Akademisi Unud Ini Habiskan Setengah Umurnya Teliti Bambu, Hasilkan Teh hingga Sabun

setengah umurnya dihabiskan hanya untuk meneliti bambu, hasilnya cukup banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari bambu.

Penulis: Putu Supartika | Editor: Huda Miftachul Huda
Tribun Bali/Putu Supartika
Pande Ketut Diah Kencana (baju abu) memperlihatkan hasil olahan dari bambu, Sabtu (30/11/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Pande Ketut Diah Kencana (61) setengah umurnya dihabiskan hanya untuk meneliti bambu.

Selama 35 tahun dia melakukan penelitian, dia menjadi satu-satunya orang yang meneliti tentang bambu pangan di Indonesia.

Akademisi di Fakultas Teknik Pertanian Unud ini telah mulai meneliti tentang bambu pangan tahun 1984.

Bahkan ia tamat S1, S2, hingga S3 berkat meneliti rebung bambu.

"Sejak tahun 1984 saya telah meneliti rebung dan saya bisa tamat sampai S3 karena meneliti rebung," katanya, Sabtu (30/11/2019).

Dirinya juga berjuang selama 6 tahun agar ada riset tentang rebung ini di Universitas Udayana (Unud).

"20 mahasiswa binaan saya juga tamat karena meneliti rebung," imbuhnya.

Ia mengatakan di dunia ini terdapat 1.600 jenis bambu.

Dari semua jenis bambu ini, sekitar 5 persen rebungnya bisa dikonsumsi.

Sebanyak 10 jenis merupakan spesies asli dari Bali.

"Salah satunya dari Bali adalah bambu tabah yang tumbuh di Pupuan dan sekitarnya. Dan kini saya fokus meneliti itu," katanya.

Ia menyebut bambu tabah memiliki keunggulan di mana rebungnya sangat cocok dipakai pangan.

"Ini enak sekali rebungnya. Dan hanya di Bali ada ini," katanya.

Dirinya meneliti rebung dikarenakan saat ini pemerintah belum memperioritaskan bambu di Indonesia.

"Sekarang kan masih sawit, diangap tidak memiliki nilai ekonomi, karena memang tidak pernah menggali nilainya. Padahal rebung ini bisa diekspor," katanya.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved