Dugaan Korupsi APBDes Dauh Puri Klod, Ariyaningsih Didakwa Pasal Berlapis
Terkait Dugaan Korupsi APBDes Dauh Puri Klod, Didakwa Pasal Berlapis, Ariyaningsih Tidak Keberatan
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mantan bendahara Desa Dauh Puri Klod, Denpasar Barat, Ni Luh Putu Ariyaningsih (33) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Selasa (28/1/2020).
Ia duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi APBDes 2017 Dauh Puri Klod, Denpasar Barat.
Dimana dalam perkara ini, terdakwa bersama saksi Kepala Desa Dauh Puri Klod, Denpasar Barat, I Gusti Made Wira Namiartha (sekarang mantan) dan saksi Luh Made Cihna Kembar Dewi selaku sekretaris Desa Dauh Puri Klod telah merugikan keuangan negara Rp 988 juta lebih.
Sebagaimana perbuatannya, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Kasi Pidsus Kejari Denpasar, I Nengah Astawa memasang dakwaan berlapis terhadap Ariyaningsih.
• Pengamat: Pencopotan Ronny Sompie dari Dirjen Imigrasi, Aksi Yasonna Mengorbankan Anak Buahnya
• BREAKING NEWS - Melasti Karya Pengurip Gumi, Ribuan Warga Desa Setempat Siap Menyambut
• Pemain Bali United Ini Tanggapi Rumor Akan Hengkang ke Klub Lain, Irfan Bachdim Ucapkan 3 Kata Ini
Terhadap dakwaan yang telah dibacakan dihadapan majelis hakim pimpinan I Wayan Gede Rumega, terdakwa Ariyaningsih yang didampingi tim penasihat hukumnya enggan mengajukan eksepsi atau keberatan.
"Kami tidak mengajukan eksepsi Yang Mulia," ucap salah satu anggota tim penasihat hukum terdakwa.
Dengan tidak diajukan eksepsi, sidang seharusnya dilanjutkan dengan pembuktian yakni mendengarkan keterangan para saksi.
Namun kepada majelis hakim, Jaksa Nengah Astawa menyatakan belum bisa menghadirkan para saksi untuk diperiksa keterangan di persidangan.
Sehingga sidang pun di tunda dan akan dilanjutkan pekan depan.
"Kami minta waktu satu minggu Yang Mulia. Kami akan menghadirkan lima saksi," ujar mantan Kasi Datun Kejari Gianyar itu didampingi Jaksa Kadek Wahyudi Ardika, Jaksa Mia Fida Erliyah dan Jaksa I Gusti Lanang Suryadnyana.
Sementara itu dalam surat dakwaan, sebagaimana dakwaan primair, tim jaksa memasang Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP terhadap terdakwa Ariyaningsih.
"Bahwa terdakwa bersama-sama saksi Kepala Desa Dauh Puri Klod, Denpasar Barat, I Gusti Made Wira Namiartha (sekarang mantan) dan saksi Luh Made Cihna Kembar Dewi selaku sekretaris Desa Dauh Puri Klod telah melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut," jelas Jaksa Nengah Astawa.
Dakwaan subsidair dan lebih subsidair, Ariyaningsih dipasangkan Pasal Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 8 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam perkara ini, akibat perbuatan terdakwa Ariyaningsih bersama Wira Namiarta dan Made Cihna yang telah mengelola keuangan Desa Dauh Puri Klod secara tidak benar telah menyebabkan kerugian keuangan negara Cq keuangan daerah Kota Denpasar Cq keuangan Desa Dauh Puri Klod sebesar Rp 988.457.608,85.
Hasil ini berdasarkan perhitungan kerugian keuangan negara yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Propinsi Bali.
Diberitakan sebelumnya awal mula perkara ini dilaporkan oleh warga, karena berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Khusus dari Inspektorat Kota Denpasar.
Mengacu pada LHP Khusus Inspektorat Kota Denpasar ditemukan selisih Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun 2017 di Desa Dauh Puri Kelod.
Nilainya mencapai Rp 1 miliar lebih.
Kala itu, pada bulan Mei 2017 dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kota Denpasar.
Termasuk monitoring di Desa Dauh Puri Klod untuk anggaran tahun 2012 sampai 2016.
Dari hasil monitoring DPMD laporan tahun 2017 ditemukan selisih SILPA tahun 2016 Rp 1,8 miliar.
Dari SILPA Rp 1,8 miliar itu, ada kekurangan uang kisaran Rp 900 juta lebih.
Selanjutnya desa membentuk tim penelusuran, mencari selisih.
Dari audit internal dan setelah melalui proses SPJ yang ada, terindikasi adanya penyimpangan.
Hanya saja, pada waktu itu, tim belum berani menyampaikan finalisasi hasil temuan.
Pula telah ada pengakuan dari mantan bendahara, bahwa ada pemakaian dana APDes.
Kemudian dari hasil temuan itu, tim penelusuran kasus bentukan desa bertemu dengan Wakil Walikota Denpasar.
Lalu Wakil Walikota memerintahkan inspektorat untuk melakukan proses pemeriksaan.
Target waktu pemeriksaan dua bulan, dan hasil pemeriksaan dari inspektorat dilaporkan ke Walikota tanggal 28 Agustus 2018.
Berdasarkan LHP Khusus dari Inspektorat Kota Denpasar itu, selisih SILPA tahun 2017 Rp 1.950.133.000.
Dana yang diduga hilang Rp 1.035.000.000.
Sisanya sebagaimana LHP dipegang oleh bendahara Rp 877.130.858.
Kaur perencanaan Rp 102.826.750, sedangkan dipegang mantan perbekel Rp 8.500.000.
Ditemui usai sidang, suami Ariyaningsih, I Made Agus Wiragama saat di konfirmasi terkait uang pengganti sebesar Rp 778.176.500 yang dititipkan ke Kejari Denpasar sehari sebelum sidang adalah uang pribadi.
"Saya ada usaha jual beli mobil (bekas). Saya jual seluruh mobil, lebih dari 16 unit mobil saya jual," jelasnya.
Ditanya besaran uang yang dititipkan ke kejaksaan, Agus menyebut hanya mengira-ngira.
Pihaknya mengaku tidak tahu jumlah pasti kerugian negara yang harus dipertanggungjawabkan istrinya.
Agus mengembalikan uang agar istrinya sebagai terdakwa bisa segera merampungkan persidangan.
"Kami merasa bersalah, kami mengembalikan uang biar cepat prosesnya. Kami sudah pasrah. Kami sudah habis-habisan. Saya harus mulai dari nol lagi," tuturnya.
Didesak apakah dirinya pernah berkomunikasi dengan mantan perbekel IG Made Wira Namiartha, Pria asal Buleleng ini enggan menjawab.
Ia menyatakan tidak pernah ada komunikasi apapun dengan mantan perbekel.
"Saya malas untuk menanyakan itu," ucap Agus.
Agus tak menyebut jika istrinya memang bersalah karena tidak bisa membuktikan pencatatan penggunaan uang desa.
"Karena sudah ada iktikad baik, kami minta agar tuntutan diperingan. Anak-anak kami masih kecil. Yang besar kelas 1 SD, yang kecil TK," tuturnya.
Ia pun berharap istrinya bisa segera bebas dan menjadi lebih baik kedepannya. (*)