga petani penggarap Banjar Selasih, Payangan, Gianyar dan PT Ubud Resort Duta Development (URDD) memiliki sejarah yang panjang.

Kuasa Hukum Serikat Petani Selasih, Agus Samijaya mengatakan, sengkarut status kepemilikan tanah ini bermula dari dijualnya tanah seluas 144 hektare oleh pihak Puri setempat kepada perusahaan pada 1997 silam.

Tanah pertanian yang diklaim PT URDD tersebut awalnya merupakan tanah Puri Payangan yang telah diserahkan kepada para petani jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, dan sudah digarap secara turun-temurun.

Bahkan beberapa petani penggarap sudah memiliki bukti hak milik atas tanah yang mereka garap tersebut.

''Hingga kemudian pada tahun 1997, pihak Puri menjualnya ke pihak perusahaan.

Meski begitu, perusahaan tidak pernah menguasai atau memanfaatkannya sampai saat ini,'' katanya.

Hingga kemudian, permasalahan semakin mencuat bermula dari pengakuan pihak perusahaan yang menyatakan bahwa tanah yang digarap petani tersebut berada dalam wilayah Hak Guna Bangunan (HGB) mereka.

Dalam prosesnya kemudian pun, kata dia, banyak dugaan manipulasi, intimidasi dan minimnya sosialisasi terhadap petani penggarap.

Hingga kemudian, PT URDD tiba-tiba tanpa sepengetahuan warga mengirim dua unit alat berat ke lokasi yang rencana akan mengeksekusi lahan warga dan terealisasi hari ini, Sabtu (23/11).

Sebelumnya, PT Ubud Resort membabat (-merabas) habis tanaman pisang para petani seluas 15 hektare yang dikelola oleh 10 keluarga petani.

Peristiwa tersebut menimbulkan kerugian materil karena kehilangan mata pencarian utama mereka.

Sejatinya tanah yang diklaim tersebut, kata Agus telah berstatus sebagai tanah terlantar sesuai Peraturan Pemerintah No. 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.

''Sehingga tanah tersebut statusnya kembali dikuasai secara langsung oleh negara,'' tegasnya.

Sebab itu, PT Ubud Resort tidak memiliki hak penguasan apapun di atas tanah-tanah garapan petani tersebut.

Karena itu sesuai amanat Peraturan Presiden No. 86 tentang Reforma Agraria, sehingga pemerintah berkewajiban meredistribusikan tanah tersebut kepada petani penggarap.

''Artinya ada pendzoliman di sini. Saya berharap bantuan dan dukungan banyak pihak untuk mengusut tuntas permasalahan tanah ini.

Ada apa sih di balik agenda perusahaan ini?,'' gugatnya.

Diketahui, sebanyak 52 KK yang tercatat mengelola lahan pertanian seluas 144 hektare selama 30 tahun lebih itu kini terancam kehilangan ladang penghasilan.

Sejumlah warga petani penggarap di Banjar Selasih, tanah sengketa dengan PT URDD saat melakukan konferensi pers bersama KPA, LBH dan 40 advokat gabungan di Denpasar, Sabtu (23/11/2019)
Sejumlah warga petani penggarap di Banjar Selasih, tanah sengketa dengan PT URDD saat melakukan konferensi pers bersama KPA, LBH dan 40 advokat gabungan di Denpasar, Sabtu (23/11/2019) (Tribun Bali/Eurazmy)

Merasa tak berdaya, para petani ini kemudian melapor ke Denpasar meminta bantuan hukum kepada Konsorsium Pembaruan Agrarian(KPA) Bali, LBH dan sejumlah pihak terkait.

Bak gayung bersambut, para petani yang tergabung dalam Serikat Petani Selasih ini akan mendapat advokasi bantuan hukum penuh dari banyak pihak.

Mulai dari KPA Pusat, KPA Bali, Walhi Bali, Frontier Bali, Prodem hingga 40 pengacara yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum Kongres Advokat Indonesia.

Kepala Korwil KPA Bali, Ni Made Indrawati mengecam keras perlakuan pihak perusahaan yang telah banyak merugikan para petani.

KPA meminta kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk segera menindak tegas pihak perusahaan dan segera melaksanakan penyelesaian konflik dan redistribusi tanah di Bali.

Terlebih, salah satunya di Dusun Selasih ini merupakan daerah prioritas komitmen Pemprov Bali untuk melaksanakan penyelesaian konflik agraria melalui Lokakarya Percepatan Penyelesaian Konflik Pertanahan dalam Kerangka Reforma Agraria di Provinsi Bali” pada tanggal 4 Juli 2019.

''Namun sayang sekali dari hasil sejumlah mediasi kenyataannya, komitmen itu dilanggar sendiri, hingga hari ini tadi alat berat itu masuk ke lahan warga tanpa seizin warga,'' ungkapnya saat konferensi pers, Sabtu (23/11/2019) di Denpasar.

KPA meminta secara tegas kepada Pemda Gianyar dan Gubernur Bali untuk segera menyelesaikan kasus sengketa pertanahan ini.

Harapannya Negara melalui pemerintahan Propinsi dan Kabupaten harus hadir untuk menyelesaikan konflik agraria tersebut tersebut dengan memberikan hak atas tanah kepada para petani sesuai amanat UU.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved