Winarta 13 Kali Disidang karena Jual Arak, Petani Pertaruhkan Nyawa, 16 Meninggal Sejak 2016
"Menjadi petani arak itu taruhannya nyawa. Setiap hari manjat pohon kelapa setinggi 10-20 meter. Makanya banyak petani arak meninggal dan cacat"
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Petani arak di Kabupaten Jembrana, Karangasem, Bangli dan daerah lainnya di Bali menyambut gembira pemberlakukan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No 1 Tahun 2020 mengenai Tata Kelola Minuman Fermentasi dan Atau Distilasi Khas Bali.
Pemberlakuan Pergub tersebut membuat mereka tidak waswas lagi menjual arak, baik ke koperasi atau perusda untuk diolah lebih lanjut oleh industri.
Perasaan senang diungkapkan I Nengah Winarta (43), petani arak di Banjar Pangkunglubang, Desa Pergung, Kecamatan Mendoyo, Jembrana dan istrinya, Nyoman Suwining (45).
Winarta menyuling arak sejak tahun 1996. Ilmu produksi itu ia dapat dari keluarganya yang berasal dari Karangasem.
• Hujan Deras di Karangasem Mengakibatkan Banjir, Sepeda Motor Warga Terseret Arus Sungai
• Inginkan Pilkada Lancar, KPU Badung Bahas pengamanan Pemilu dengan Kapolresta Denpasar
• Pengakuan Driver Ojol Yang Bunuh Bos Toko Bangunan Di Denpasar Mengungkap Fakta Mencengangkan
Winarta dan Suwining merantau ke Jembrana sejak tahun 1990-an.
Saat itu arak masih bisa dijual bebas.
Artinya tidak kucing-kucingan dengan aparat kepolisian. Bahkan ia biasa bawa ke Karangasem, selain jual ke masyarakat di daerah Mendoyo.
Sejak tahun 1998 hingga 2019 pengawasan dari pemerintah sangat ketat. Dia berkali-kali diproses hukum karena kedapatan menjual arak.
• Starting dan Subtitusi The Flash, Tak Ada Kendala Menjalin Chemistry Bersama Spaso
• Bule Yang Kemah 12 Hari di Pantai Kuta Diciduk Satpol PP, Ngaku Ingin Berpetualang
"Saya sudah 13 kali kena sidang di pengadilan. Kena denda Rp 200 ribu. Kalau Pak Gubernur bikin kayak gini tentu kami senang. Gak kucing-kucingan lagi atau kena denda," kata Winarta kepada Tribun Bali di rumahnya, Jumat (7/2/2020).
Winarta dan istrinya Suwining senang adanya pergub tersebut.
Dia membandingkan minuman keras dari luar negeri bisa beredar di masyarakat karena ada legalitasnya. "Minuman luar kok bisa?" ungkapnya.
Suwining mengatakan, untuk produksi arak ia dan suami mengandalkan bahan dasar dari pohon kelapa milik tetangga sebanyak 8 pohon, tapi tidak setiap hari ia bisa mengiris kelapa.
"Paling sehari bisa ambil dua kaleng cat yang berat satu kilogram itu. Jadi ditimbun sampai terisi 40 liter di ember hitam ini mas," jelasnya.
Setelah ember 40 liter itu penuh tuak lalu diberi sambuk atau sabut kelapa.
Fungsinya fermentasi untuk hilangkan buih air kelapa.
Setelah hilang buihnya, baru dimasak di atas tungku besar dengan perapian sedang.
"Ketika akan dimasak, pokoknya dicari rasanya pahit agak masam. Saat memasak api tidak boleh terlalu besar atau terlalu kecil. Nanti diamkan sampai 12 jam. Dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore," papar ibu dua anak itu.
Dalam sebulan, Suwining dan suami bisa menghasilkan 50 botol arak.
"Kalau dijual paling seukuran botol tanggung itu Rp 10 ribu. Kalau botol besar Rp 30 ribu. Tapi jarang kita jual botol besar," ujarnya.
Taruhan Nyawa
Jam menunjukkan pukul 05.00 Wita, Jumat (7/2/2020).
Langit masih gelap. Kabut menyelimuti desa. Petani arak di Desa Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem mulai siapkan peralatan untuk kumpul bahan baku arak.
Seperti pisau pengiris kelapa dan beberuk atau tempat untuk air irisan kelapa.
I Wayan Nirya (65), satu di antara ratusan petani arak desa Tri Eka Buana, selalu beraktivitas mulai pukul 05.00 Wita.
Langkah pertama adalah memanjat puluhan pohon kelapa setinggi 10 hingga 20 meter. Mereka memanjat tanpa bantuan alat apapun.
Sekitar pukul 15.00 Wita, kata Nirya, petani kembali panjat pohon kelapa untuk ambil air irisan kelapa.
Hasil sadapan ditimbun dalam gentong selama beberapa hari baru disuling selama 10 jam lebih.
Ancaman keselamatan menghantui petani arak.
"Menjadi petani arak itu taruhannya nyawa. Setiap hari manjat pohon kelapa setinggi 10-20 meter. Makanya banyak petani arak meninggal dan cacat karena jatuh dari pohon kelapa," kata I Wayan Nirya saat ditemui di rumahnya, Jumat (7/2/2020).
Diakuinya, menjadi petani arak banyak rintangan.
Selain bertaruh nyawa, selama ini petani arak harus kucing-kucingan dengan aparat negara.
Biasanya petani mendistribusikan arak malam hari supaya luput dari tangkapan polisi.
Pemberlakukan Pergub No 1 tahun 2020 menggembirakan petani arak.
Mereka tak perlu kucing-kucingan lagi dengan aparat. Pergub bisa mengangkat harga arak di Karangasem.
Apalagi koperasi untuk petani arak sudah terbentuk dan mulai beroperasi.
"Semua petani merasa bersyukur dengan Pergub. Dalam waktu dekat kita akan membuat syukuran, menyambut ditetapkan Pergub. Dulu jeri payah petani arak tak begitu dihargai, sekarang enggak lagi," kata Nirya asal Banjar Dinas Duwuraan.
Perbekel Tri Eka Buana, Ketut Derka mengutarakan hal sama.
Menurut dia, petani arak harus kuat fisik.
Setiap hari mereka panjat pohon kelapa setinggi 10 - 20 meter.
"Kalau kita panjat satu pohon sudah ngos-ngosan. Petani panjat sampai puluhan pohon," kata Ketut Derka, Jumat (7/2/2020).
Dia mengimbau petani arak agar hati-hati saat memanjat pohon kelapa.
Pohon yang dipanjat banyak, 15 sampai 25 pohon. Kasus petani arak jatuh dari pohon kelapa meningkat setiap tahun. Ada yang cacat hingga meninggal.
"Data yang saya dapat dari 2016 hingga 2020, petani arak yang meninggal lantaran jatuh dari pohon kelapa sekitar 16 orang. Sedangkan yang cacat sebanyak 2 orang. Mereka tidak bisa jalan, hanya duduk dalam kamar," jelas Derka.
Sekarang petani di sana menghasilkn arak 4 ribu liter per hari. Dengan Pergub ini kemungkinan produksi arak bertambah.
Jumlah kepala keluarga (KK) di Desa Tri Eka Buana 600 KK, bekerja sebagai petani arak hampir 420 KK. Mereka sudah punya ke koperasi.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) Kabupaten Jembrana, I Komang Agus Adinata mengaku sudah mendata produsen arak di Jembrana.
"Ada memang beberapa yang sudah didata. Beberapa di antaranya di pasaran," ujarnya, Jumat (7/2/2020).
Menurut Adinata, pemberlakukan Pergub Bali tersebut selain meningkatkan pendapatan masyarakat, pajak akan masuk ke kas daerah Jembrana.
Kemudian, tidak ada lagi penangkapan petani arak. "Ya kami menyambut baik karena itu berdampak baik pada masyarakat. Rata-rata mereka mata pencahariannya membuat arak," jelasnya.
Adinata mengatakan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Bea Cukai dan koperasi. Produsen arak akan bernaung dalam satu wadah koperasi. (*)