Ngopi Santai
Telepon Umum di Denpasar, Nasibmu Kini
Mungkin generasi milenial atau generasi Z tidak pernah menggunakan fasilitas publik yang menjadi primadona di masanyanya ini.
Penulis: Rizal Fanany | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM - Masih pernah melihat Telepon umum di kawasan Kota Denpasar?
Ternyata, telepon umum saat ini masih banyak dijumpai di Denpasar seperti di Jalan Hayam Wuruk, Surapati, Jalan Kamboja dan kawasan Sanur, namun sayangnya semuanya sudah tidak berfungsi.
Dari beberapa telpon umum yang ada, kondisinya banyak coretan sampai gagang telepon hilang.
Di era 90 an hingga 2000an fasilitas yang disediakan pemerintah ini sangat berguna bagi masyarakat.
Mungkin generasi milenial atau generasi Z tidak pernah menggunakan fasilitas publik yang menjadi primadona di masanyanya ini.
Sebelum adanya gadget, alat telekomunikasi publik ini sangat menunjang kegiatan masyarakat.
Mulai dari bisnis hingga kisah percintaan.
Tak hanya itu, alat ini digunakan untuk menghubungi keluarga yang berada jauh atau di luar kota.
Kadang-kadang juga digunakan untuk sekedar iseng menelepon stasiun radio untuk mengirim salam pada pujaan hati lewat siaran radio atau meminta diputarkan lagu kesukaan.
Namun lambat laun, telepon umum perlahan mulai ditinggalkan ketika muncul warung telepon (wartel).
Meski sama-sama sarana telepon umum, namun kelebihan wartel adalah memiliki konsep ruangan mungil dan tersedia tempat duduk, bentuk telepon mirip telepon yang ada di rumah-rumah dan jauh dari suara bising.
Seiring perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju, telepon umum dan wartel mulai mati dan dicampakkan.
Ini karena masifnya produksi telepon genggam (handphone) yang bisa dibeli masyarakat dengan harga terjangkau.
Dewasa ini handphone tak hanya sebagai alat komunikasi namun juga bisa digunakan untuk menonton tayangan-tayangan di youtube, membaca berita, mengamati peristiwa viral dan banyak lagi.
Ditambah dengan semakin beragamnya fitur dan aplikasi di gadget semakin memanjakan pengguna gadget, yang lambat laun menjelma menjadi kaum rebahan.
Kini telepon umum tinggal kenangan dan menjadi barang usang yang beediri di sudut-sudut kota.
Bisa jadi nantinya telepon umum menjadi barang langka yang diburu kolektor. (*)