Perang Dunia III Menggema Pasca AS Bunuh Soleimani, Prancis: Dunia Jadi Tempat yang Lebih Berbahaya

Pasca-pembunuhan Qasem Soleimani oleh serangan drone Amerika Serikat, kini menggema Perang Dunia III.

Editor: Rizki Laelani
Al Jazeera
Mayor Jenderal Qassem Soleimani 

Perang Dunia III Menggema Setelah AS Bunuh Soleimani, Prancis: Dunia Jadi Tempat yang Lebih Berbahaya

TRIBUN-BALI.COM - Pasca-pembunuhan Qasem Soleimani oleh serangan drone Amerika Serikat, kini menggema Perang Dunia III.

Publik dunia maya menamai Perang Dunia III dengan sebutan World War 3.

Amerika Serikat melalui Pentagon mengumumkan, jenderal top Iran Qasem Soleimani tewas dalam serangan "atas arahan presiden".

Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds yang merupakan cabang Garda Revolusi, tewas dalam serangan rudal di bandara Baghdad, Irak.

Menteri Luar Negeri Iran, Mohamed Javad Zarif, menyebut langkah itu "berbahaya dan berpotensi menyulut eskalasi konyol".

"Atas arahan presiden, militer AS menggunakan tindakan penting dengan membunuh Qasem Soleimani, Kepala Pasukan Quds," ujar Pentagon.

Amerika Serikat Bunuh Qassem Soleimani, Iran: Alasan Kuat Memulai Perang Militer

Kapal Perang TNI AL KRI Tjiptadi 381 Usir Kapal Coast Guard China di Laut Natuna, Begini Hebatnya

Dilansir AFP dan BBC, Jumat (3/1/2020), langkah itu diambil guna mencegah rencana serangan Teheran di masa mendatang.

Pentagon menyatakan, perwira berpangkat Mayor Jenderal itu secara aktif merencanakan serangan terhadap diplomat maupun militer AS di Timur Tengah.

"Jenderal Soleimani dan Pasukan Quds bertanggung jawab atas kematian ratusan warga AS maupun koalisi, serta ribuan orang yang terluka," jelas Pentagon.

Washington menjelaskan, perwira tinggi berusia 62 tahun itu mendalangi serangan terhadap markas mereka di Irak.

Termasuk, serangan roket yang menewaskan seorang kontraktor sipil AS di wilayah Kirkuk pada Jumat pekan lalu (27/12/2019).

"Amerika Serikat akan terus melanjutkan segala tindakan untuk melindungi warga dan kepentingan kami di mana pun mereka berada," tegas Pentagon.

Sementara, Presiden Donald Trump merilis gambar bendera AS dalam kicauannya di Twitter menyusul kematian komandan top Iran itu.

Militer Irak menyatakan, Bandara Internasional Baghdad dicecar dengan serangkaian rudal tepat pada Jumat tengah malam.

Sumber keamanan menerangkan, serangan itu menargetkan konvoi paramiliter Hashed al-Shaabi, dengan delapan orang tewas, termasuk Qasem Soleimani.

Selain Qasem Soleimani, Hashed al-Shaabi mengonfirmasi bahwa pemimpin mereka, Abu Mahdi al-Muhandis juga tewas, dengan serangan dilakukan helikopter AS.

Serangan itu terjadi 3 hari setelah massa yang merupakan pendukung Hashed menyerbut Kedutaan Besar AS di Baghdad.

Aksi protes berujung kerusuhan tersebut terjadi setelah Pentagon menggelar serangan udara yang menewaskan 25 orang anggota Hashed.

Serangan yang terjadi Minggu (29/12/2019) itu disebut Washington merupakan balasan atas serangan roket yang menewaskan kontraktor sipil itu.

Merespon kematian Qasem Soleimani, warganet di Twitter menggaungkan topik "WWIII", "World War 3" dan"#worldwar3" atau Perang Dunia III.

Topik tersebut menduduki topik teratas trending topic Twitter di Indonesia.

Balas Dendam

Eks komandan Garda Revolusi Iran menyatakan, mereka bakal balas dendam setelah jenderal top Qasem Soleimani tewas diserang AS.

Mantan kepala Garda Revolusi Mohsen Rezai, langsung merespons kematian Soleimani di Twitter.

"Qasem Soleimani menjadi martir. Kami jelas akan melakukan balas dendam secara mengerikan terhadap AS," ancam Rezai yang kini Ketua Dewan Kemanfaatan Iran.

Badan keamanan Iran langsung menggelar pertemuan darurat untuk membahas kematian jenderal yang dikenal berpengaruh itu.

"Dalam beberapa jam ke depan, Dewan Keamann Nasional Tertinggi akan bertemu untuk mendiskusikan serangan mematikan terhadap Jenderal Qasem Soleimani," ujar juru bicara Keyvan Khosravi.

Sejumlah pejabat Iran, termasuk pemimpin tertingginya, juga bersumpah balas dendam.

Dalam kicauan di akun Twitter, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mengumumkan 3 hari berkabung atas kematian Qasem Soleimani.

"Dia mati syahid setelah upayanya yang tidak kenal lelah selama bertahun-tahun," ucap Ayatollah Ali Khamenei dilansir AFP, Jumat (3/1/2020).

Ayatollah Ali Khamenei menyatakan, dengan kehendak Tuhan, segala pekerjaan maupun langkah komandan 62 tahun itu tidak akan sia-sia.

"Balas dendam yang sangat menyakitkan menunggu para kriminal yang telah menumpahkan darah para martir itu di tangan mereka," ancamnya.

Ayatollah Ali Khamenei menyatakan Qasem Soleimani adalah "wajah perlawanan dunia", dan dibunuh oleh negara "paling kejam yang ada di Bumi".

Pemimpin tertinggi itu mengklaim, segala pihak yang berseberangan dengan AS bakal siap untuk membalaskan kematian Qasem Soleimani.

"Kehilangan jenderal kami memang pahit. Namun meneruskan perjuangannya dan mencapai kemenangan bakal membuat para penjahat getir," janjinya.

Senada dengan Ayatollah Ali Khamenei, Presiden Hassan Rouhani menyatakan, kematian Qasem Soleimani yang disebutnya "syahid" telah menghancurkan negara di Timur Tengah.

"Tidak diragukan lagi Bangsa Iran yang besar dan negara bebas lain bakal balas dendam atas kejahatan ini," tegasnya.

Sementara Menteri Pertahanan Amir Hatami, yang juga komandan Pasukan Quds, berjanji pembalasan yang datang bakal "mengerikan".

"Kami akan menuntut pembalasan dari mereka yang terlibat dan bertanggung jawab dalam pembunuhannya," janjinya dikutip Sky News.

Prancis: Dunia Jadi Tempat yang Lebih Berbahaya

Prancis menyatakan, dunia jadi "tempat yang lebih berbahaya", menyusul kabar Jenderal Iran Qasem Soleimani tewas diserang AS.

Pernyataan itu dilontarkan oleh Menteri Eropa Amelie de Montchalin, dalam wawancara dengan RTL Radio, dikutip dari AFP.

"Kami telah membangunkan dunia menjadi tempat yang lebih berbahaya," kata Montchalin.

Dia menuturkan, Presiden Prancis, Emmanuel Macron bakal berkonsultasi dengan "pemain kawasan".

Montchalin mengatakan, yang mereka inginkan adalah melakuakn de-eskalasi ketegangan sekaligus mencapai stabilitas.

Dia menyatakan, segala upaya yang dilakukan Prancis adalah bertujuan membentuk perdamaian, atau paling tidak, stabilitas di dunia.

"Peran kami adalah tidak memihak salah satu kubu, namun membuat dialog dengan semua pihak yang berkepentingan," kata Montchalin.

Di China, juru bicara kementerian luar negeri Geng Shuang berkata, negaranya menentang penggunaan kekerasan dalam relasi internasional.

"Kami mendesak semua pihak, terutama AS, untuk tetap tenang dan tidak membuat suasana panas yang semakin memperunyam keadaan. Kedaulatan, kemerdekaan, dan wilayah yang ada di Irak haruslah mendapat penghormatan," ucap Geng dalam konferensi pers.

Sebelumnya, AS melalui Pentagon mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump.

Dikatakan bahwa serangan tersebut dilakukan karena Soleimani dan Pasukan Quds yang dia pimpin bertanggung jawab atas kematian ratusan warga AS.

Selain itu, Pentagon mengklaim perwira tinggi bintang dua itu mendalangi berbagai aksi kekerasan yang terjadi di Timur Tengah.

Satu di antaranya adalah serangan roket yang menewaskan seorang kontraktor sipil AS di Kirkuk pada Jumat pekan lalu (27/12/2019).

Karena kematian kontraktor itu, Washington memerintahkan serangan udara terhadap Hashed al-Shaabi pada Minggu (29/12/2019).

Serangan itu menewaskan sekitar 25 orang, yang dibalas dengan aksi protes dari massa pendukung Hashed di Kedutaan Besar AS di Baghdad. (*)

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved