Nadiem Makarim Hapus UN, Ini Perjalanan Ujian Nasional di Indonesia, dari Penghabisan Hingga Ebtanas
Banyak pihak yang menilai, kebijakan pendidikan sering berganti ketika menteri yang bersangkutan berganti.
Penulis: Widyartha Suryawan | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM – Penyelenggaraan pendidikan formal di Indonesia kerap menuai kritikan.
Banyak pihak yang menilai, kebijakan pendidikan sering berganti ketika menteri yang bersangkutan berganti.
Belum lama ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan untuk menghapus Ujian Nasional (UN) mulai tahun akademik 2021.
UN akan dihapus dan diganti asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Dikutip dari laman Kompas.com, Nadiem mengatakan asesmen kompetensi dan survei karakter itu tak berdasarkan mata pelajaran.
Tes tersebut hanya berdasarkan pada literasi (bahasa), numerasi (matematika), dan karakter.
"Asesmen kompetensi enggak berdasar mata pelajaran. Tapi berdasarkan numerasi literasi dan juga survei karakter," ujar dia.
Sebenarnya wacana penghapusan UN sudah terdengar sejak lama.
Dalam perjalanannya, penerapan ujian yang dilakukan secara nasional di Indonesia terus dievaluasi dan beberapa kali berganti istilah.
Berikut sejarah ujian nasional di Indonesia sebagaimana dilansir dari laman Puspendik Kemendikbud.
1. Ujian Penghabisan (1950-1964)
Ujian Penghabisan menjadi ujian akhir pertama yang digelar secara nasional pada periode 1950-1964.
Ketika itu, peserta ujian berbentuk uraian/esai yang naskah soalnya dipersiapkan oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
2. Ujian Negara (1965-1971)
Pada periode 1965 – 1971, diterapkan Ujian Negara.
Bagi siswa yang telah dinyatakan lulus dalam Ujian Negara, mereka dapat mendaftar dan melanjutkan ke sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri.
Sedangkan bagi mereka yang tidak lulus Ujian Negara, peserta didik tetap mendapat ijazah, tetapi hanya dapat melanjutkan ke sekolah atau perguruan swasta.
3. Ujian Sekolah (1972-1979)
Setelah Ujian Negara, pada periode 1972-1979 berganti menjadi Ujian Sekolah.
Pada periode ini, naskah soal ujian disiapkan oleh masing-masing sekolah.
Pemerintah pusat kala itu hanya menerbitkan pedoman penilaian umum yang kemudian dikerjakan oleh masing-masing sekolah.
Pada periode inilah, peserta didik yang telah menyelesaikan ujian dengan nilai baik tidak dinyatakan Lulus, melainkan disebut TAMAT.
4. Ebtanas (1980 – 2002)
Pada periode 1980-2002, istilah Ujian Sekolah berganti menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau Ebtanas (untuk mata pelajaran pokok) dan Ebta (untuk mata pelajaran non-Ebtanas).
Peserta didik yang telah melewati Ebtanas dan Ebta selanjutnya akan memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
Adapun sejumlah mata pelajaran pokok diujikan melalui Ebtanas, sedangkan mata pelajaran lainnya diujikan melalui Ebta.
Ketika itu, pemeriksaan hasil ujian dilakukan di tingkat sekolah. Namun demikian, kriteria penentuan tamat belajar tetap menggunakan kriteria yang telah ditetapkan secara nasional.
Mereka yang dinyatakan TAMAT jika nilainya memenuhi batas ambang 6.
5. Ujian Akhir Nasional (2003-2004)
Dari Ebtanas, pada periode 2003-2004 berganti istilah menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN).
UAN bertujuan untuk (a) menentukan kelulusan, (b) pemetaan mutu pendidikan secara nasional, (c) seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Adapun mata pelajaran yang diujikan dalam UAN yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
Ketiga matpel itu disiapkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional.
Sedangkan mata pelajaran lainnya disiapkan oleh sekolah atau daerah dengan menggunakan Standar Kompetensi Lulusan dan Panduan Materi dari Puspendik.
6. Ujian Nasional (2005-sekarang)
Hanya berlaku setahun, UAN akhirnya berganti istilah menjadi Ujian Nasional (UN).
UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dibantu Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik).
Pelaksanaan UN bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan peserta didik pada jenjang satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sebagai hasil dari proses pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). (*)