Bali Masih Ketergantungan Bawang Putih dari Cina
“Kalau bawang putih, kita masih kurang dan masih impor dari Cina,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardha
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ketersediaan bawang putih di Bali ternyata masih menjadi permasalahan.
Sebab, bawang putih di Bali masih bergantung dengan impor dari Tiongkok.
Hal ini disebabkan karena produksi di dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan secara nasional.
“Kalau bawang putih, kita masih kurang dan masih impor dari Cina,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana di Denpasar, Kamis (9/1/2020)
Namun mengenai jumlah impor ini, Wisnuardhana mengaku tidak mengetahui dengan pasti karena diatur oleh pemerintah pusat.
Dirinya mengatakan, guna menjawab kekurangan bawang putih di Bali dan secara nasional, pemerintah pusat kini sedang menggalakkan penanaman bawang putih di berbagai wilayah di Indonesia.
Tujuannya ke depan, produksi bawang putih di dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan lokal dan nasional.
Sementara itu, Wisnuardhana mengatakan bahwa pihaknya mengaku terus berupaya menjaga ketersediaan bahan pangan pokok prioritas.
Bahan pangan pokok prioritas itu di antaranya berupa beras, cabai rawit dan bawang merah.
• Shin Tae-Yong Beberkan Kunci Agar Timnas Indonesia Bisa Menang
• Dibantu Damkar Badung, BPBD Denpasar Tangani Kebakaran Rumah Kos di Padangsambian Kelod
Ketiga bahan pangan ini dimasukkan ke dalam kategori prioritas karena paling dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak terdapat substitusi atau barang penggantinya.
Berbeda misalnya pada pangan seperti buah-buahan, jika salah satu buah tidak tersedia karena pengaruh musiman, masyarakat bisa menggantinya dengan buah jenis lain.
Selain itu, kata dia, ketiga jenis bahan pangan ini paling besar menyumbangkan angka inflasi di Bali.
Menurutnya, jika ketiga harga bahan pangan ini harganya melambung tinggi, maka berpotensi menimbulkan keributan di masyarakat, terutama pada ibu rumah tangga.
“Sehingga tiga inilah yang kita jadikan sebagai pangan prioritas,” jelasnya.
Dijelaskan, bahwa Provinsi Bali sampai saat ini sudah tidak bermasalah dengan keberadaan beras, karena sudah ada swasembada beras.
Untuk ketersediaan bawang merah, Bali juga selalu mencukupi karena mempunyai sentra budidaya di Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Sementara untuk cabai juga selalu mencukupi karena terdapat sentra penanaman cabai di Bangli dan Gianyar.
Jika melihat Data Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan di Provinsi Bali tahun 2019, produksi beras di Bali mencapai di angka 487.041 ton dan ditambah dengan pemasukan sebanyak 84 ribu ton sehingga ketersediaannya mencapai 571.041 ton.
• Hanya Sisakan Pakaian yang Menempel di Badan, Taufik: Ya Terbakar Sudah, Tinggal Baju yang Dipakai
• Hanya Absen 4 Laga, Mampukah Pemain Bali United M Rahmat Bersaing dengan Penyerang Berkualitas Lain?
Sementara kebutuhan beras di Bali hanya mencapai 424.324 ton sehingga mengalami surplus sebanyak 146.717 ton.
Di sisi lain bawang merah juga mengalami surplus sebanyak 1.216 ton, dimana produksinya berada di angka 50.508 ton dan mendapat masukan sebanyak 5.600 ton.
Oleh karena itu, total ketersediaan bawang merah di Bali mencapai 26.108 ton, padahal kebutuhannya hanya berada di angka 24.892 ton.
Kemudian untuk produksi cabai rawit ketersediaannya yakni sebanyak 51.405 ton dengan kebutuhannya 13.035 ton sehingga surplusnya mencapai 38.352 ton.
Wisnuardhana mengatakan, ketersediaan ketiga jenis bahan pangan ini mencukupi bisa dibuktikan pada saat menjelang Hari Raya Natal dan tahun baru (Nataru).
Pada saat itu ketiga jenis bahan pangan ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan.
Di samping ketersediaannya yang memang mencukupi, keberadaan bahan pangan ini terus diawasi oleh Satgas Pangan Provinsi Bali.
“Cuman cabai yang kemarin naik sedikit waktu Natal dan tahun baru menjadi Rp 30 ribu per kilo. Selain itu kan tidak. Itu indikatornya, kalau harganya stabil pada saat hari raya besar, terutama Natal dan tahun baru itu ketersediannya cukup,” tuturnya.
• Kehidupan di Kota Termiskin Dunia, Tidak Ada Gedung, Masyarakatnya Memelihara Babi untuk Dapat Istri
• Ular Kobra Muncul dari Dalam WC, Saat Ditarik Melawan Hingga Badannya Putus
Dirinya menuturkan, guna menyongsong Hari Raya Galungan, Kuningan dan Nyepi yang jatuh pada Februari hingga Maret mendatang juga harus kembali stabil.
Terlebih, Pemprov Bali sudah mendapatkan bantuan berupa cool storage dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
Dengan adanya cool storage ini pihaknya akan melakukan stok terhadap beberapa bahan pangan terutama untuk bawang serta cabai dan akan disalurkan ketika harga mulai mengalami kenaikan di pasar. (*)